Madrasah Husnul Khatimah

Seseorang datang menghadap Nabi SAW, memohon izin untuk ikut berperang. Rasulullah SAW bertanya: Apakah kedua orang tuamu masih hidup? Orang itu menjawab, Ya. Nabi SAW bersabda, Lalu kepada keduanyalah kamu berperang (dengan berbakti kepada mereka). (HR Abdullah bin Umar).

Mengurus dan berbakti sepenuh hati kepada orang tua sama nilainya dengan berjihad ke medan perang. Orang tua kita itu manusia istimewa dan terbaik. Jika orang tua itu sanggup mengurus 10 anaknya, 10 anak belum tentu sanggup dan mampu mengurus keduanya. Kesibukan bekerja dan berkarier terkadang menjadi alasan banyaknya anak yang tidak sanggup mengurusinya.

Berdasarkan data Kementerian Sosial pada 2015, tercatat ada 21 juta jiwa lansia (lanjut usia). Dengan populasi yang tinggi, negeri ini masuk pada negara dalam kelompok berstruktur lansia. Ironisnya, 9,55 persennya telantar, bahkan 23,52 persennya berpotensi telantar.

Hal tersebut menunjukkan betapa banyak orang tua yang lanjut usia tidak mendapatkan perhatian, terkhusus dari anak-anaknya. Bahkan, ada sebuah keluarga yang harus mencari orang lain untuk mengurus orang tuanya yang sakit hingga sembuh karena anaknya tidak sanggup mengurusi orang tuanya.

Orang beriman akan menunjukkan perhatian terbesarnya kepada orang tua. Memperlakukannya dengan rasa hormat, menanamkan kasih sayang, memperlakukan dengan baik, dan berusaha menyenangkan hati dengan ucapan yang baik dan bijaksana. Secara psikologis, orang tua membutuhkan perhatian, kasih sayang, dan teman bercerita. Jangan biarkan orang tua kita kesepian, bahkan hidup sendirian, sebatang kara.

Salah satu solusinya adalah dengan membangun Madrasah Husnul Khatimah (MHK). MHK adalah sebuah konsep mempersiapkan masa depan orang tua dengan penuh perhatian, kasih sayang, dan saat ajal tiba, meraih husnul khatimah. Menciptakan lingkungan dan suasana yang religius dan menyenangkan bagi orang tua.

Jika tidak sempat dilakukan sendiri, carilah jasa orang lain untuk menemani orang tua kita. Sesibuk apa pun kita dan sesulit apa pun keadaannya, berbuat baik, memelihara, serta memuliakan orang tua adalah sebuah kewajiban yang diperintahkan oleh Allah SWT (QS Luqman:14) dan (QS al-Isra ayat 23).

Sehebat apa pun memuliakan orang tua, sampai kapan pun tidak akan dapat membalas kebaikan keduanya. Dari Abu Hurairah RA, Rasulul lah SAW bersabda, Seseorang tidak dapat membalas budi kedua orang tuanya kecuali jika menda patkan orang tuanya menjadi budak kemu dian ia beli dan memerde kakannya (HR Muslim).

OLEH PROF MAHMUD

 

REPUBLIKA

Surga bagi yang Dipuji Kala Meninggal Dunia

DARI Anas bin Malik radhiyallahu anhu, ia berkata, “Mereka lewat mengusung jenazah, lalu mereka memujinya dengan kebaikan. Maka Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Wajib.” Kemudian mereka lewat dengan mengusung jenazah yang lain, lalu mereka membicarakan kejelekannya. Maka Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Wajib.” Umar bin Al-Khattab lantas bertanya, “Apakah yang wajib itu?” Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

“Yang kalian puji kebaikannya, maka wajib baginya surga. Dan yang kalian sebutkan kejelekannya, wajib baginya neraka. Kalian adalah saksi-saksi Allah di muka bumi.” (HR. Bukhari, no. 1367 dan Muslim, no. 949)

Dari Abul Aswad radhiyallahu anhu, ia berkata, “Aku datang di Madinah lalu duduk menghampiri Umar bin Al-Khattab. Kemudian lewatlah jenazah kepada mereka, lalu jenazah tersebut dipuji kebaikannya. Maka Umar berkata, “Wajib.” Kemudian lewat lagi yang lain, maka ia dipuji kebaikannya, maka Umar berkata, Wajib.” Lalu lewatlah yang ketiga, maka ia disebutkan kejelekannya. Kemudian Umar berkata, “Wajib.”

Aku pun bertanya, “Apakah yang wajib, wahai Amirul Mukminin.” Umar menjawab, “Aku mengatakan seperti yang dikatakan oleh Nabi shallallahu alaihi wa sallam,

“Muslim mana saja yang disaksikan kebaikan (dipuji kebaikannya) oleh empat orang, Allah pasti memasukkannya ke surga.” Lalu berkata, “Bagaimana kalau tiga orang?” Beliau menjawab, “Dan tiga orang juga sama.” Lalu kami berkata, “Bagaimana kalau dua orang?” Beliau menjawab, “Dan dua orang juga sama.” Kemudian kami tidak bertanya pada beliau tentang satu orang.” (HR. Ahmad, 1:84. Syaikh Ahmad Syakir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih)

Imam Nawawi rahimahullah membawakan dua hadits di atas dalam Bab “Pujian Orang-Orang kepada Orang yang Meninggal Dunia” dalam kitabnya Riyadh Ash-Shalihin.

Imam Nawawi rahimahullah mengatakan bahwa pujian yang dimaksud adalah pujian dari ahlul fadhel atau kalangan orang shalih yang punya keutamaan. Pujian mereka pasti sesuai kenyataan yang ada dari orang yang meninggal dunia. Sehingga dinyatakan dalam hadits, dialah yang dijamin surga.

Ada juga pemahaman lainnya. Yang dimaksud adalah pujian secara umum dan mutlak. Yaitu setiap muslim yang mati, Allah beri ilham kepada orang-orang dan mayoritasnya untuk memberikan pujian kepadanya, itu tanda bahwa ia adalah penduduk surga, baik pujian tersebut benar ada padanya atau tidak. Jika memang tidak ada padanya, maka tidak dipastikan mendapatkan hukuman. Namun ia berada di bawah kehendak Allah. Jadi, jika Allah mengilhamkan pada orang-orang untuk memujinya, maka itu tanda bahwa Allah menghendaki padanya mendapatkan ampunan. Itu sudah menunjukkan faedah dari memujinya. Demikian penjelasan dari Imam Nawawi dari Syarh Shahih Muslim, 7:20.

Kalau dalam hadits disebutkan empat orang yang memuji kebaikannya, bagaimana kalau yang jadi saksi dan memuji kebaikannya adalah ribuan orang. Bahkan di sini adalah orang-orang shalih dan orang-berilmu yang memberikan sanjungan.

 

INILAH MOZAIK

Sebab Terpenting Husnul Khatimah

PERTAMA: Kontinu dalam menjalankan ketakwaan dan ketaatan, terutama dalam merealisasikan tauhid dan tidak berbuat syirik

Allah Taala berfirman, “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik (yang dibawa mati, pen.), dan Allah akan mengampuni dosa di bawah syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” (QS. An-Nisa: 48)

Kedua: Memperbanyak doa kepada Allah agar diberi husnul khatimah
Ketiga: Terus memperbaiki diri

Di antara sebab suul khatimah adalah:
– Memiliki akidah yang rusak.
– Melenceng dari sunnah Nabi shallallahu alaihi wa sallam.
– Terus menerus dalam melakukan dosa besar dan menganggap remeh dosa.
– Teman bergaul yang jelek.

Moga Allah memberikan kita kemudahan berada dalam akhir hidup yang baik (husnul khatimah) dan dijauhkan dari akhir hidup yang jelek (suul khatimah).

 

INILAH MOZAIK

Terjang Hujan Lebat demi Belajar Al-Qur’an, Ayu Meninggal Tertimpa Reruntuhan

HUJAN lebat diiringi angin kencang itu menyisakan ujian tersendiri bagi keluarga besar Sekolah Tinggi Agama Islam Luqman al-Hakim (STAIL), Surabaya, Jawa Timur.

Pasalnya, salah seorang mahasiswi STAIL, Nur Sri Ayu, menjadi salah satu korban runtuhan tembok yang roboh akibat tertimpa pohon tumbang. Kejadian pada Selasa (07/03/2017) lalu itu merenggut nyawa mahasiswi asal Pinrang, Sulawesi Selatan ini.

Peristiwa tersebut bermula ketika Muslimah berjilbab besar itu berkunjung ke tempat kos teman sekelasnya di STAIL, Miftah.

Ayu bermaksud mencarikan kos sahabat barunya yang baru tiba dari kampung halamannya, yaitu Sakinatur Rizkiah (Sakinah), asal Madura. Jarak kos antara Ayu dan Miftah kisaran 300 meter.

Tak lama berselang, setelah mengecek kondisi kamar yang akan disewa, Ayu dan Sakinah ingin pamit pulang. Namun sejumlah teman-temannya mencegah. Sebab, saat itu di luar hujan sedang mengguyur dengan derasnya diiringi angin kencang.

“Tapi almarhumah bersikukuh ingin tetap pulang. Katanya, dia ingin ikut program tahsin al-Qur’an yang diprakarsai oleh LDK Kampus STAIL,” tutur Miftah kepada hidayatullah.com.

Takdir Allah berkata lain. Belum lama meninggalkan kos, tahu-tahu terdengar berita; dalam perjalanannya menuju tempat belajar al-Qur’an, Ayu tertimpa reruntuhan tembok di Jl Hidrodinamika. Lokasinya pas di belakang utara kos Miftah. Nyawa Ayu pun tak terselamatkan.

Innalillahi wainna ilaihi rajiun…

Sontak saja, kabar itu mengagetkan banyak orang yang mengetahuinya. Termasuk Nur Huda, ketua sekolah tinggi di bawah naungan Pondok Pesantren Hidayatullah Surabaya itu.

Nur Huda mengaku kaget begitu mendapat informasi kejadian itu dari salah seorang staf kepesantrenan. Ia yang saat itu berada di luar kampus, bergegas menuju Rumah Sakit Universitas Erlangga, Jl Mulyorejo, Surabaya, tempat sang korban dilarikan.

“Tidak lama di rumah sakit, sekitar pukul 17.00 WIB, pihak medis mengabarkan kalau mahasiswi kita sudah tidak bisa diselamatkan lagi. Jantungnya sudah tidak berdenyut, meski telah distimulus,” kisahnya saat ditemui hidayatullah.com di beranda Masjid Aqshal Madinah di kampus STAIL.

Begitu pula yang dirasakan Miftah. “Kaget mendengar berita duka itu. Karena hanya beberapa menit sebelumnya, kita bercanda gurau,” ujar Muslimah berkerudung besar ini.

Ayu, lajang kelahiran Pinrang, 20 Mei 1996, merupakan mahasiswi semester IV jurusan Manajemen Pendidikan Islam (MPI). Semasa hidupnya, putri dari Saripuddin ini dikenal sebagai mahasiswi yang aktif mengikuti kegiatan-kegiatan kampus, terutama yang berkaitan dengan kajian-kajian keislaman.

“Dia itu kadang bilang ke saya, ‘Mbak, tolong ingatkan saya, yah, nanti sore saya ada kegiatan LDK. Khawatir, saya lupa,” kenang Halimah, aktivis LDK STAIL yang juga alumni MA Raadhiyatan Mardhiyyah Putri, Teritip, Balikpapan, Kalimantan Timur.

Saat kejadian mengenaskan itu, Ayu tengah berjalan bersama Sakinah, teman barunya. Nyawa Sakinah selamat dari reruntuhan tembok. Tapi kaki kirinya patah, hingga harus menjalani operasi di Rumah Sakit Unair.

Sakinah, seorang Muslimah yang telah ditinggal wafat ibunya dan selama ini tinggal bersama neneknya, merupakan pendatang baru di kampus STAIL. Wanita yang diketahui berasal dari keluarga miskin ini pun kini menjalani perawatan intensif.

Disebut Tergolong Mati Syahid

Sementara itu, Abdul Khaliq, ustadz yang mengimami shalat jenazah almarhumah Ayu, menyampaikan pandangan keagamaan mengenai kejadian tersebut. Kata dia, kalau dilihat proses kepergian Ayu, maka tergolong mati syahid.

Sebab, ulas anggota Majelis Mudzakarah Hidayatullah yang juga mantan Ketua STAIL ini, dalam hadits shahih, disampaikan, ada lima macam jenis mati syahid.

Yaitu, rincinya, orang yang mati karena penyakit tha’un, sakit perut, tenggelam, yang mati karena reruntuhan, dan gugur karena jihad fii sabilillah.

“Melihat kronologinya, saudari Ayu ini masuk golongan mereka yang mati tertimpa reruntuhan tembok. Insya Allah mati syahid,” ungkap kolumnus Konsultasi Syariah majalah Mulia ini dihubungi secara terpisah.

Selain itu, tambahnya lagi, status korban sebagai penuntut ilmu juga memperkuat itu,  karena meninggalnya dalam proses melakukan amal shaleh.

“Orang yang meninggal di tengah melakukan amal shaleh, berarti ia meninggal dalam keadaan husnul khatimah,” ujar sang ustadz menyimpulkan.* Khairul Hibri

 

HIDAYATULLAH

Seorang Qari Asal Surabaya Meninggal saat Melantunkan Al-Qur’an

Innalillahi wa inna ilaihi rajiun. Seorang qari, Jakfar Abdurrahman, meninggal dunia saat sedang khusyuk melantunkan ayat suci al-Qur’an.

Qari asal Wonocolo, Surabaya, itu meninggal dunia saat melantunkan ayat suci al-Qur’an pada sebuah acara di kediaman Ketua Umum PP Muslimat NU yang juga Menteri Sosial, Khofifah Indar Parawansa, di Jemursari, Surabaya, Jawa Timur, sekitar pukul 12.30 WIB, kemarin.

Jakfar menghembuskan nafas terakhirnya tak lama setelah melantunkan beberapa ayat dari Surat Al-Mulk yang isinya antara lain tentang hidup dan mati.

Berdasarkan rekaman video yang diterima redaksi hidayatullah.com Selasa (25/04/2017), kejadian ini bermula saat pembawa acara mempersilakan Jakfar untuk melantunkan ayat suci al-Qur’an. Acara itu dihadiri Mensos Khofifah.

“Hadirin-hadirat yang saya hormati, mari kita sama-sama menundukkan kepala, mendengarkan bacaan ayat-ayat suci al-Qur’an, yang dilanjutkan bersama-sama kita membaca Suratul Yaasiin, yang dipimpin oleh al-Ustadz al-Hajj Jakfar Abdurrahman…,” ujar pembawa acara seraya mempersilakan Jakfar.

Tampil berpeci hitam, berbatik biru gelap, Jakfar memulai lantunannya dengan lafadz taawudz dan basmalah. Suaranya yang melengking dan keras terdengar merdu dari pengeras suara yang digenggam dengan tangan kanannya.

Sambil duduk, ia melantunkan ayat al-Qur’an dengan tatapan banyak ke bawah dan matanya terlihat terpejam. Kepalanya bergerak-gerak mengikuti irama nada turun-naik yang dilantunkan.

Ayat pertama Surat Al-Mulk dilantunkan dengan lancar. Begitu pula ayat kedua. Ujung ayat kedua ini dilantunkan dengan menyambung langsung ke ayat ketiga. Di sini ia sempat menatap sebentar ke arah hadirin.

Tatkala Jakfar melantunkan awal ayat ketiga, kepalanya tiba-tiba tertunduk, tangannya terturun sedikit bergetar, dan lantunannya agak terputus tapi masih menyambung. Nada sang qari yang tadinya tinggi tiba-tiba menurun. Hingga penggalan ayat yang berbunyi “sab’a samawatin tibaqo…” menjadi lafadz terakhir yang terdengar dari kedua bibirnya.

Orang-orang di sekitar panggung acara pun langsung mengerumuninya dan berupaya membantunya agar tidak tersungkur.

“Astaghfirullahaladzim! Astaghfirullahaladzim!” terdengar ucapan istighfar berkali-kali dari sejumlah pria yang mendekatinya dan menahan tubuhnya.

“Almarhum merebahkan diri dan tak sadarkan diri,” ujar Bagus, petugas dari Rumah Sakit Islam Jemursari (RSI-J) dikutip duta.co, Senin (24/04/2017).

Menurut Bagus, nama Jakfar Abdurrahman tidak asing di kalangan Nahdliyin. Ia yang dipercaya untuk melantunkan ayat suci al-Qur’an ketika berlangsung Muktamar ke-27 NU tahun 1984 di Situbondo, Jawa Timur. Ayat yang dilantunkan Senin kemarin, kabarnya sama dengan saat di Muktamar ke-27 NU di Situbondo.

“Saya dengar ayatnya sama dengan yang dibaca saat Muktamar-27 NU di Situbondo. Kami keluarga besar RSI Jemursari turut berduka, semoga seluruh amal baik almarhum diterima di sisi-Nya dan kekhilafannya diampuni Allah Subhanahu Wata’ala. Keluarga yang ditinggal diberikan ketabahan,” ungkap Bagus.

Penelusuran hidayatullah.com, berdasarkan al-Qur’an Terjemahan Kementerian Agama, ketiga ayat dari Surat Al-Mulk yang sempat dilantunkan almarhum tersebut terjemahannya berbunyi:

“Mahasuci Allah yang menguasai (segala) kerajaan, Dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu.”

“Yang menciptakan mati dan hidup, untuk  menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Mahaperkasa, Maha Pengampun.”

“Yang menciptakan tujuh langit berlapis-lapis… (sampai di sinilah lantunan qari tersebut. Red).”

Semoga kita semua kembali dalam keadaan terindah dan husnul khatimah.*

 

sumber: HIDAYATULLAH