Kasus-kasus pesantren terafiliasi paham radikal terus bermunculan. Teranyar adalah Pesantren al Zaitun yang terindikasi menjadi gerbong penyebaran virus radikalisme, bahkan menjadi sarang kelompok Negara Islam Indonesia yang terbukti telah melakukan pemberontakan. Ternyata, kegagalan mereka dulu terus menyemai dendam kepada negara Indonesia dan berusaha akan mengulanginya.
Hal ini menjadi ancaman bagi generasi muda muslim yang berniat menimba ilmu di pesantren. Dunia pesantren telah disusupi oleh kelompok radikal dan kelompok pemberontak. Oleh karena itu, harus selektif memilih pesantren. Kriteria paling mudah memilih pesantren yang baik adalah, pesantren tersebut telah ada sejak dulu dan bertahan sampai saat ini, terutama pesantren-pesantren NU.
Karena itu, dalam agama Islam ada beberapa peringatan bagi para penuntut ilmu yang harus direnungkan. Sebagai alarm peringatan supaya ketika mencari ilmu tidak terjebak pada tujuan yang salah sehingga menimbulkan mafsadat bagi diri dan orang lain.
Peringatan tersebut salah satunya disampaikan melalui lisan Imam Ghazali, kemudian beliau menuangkannya berbentuk tulisan dalam karyanya Bidayatul Hidayah.
Pertama, mencari ilmu hendaklah diniatkan sebagai bekal kehidupan akhirat kelak. Dalam mencari ilmu niat utamanya adalah ingin menggapai ridha Allah dan kehidupan akhirat yang baik. Sehingga dalam menuntut ilmu tidak terbersit sedikitpun keinginan untuk menggunakan ilmu agama yang diperoleh untuk hal-hal yang tidak bermanfaat.
Ciri pencari ilmu model ini selalu menebarkan kebaikan, tidak senang bermusuhan, apalagi melakukan tindakan kekerasan seperti aksi-aksi terorisme. Dalam dirinya tersimpan keyakinan yang kuat bahwa segala aktifitas yang menciderai nilai-nilai kemanusiaan adalah larangan agama. Perbedaan pada manusia; agama, suku, etnis dan sebagainya merupakan kodrat Tuhan.
Kedua, mencari ilmu untuk tujuan duniawi. Ilmunya hanya dimanfaatkan untuk memperoleh kemanfaatan duniawi, seperti kekuasaan, kemuliaan dan harta. Padahal dirinya memahami bahwa hal semacam itu termasuk kehinaan, hatinya lemah dan niatnya hina.
Namun, karena dorongan hawa nafsu duniawi semua itu tetap dilakukan. Alarm peringatan ini, zaman sekarang juga berlaku bagi para pendiri lembaga pendidikan seperti pesantren yang didirikan hanya untuk tujuan duniawi semata. Apalagi, kalau tujuan mendirikan pesantren tersebut hanya tipu daya untuk mengelabuhi masyarakat.
Lanjut Imam Ghazali, tipe manusia seperti dikhawatirkan tetap tenggelam dalam kehinaan tersebut sampai ajal menjemput, sehingga ia masuk pada golongan orang celaka dalam golongan yang ketiga berikut ini.
Ketiga, kelompok yang terpedaya oleh setan. Ilmunya dimanfaatkan sebagai media menumpuk harta, berbangga dengan jabatan dan sombong dengan banyaknya orang-orang yang mengikuti atau tunduk kepadanya.
Ciri kelompok ini bangga terhadap pengetahuan yang dimilikinya. Seolah-olah hanya dirinya orang yang berilmu dan yang lain salah. Ciri lainnya mereka pandai bicara layaknya seorang ulama, padahal dirinya tamak Dunai lahir batin. Mereka menyerukan orang lain berbuat baik, padahal dirinya tersesat.
Kelompok ketiga ini sangat dikhawatirkan menjadi orang yang sesat dan merugi. Bagaimana mungkin dirinya akan bertaubat karena mengira dirinya adalah orang yang baik. Contoh kelompok ini di masa kini adalah para mubaligh yang tidak memiliki kecukupan dan kecakapan ilmu agama, mereka tenar karena media, kemudia memiliki banyak pengikut, lalu menyampaikan materi keagamaan sekalipun salah.
Akhirnya, banyak orang yang tertipu dan berujung pada penyesatan massal. Semakin berkembangnya paham-paham keagamaan yang menyimpang saat ini, termasuk paham radikal, merupakan buah dari kelompok ketiga ini.