Merebut Masjid, Ini Kata Fikih

Ada sekelompok umat Islam yang senang merebut masjid. Merebut masjid? Ya, begitu. Lalu, apa tujuannya? Bertujuan menguasai. Dimana imam, khotib dan yang mengisi kajian Islam dari kelompok mereka sendiri.

Kenapa kelompok tersebut tidak mencari lahan lain kemudian membangun masjid?

Disini masalahnya. Sebab mereka memiliki tujuan terselubung untuk menyebarkan doktrin tertentu. Fakta yang banyak ditemukan kelompok yang suka merebut masjid ini adalah kelompok radikal yang anti perbedaan madhab, gemar menyalahkan amaliah kelompok lain, menuduh bid’ah, murtad dan kafir mereka yang tidak sepandang dengan kelompoknya.

Fenomena ini berbeda dengan konsep memakmurkan masjid. Dengan kata lain, tujuan mereka bukan memakmurkan masjid, namun agar lebih mudah dan praktis menjalankan propaganda doktrin radikal mereka.

Bagaimana fikih menyikapi hal ini?

Diantara penjelasannya bisa dibaca dalam kitab Hasyiyah al Jamal (3/584). Apabila orang atau pihak yang mewakafkan memberikan syarat-syarat tertentu, seperti tidak boleh disewakan, atau tidak boleh mendahulukan pihak tertentu, maka syarat yang disebut oleh waqif (orang yang mewakafkan) harus diikuti.

Masih dalam kitab yang sama, kalau orang yang mewakafkan tanah untuk pembangunan masjid atau madrasah untuk pihak tertentu, hal itu juga harus diikuti.

Dengan demikian, mayoritas masjid di Indonesia biasanya diperuntukkan untuk penduduk sekitar dalam pengelolaan dan pengurusannya. Orang atau pihak yang mewakafkan telah memberikan wewenang untuk masyarakat sekitar tentang pemanfaatan masjid atau mushalla.

Sehingga, apabila ada kelompok lain yang datang kemudian bermaksud menguasai masjid tersebut hukumnya haram, sebab telah melanggar persyaratan yang telah dibuat atau dikatakan oleh orang atau pihak yang mewakafkan.

Apalagi kelompok yang gemar merebut masjid tersebut nyata-nyata memiliki sikap ekslusif alias anti perbedaan. Lebih jauh, sebagai kelompok yang menebarkan bibit-bibit radikalisme dengan sikap mereka yang anti perbedaan pendapat dan sampai pada taraf mengkafirkan kelompok lain.

Fenomena ini tentu bukan kabar baik bagi peradaban Islam di Indonesia. Sejak ratusan tahun lalu, Islam mengajarkan tentang perbedaan pendapat dalam kehidupan beragama, baik perbedaan madhab maupun perbedaan agama. Dan, Islam mengajarkan persaudaraan, bukan perpecahan.

ISLAMKAFFAH