Biidznillah, Indonesia bisa menuju negara maju. Selama kemudian negeri ini dipimpin oleh orang yang tepat dengan sistem yang baik pula, bagaimana Indonesia emas kelak?
Oleh: Ali Mustofa Akbar
JENDERAL Moshe Dayan (1915-1981), pemimpin militer sekaligus politikus Zionis Israel, dalam bukunya “Story of My Life” pernah mengatakan ada 3 kelemahan umat Islam.
Pertama: Moslems never learn from the past (orang Islam tidak pernah belajar dari masa lalu atau sejarah). Kedua: moslems do not plan carefully (orang Islam tidak punya rencana masa depan secara teliti/sistematis).
Dan ketiga: Moslems are the people who are lazy reading (orang Islam adalah kaum yang malas membaca).
Ketika ada seseorang dari kubu Zionis yang mengomentari isi bukunya: “Kenapa Anda membocorkan kelemahan mereka, apakah tidak berbahaya bagi kita?”.
Pria yang juga anggota intelijen ini menjawab: “Tenang saja, mereka tidak suka membaca…!”.
Meski keakuratan dari kesimpulan Moshe masih perlu dibuktikan lagi. Namun apa yang disampaikannya bisa jadi benar, karena yang hal itu tentu merupakan hasil penelitiannyanya di lapangan selama menjadi intelijen.
Kritik Moshe sejatinya sudah ada dalam ajaran Islam, seperti halnya perintah iqra’ (bacalah), peringatan Baginda Nabi ﷺ kepada muslim supaya tidak masuk ke dalam lubang untuk kedua kalinya, serta mempersiapkan segala kemampuan untuk menghadapi musuh.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
وَاَعِدُّوْا لَهُمْ مَّا اسْتَطَعْتُمْ مِّنْ قُوَّةٍ وَّمِنْ رِّبَاطِ الْخَـيْلِ تُرْهِبُوْنَ بِهٖ عَدُوَّ اللّٰهِ وَعَدُوَّكُمْ وَاٰ خَرِيْنَ مِنْ دُوْنِهِمْ ۚ لَا تَعْلَمُوْنَهُمْ ۚ اَللّٰهُ يَعْلَمُهُمْ ۗ وَمَا تُـنْفِقُوْا مِنْ شَيْءٍ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ يُوَفَّ اِلَيْكُمْ وَاَ نْـتُمْ لَا تُظْلَمُوْنَ
“Dan persiapkanlah dengan segala kemampuan untuk menghadapi mereka dengan kekuatan yang kamu miliki dan dari pasukan berkuda yang dapat menggentarkan musuh Allah, musuhmu, dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; tetapi Allah mengetahuinya. Apa saja yang kamu infakkan di jalan Allah niscaya akan dibalas dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dizalimi (dirugikan).” (QS: Al-Anfal: 60)
Syeikh Abdurrahman As-Sa’di menafsirkan ayat ini:
وَأَعِدُّوا : لأعدائكم الكفار الساعين في هلاككم وإبطال دينكم. مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ : كل ما تقدرون عليه من القوة العقلية والبدنية
“Makna wa’aiddu adalah persiapkanlah untuk menghadapi musuh kalian yaitu orang-orang kafir yang berusaha menghancurkan kalian dan agama kalian. Sedangkan makna maa istatho’tum min quwwah adalah mempersiapkan segala hal yang kalian miliki dari kekuatan akal maupun kekuatan fisik.”
Indonesia Emas
Berkaitan dengan planing ini, maka menarik manakala kita memcermati cita-cita negeri ini guna menuju Indonesia emas tahun 2045 yang telah dicanangkan oleh pemerintah dan stakeholder terkait.
Tak ketinggalan pula, impian Indonesia Emas ini juga menjadi bahan kampanye oleh ketiga pasangan capres dan cawapres 2024.
Dalam sebuah buku keluaran Kadin setebal 224 halaman yang berjudul “Peta Jalan Indonesia Emas 2045” dengan tagline; Indonesia makmur, bertumbuh secara berkelanjutan dan inklusif.
Visi ini dipandu oleh sasaran spesifik melalui empat pilar inti, yaitu yaitu ‘resilient growth, ‘prosperous economy’, ‘vibrant inclusive society’, dan ‘sustainable development.
Namun belum dijelaskan secara rinci langkah-langkah strategis dan perencanaanya, semisal sistem ekomoni seperti apa digunakan apa masih sistem ekomoni yang sekarang diterapkan, sistem interaksi antar manusia, sistem peradilan dst.
Kemudian tujuan yang disebut negara emas (maju) dalam buku ini juga sebagaimana negara maju versi PBB, seperti halnya menggunakan rasio-rasio kemajuan ekonomi maupun tehnologi.
Level Kesejahteraan Negara
Perlu diketahui, apabila dicermati secara mendalam bahwa bentuk kesejahteraan sebuah negara di belahan dunia ini dapat dipilah menjadi beberapa level, yakni:
Level 1: Kesejahteraan yang diperoleh oleh sebuah negara lebih karena menjajah alias mengeruk kekayaan negara lain. Contohnya: Amerika Serikat, dll.
Level 2: Kesejahteraan yang diperoleh lebih karena anugerah kekayaan alam yang melimpah ruah dari Rabb semesta alam. Contohnya: Qatar, dll.
Bagian 3: Kesejahteraan yang diperoleh lebih karena majunya sains dan tehnologi sebuah negara. Contohnya: Jepang, dll.
Level 4: Negara yang sejahtera dan juga mensejahterakan bangsa lain, negara yang maju secara sains-tehnologi dan juga maju manusianya. Contohnya: Negara Islam dirintis di masa Rasulullah ﷺ hingga Khilafah Utsmaniyah yang berpusat di Turki. Tentu dengan fluktuasi naik-turun peradaban, karena kekuasannya dipegang manusia, bukan cacat dari sistem peradabannya.
Meski begitu bahkan diakui orang-orang Barat sendiri, setidaknya Islam berhasil mengalami masa keemasan setidaknya selama 800 tahun. Ketika Barat kala itu masih dalam kegelapan yang dikenal dengan istilah “The Dark Ages” (zaman kegelapan), justru saat bersamaan peradaban Islam dalam kondisi “The Golden Ages” (zaman keemasan).
Justru Islam-lah saat itu yang membidani kemajuan peradaban Barat saat ini.
Kemajuan Hakiki
Dengan segala potensinya, Indonesia biidznillah bisa menuju negara maju. Selama kemudian negeri ini dipimpin oleh orang yang tepat dengan sistem yang baik pula.
Kemajuan yang dicita-citakan tentu bukan kemajuan yang semu dengan perilaku manusianya yang semakin mundur.
Sejahtera dan mensejahterakan, artinya kurang afdhal kalau majunya hanya untuk diri sendiri namun tidak mampu berbuat banyak menolong saudaranya seperti di Palestina, Rohingya, Uighur, dan lain sebagainya.
Pun kemajuan yang benar-benar menjadikan umat terbaik; beriman pada Allah dan menegakkan amar ma’ruf nahy munkar.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
كُنْتُمْ خَيْرَ اُمَّةٍ اُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ
“Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah.” (QS. Ali ‘Imran: 110).
Dalam Fathul Qadir oleh Imam Syauqani rahimahullah disebutkan:
قالَ مُجاهِدٌ: إنَّهم خَيْرُ أُمَّةٍ عَلى الشَّرائِطِ المَذْكُورَةِ في الآيَةِ. أيْ: كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ حالَ كَوْنِكم آمِرِينَ ناهِينَ مُؤْمِنِينَ بِاللَّهِ وبِما يَجِبُ عَلَيْكُمُ الإيمانُ بِهِ مِن كِتابِهِ ورَسُولِهِ وما شَرَعَهُ لِعِبادِهِ، فَإنَّهُ لا يَتِمُّ الإيمانُ بِاللَّهِ سُبْحانَهُ إلّا بِالإيمانِ بِهَذِهِ الأُمُورِ
“Mujahid berkata: mereka adalah umat terbaik dengan syarat-syarat yabg disebutkan dalam ayat tersebut. Maknanya ialah: mereka menjadi umat terbaik saat mereka menjadi penyuruh pada yang ma’ruf, pencegah dari yang mungkar dan beriman kepada Allah, dan beriman kepada apa yang wajib atas kalian imani dari kitab-Nya, Rasul-Nya, dan dengan syariah yang telah Allah tetapkan untuk hamba-hamba-Nya. Karena tidak sempurna iman kepada Allah kecuali juga beriman pada perkara-perkara tersebut.” (Imam Syauqani, Tafsir Fathul Qadir)
Walhasil negara yang maju yang hakiki adalah negara yang dengan kekuasaannya (tangannya) menjadi wasilah amar ma’ruf nahi munkar yakni menyebarkan dakwah Islam serta melarang kemunkaran seperti syirik, perzinahan, kriminalitas, LGBT, beserta kemunkaran-kemunkaran lain.
Maka dari itu penting bahwa umat Islam untuk kembali menuju peradaban emas sebagaimana yang telah dirintis oleh Rasulullah ﷺ dilanjutkan para Khulafaur Rasyidin (Salafush Shalih) dan para khalifah setelahnya dengan cara menerapkan syariah Islam secara kaffah yang bersumber dari Al-Quran dan Sunnah. Biidznillah, inii baru benar-benar negara emas. Wallahu A’lam.*
Pemerhati Sosial Politik