Imran Bin Hushain; Manusia yang Menyerupai Malaikat

Di tahun perang Khaibar Imran Bin Hushain datang kepada Rasulullah Saw. untuk baiat. Semenjak ia menaruh tangan kanannya di tangan kanan Rasul, maka tangan itu beroleh penghormatan besar.

Akhirnya, ia bersumpah pada dirinya tidak akan menggunakannya kecuali untuk perbuatan utama dan mulia. Pertanda ini merupakan satu bukti jelas bahwa pemiliknya mempunyai perasaan yang amat halus.

Syahdan, Imran bin Hushain adalah gambaran yang tepat bagi kejujuran, sifat zuhud dan keshalehan serta mati-matian dalam mencintai Allah Swt. dan mentaati-Nya. Walaupun ia beroleh taufik dan petunjuk Allah yang tidak terkira, akan tetapi ia sering menangis mencucurkan air mata, ratapan “Wahai, kenapa saya tidak menjadi debu yang diterbangkan angin saja.”

Kata Imran, orang-orang itu takut kepada Allah bukanlah karena banyak melakukan dosa, tidak. Sama sekali tidak. Setelah menganut Islam, boleh dikatakan sedikit sekali dosa mereka. Mereka takut dan cemas karena menilai keagungan dan kebesaran-Nya. Bagaimanapun mereka beribadah ruku’ dan sujud. Tetapi, ibadahnya dan syukurnya itu belumlah memadai nikmat yang mereka telah terima.

Pernah suatu saat beberapa orang sahabat menanyakan pada Rasulullah Saw. “Ya Rasulullah, kenapa kami ini …? Bila kami sedang berada di sisimu, hati kami menjadi lunak hingga tidak menginginkan dunia lagi dan seolah-olah akhirat itu kami lihat dengan mata kepala. Tetapi, demi kami meninggalkanmu dan kami berada di lingkungan keluarga, anak-anak dan dunia kami, maka kami pun telah lupa diri.”

Ujar Rasulullah Saw: “Demi Allah, Yang nyawaku berada dalam tangan-Nya! Seandainya kalian selalu berada dalam suasana seperti di sisiku, tentulah malaikat akan menampakkan dirinya menyalami kamu. Tetapi, yang demikian itu hanya sewaktu-waktu.”

Pembicaraan itu terdengar oleh Imran bin Hushain. Maka, timbullah keinginannya, dan seolah-olah ia bersumpah pada dirinya tidak akan berhenti dan tinggal diam sebelum mencapai tujuan mulia tersebut. Bahkan walau terpaksa menebusnya dengan nyawanya sekalipun.

Dan, seolah-olah ia tidak puas dengan kehidupan sewaktu-waktu itu, tetapi ia menginginkan suatu kehidupan yang utuh dan padu, terus menerus dan tiada henti-hentinya, memusatkan perhatian dan berhubungan selalu dengan Allah Swt.

Di masa pemerintahan Umar bin Khattab, Imran dikirim oleh khalifah ke Bashrah untuk mengajari penduduk dan membimbing mereka mendalami agama. Demikianlah, di Bashrah ia melabuhkan tirainya.

Maka, demi dikenal oleh penduduk, mereka pun berdatanganIah mengambil berkah dan meniru teladan ketakwaannya. Hingga berkata Hasan Basri dan Ibnu Sirin, “Tidak seorang pun di antara sahabat-sahabat Rasul yang datang ke Bashrah, lebih utama dari Imran bin Hushain.”

Dalam beribadah dan hubungannya dengan Allah Swt., Imran tak sudi diganggu oleh sesuatu apapun. Ia menghabiskan waktu dan seolah olah tenggelam dalam ibadah, hingga seakan-akan ia bukan penduduk bumi yang didiaminya ini lagi. Sungguh, seolah-olah ia adalah Malaikat yang hidup di lingkungan Malaikat, bergaul dan berbicara dengannya, seraya bertemu muka dan bersalaman dengannya.

Suatu waktu, tatkala terjadi pertentangan tajam di antara Kaum Muslimin, yaitu antara golongan Ali dan Muawiyah, tidak saja Imran bersikap tidak memihak. Bahkan ia juga meneriakkan kepada umat agar tidak campur tangan dalam perang tersebut, dan agar membela serta mempertahankan ajaran Islam dengan sebaik-baiknya.

Katanya pada mereka, “Aku lebih suka menjadi penggembala rusa di puncak bukit sampai saya meninggal, dari pada melepas anak panah kepada salah satu pihak, biar meleset atau tidak.”

Dan kepada orang-orang Islam yang ditemuinya, diamanatkan nya, “Tetaplah tinggal di masjidmu. Dan jika ada yang memasuki masjid, tinggallah di rumahmu. Dan jika ada lagi yang masuk hendak merampas harta atau nyawamu, maka bunuhlah dia.”

Rupanya, keimanan Imran bin Hushain membuktikan hasil yang sangat gemilang. Ketika ia mengidap suatu penyakit yang selalu mengganggu selama 30 tahun, tidak pernah ia merasa kecewa atau mengeluh. Bahkan, tak henti-hentinya ia beribadah kepada-Nya, baik di waktu berdiri, di waktu duduk dan berbaring. Begitulah Imran.

Ketika para sahabatnya dan orang-orang yang menjenguknya datang dan menghibur hatinya terhadap penyakitnya itu, ia tersenyum sambil ujarnya, “Sesungguhnya barang yang paling kusukai, ialah apa yang paling disukai Allah Swt.”

Dan sewaktu ia hendak meninggal, wasiatnya kepada kaum kerabatnya dan para sahabatnya, ialah: “Jika kalian telah kembali dari pemakamanku, maka sembelihlah hewan dan adakanlah jamuan.”

Demikian kisah Imran bin Hushain yang penuh inspirasi. Wallahu a’lam bisshawab.

BINCANG SYARIAH