Terjang Hujan Lebat demi Belajar Al-Qur’an, Ayu Meninggal Tertimpa Reruntuhan

HUJAN lebat diiringi angin kencang itu menyisakan ujian tersendiri bagi keluarga besar Sekolah Tinggi Agama Islam Luqman al-Hakim (STAIL), Surabaya, Jawa Timur.

Pasalnya, salah seorang mahasiswi STAIL, Nur Sri Ayu, menjadi salah satu korban runtuhan tembok yang roboh akibat tertimpa pohon tumbang. Kejadian pada Selasa (07/03/2017) lalu itu merenggut nyawa mahasiswi asal Pinrang, Sulawesi Selatan ini.

Peristiwa tersebut bermula ketika Muslimah berjilbab besar itu berkunjung ke tempat kos teman sekelasnya di STAIL, Miftah.

Ayu bermaksud mencarikan kos sahabat barunya yang baru tiba dari kampung halamannya, yaitu Sakinatur Rizkiah (Sakinah), asal Madura. Jarak kos antara Ayu dan Miftah kisaran 300 meter.

Tak lama berselang, setelah mengecek kondisi kamar yang akan disewa, Ayu dan Sakinah ingin pamit pulang. Namun sejumlah teman-temannya mencegah. Sebab, saat itu di luar hujan sedang mengguyur dengan derasnya diiringi angin kencang.

“Tapi almarhumah bersikukuh ingin tetap pulang. Katanya, dia ingin ikut program tahsin al-Qur’an yang diprakarsai oleh LDK Kampus STAIL,” tutur Miftah kepada hidayatullah.com.

Takdir Allah berkata lain. Belum lama meninggalkan kos, tahu-tahu terdengar berita; dalam perjalanannya menuju tempat belajar al-Qur’an, Ayu tertimpa reruntuhan tembok di Jl Hidrodinamika. Lokasinya pas di belakang utara kos Miftah. Nyawa Ayu pun tak terselamatkan.

Innalillahi wainna ilaihi rajiun…

Sontak saja, kabar itu mengagetkan banyak orang yang mengetahuinya. Termasuk Nur Huda, ketua sekolah tinggi di bawah naungan Pondok Pesantren Hidayatullah Surabaya itu.

Nur Huda mengaku kaget begitu mendapat informasi kejadian itu dari salah seorang staf kepesantrenan. Ia yang saat itu berada di luar kampus, bergegas menuju Rumah Sakit Universitas Erlangga, Jl Mulyorejo, Surabaya, tempat sang korban dilarikan.

“Tidak lama di rumah sakit, sekitar pukul 17.00 WIB, pihak medis mengabarkan kalau mahasiswi kita sudah tidak bisa diselamatkan lagi. Jantungnya sudah tidak berdenyut, meski telah distimulus,” kisahnya saat ditemui hidayatullah.com di beranda Masjid Aqshal Madinah di kampus STAIL.

Begitu pula yang dirasakan Miftah. “Kaget mendengar berita duka itu. Karena hanya beberapa menit sebelumnya, kita bercanda gurau,” ujar Muslimah berkerudung besar ini.

Ayu, lajang kelahiran Pinrang, 20 Mei 1996, merupakan mahasiswi semester IV jurusan Manajemen Pendidikan Islam (MPI). Semasa hidupnya, putri dari Saripuddin ini dikenal sebagai mahasiswi yang aktif mengikuti kegiatan-kegiatan kampus, terutama yang berkaitan dengan kajian-kajian keislaman.

“Dia itu kadang bilang ke saya, ‘Mbak, tolong ingatkan saya, yah, nanti sore saya ada kegiatan LDK. Khawatir, saya lupa,” kenang Halimah, aktivis LDK STAIL yang juga alumni MA Raadhiyatan Mardhiyyah Putri, Teritip, Balikpapan, Kalimantan Timur.

Saat kejadian mengenaskan itu, Ayu tengah berjalan bersama Sakinah, teman barunya. Nyawa Sakinah selamat dari reruntuhan tembok. Tapi kaki kirinya patah, hingga harus menjalani operasi di Rumah Sakit Unair.

Sakinah, seorang Muslimah yang telah ditinggal wafat ibunya dan selama ini tinggal bersama neneknya, merupakan pendatang baru di kampus STAIL. Wanita yang diketahui berasal dari keluarga miskin ini pun kini menjalani perawatan intensif.

Disebut Tergolong Mati Syahid

Sementara itu, Abdul Khaliq, ustadz yang mengimami shalat jenazah almarhumah Ayu, menyampaikan pandangan keagamaan mengenai kejadian tersebut. Kata dia, kalau dilihat proses kepergian Ayu, maka tergolong mati syahid.

Sebab, ulas anggota Majelis Mudzakarah Hidayatullah yang juga mantan Ketua STAIL ini, dalam hadits shahih, disampaikan, ada lima macam jenis mati syahid.

Yaitu, rincinya, orang yang mati karena penyakit tha’un, sakit perut, tenggelam, yang mati karena reruntuhan, dan gugur karena jihad fii sabilillah.

“Melihat kronologinya, saudari Ayu ini masuk golongan mereka yang mati tertimpa reruntuhan tembok. Insya Allah mati syahid,” ungkap kolumnus Konsultasi Syariah majalah Mulia ini dihubungi secara terpisah.

Selain itu, tambahnya lagi, status korban sebagai penuntut ilmu juga memperkuat itu,  karena meninggalnya dalam proses melakukan amal shaleh.

“Orang yang meninggal di tengah melakukan amal shaleh, berarti ia meninggal dalam keadaan husnul khatimah,” ujar sang ustadz menyimpulkan.* Khairul Hibri

 

HIDAYATULLAH