Adab dalam menagih maupun membayar kontrakan pun harus diperhatikan.
Antara penyewa dan yang menyewakan kontrakan di dalam Islam, keduanya masuk dalam kategori muamalah. Sehingga selain kesepakatan yang perlu diatur antara keduanya, adab dalam menagih maupun membayar kontrakan pun harus diperhatikan.
Sebagaimana diketahui, ramai menjadi perbincangan publik mengenai kasus penganiayaan kepada penyewa kontrakan. Seorang pemilik kontrakan, Kasman (63 tahun) diduga menganiaya salah satu penyewanya, Kamid (44) dengan menggunakan kapak karena menunggak selama tiga bulan di Jalan Ahmad Yani RT 11/RW 14 Kelurahan Rawamangun, Kecamatan Pulogadung, Jakarta Timur.
Dalam Islam, uang sewa yang menunggak disebut utang. Adapun perihal utang-piutang sejatinya tak lepas dari konsep ekonomi yang diatur oleh agama. Bahkan, Islam pun mengajarkan adab bagaimana harusnya seorang Muslim menagih utang kepada seseorang yang belum melunasi utangnya.
Dalam buku Konsep Ekonomi dalam Alquran karya Maharati Marfuah dijelaskan, asas utama dari utang piutang adalah saling menolong dalam kebaikan. Maka mengambil keuntungan dari utang bukanlah hal yang dibenarkan.
Begitu dengan mengambil keuntungan dari orang yang diutangi pun dilarang, Islam pun mengatur bagaimana harusnya seseorang menagih utang. Terutama menagih kepada orang-orang yang berutang dengan keadaan benar-benar tidak mampu.
Allah berfirman dalam Alquran Surah Al-Baqarah ayat 280 berbunyi, “Wa in kana dzu usrotin fanazhirptun ila maysarotin wa an tashoddaqu khorirun lakum in kuntum ta’lamun.” Yang artinya, “Dan jika orang (yang berutang itu) dalam kesulitan, maka berilah tenggang waktu sampai dia memperoleh kelapangan. Dan jika kamu menyedekahkan, itu lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.”
Dari ayat tersebut setidaknya terdapat anjuran untuk menunggu orang yang berutang jika mereka benar-benar tidak mampu. Tak hanya itu, jika sekirangnya orang yang memberikan utang berkeyakinan tidak membutuhkan uangnya dan orang yang berutang dalam keadaan sulit, maka agama pun menganjurkan untuk menyedekahkannya.
Namun apabila orang yang diutangi ternyata dalam keadaan mampu, apalagi sanggup berplesir ke luar negeri membeli barang-barang mewah, menagih utang uang sewa kontrakan sangatlah diperbolehkan. Hal ini berdasarkan unsur kepercayaan yang sama-sama telah disepakati di saat transaksi utang-piutang atau sewa-menyewa terjadi.