Serangan gabungan rezim dan Rusia dilaporkan telah menggunakan amunisi terlarang telah hingga menewaskan hampir 40 orang warga sipil sejak 26 Januari 2016. Hal itu sebagaimana dilaporkan lembaga pengawas HAM, Human Rights Watch (HRW).
HRW mengatakan, selama dua minggu terakhir, pemerintah Suriah dan pasukan militer Rusia melakukan serangan udara dengan menggunakan bom curah. Padahal itu dilarang secara hukum internasional.
Dalam sebuah laporan yang dirilis pada Senin, setidaknya ada 14 serangan menggunakan senjata di lima daerah sejak 26 Januari yang menewaskan puluhan warga, anak-anak, dan beberapa orang terluka.
Sejak 2010, konvensi internasional telah melarang penggunaan senjata amunisi karena memiliki dampak yang berbahaya.
Beberapa serangan amunisi terjadi di daerah utara Aleppo yang menyebabkan puluhan ribu orang mengungsi ke perbatasan Turki.
HRW melansir, di kota Anadan, pada 27 Januari, serangan amunisi Rusia terjadi di sebuah rumah sakit yang menewaskan seorang perawat.
Pada hari yang sama di daerah Homs tengah, pesawat menjatuhkan amunisi di Kafr Laha, sebuah kota di wilayah yang dikuasai pejuang. Serangan itu menewaskan sedikitnya enam orang dan melukai 59 orang lainnya, termasuk 27 anak-anak.
“Kami dapat mengkonfirmasi Rusia memang menggunakan bom cluster, khususnya RBK-500 Shoab-05, RBK-500 AO-2,5RTM dan RBK-500 SPBE,” kata Kirill Mikhailov, juru bicara Tim Konflik Intelligence (CIT) seperti dilansir Al Jazeera, Selasa (9/2).
Kementerian Pertahanan Rusia telah berulang kali menyangkal hal ini, bahkan mereka mengaku tidak ada amunisi termasuk di pangkalan udara Suriah.
Tapi bukti yang ditemukan dan diterbitkan media Rusia, termasuk Sputnik, dengan jelas menunjukkan, adanya amunisi terlarang yang digunakan oleh Rusia.
Kelompok pemantau Hak Asasi Manusia dari Inggris mengatakan, serangan udara Rusia sejak September tahun lalu, menewaskan sedikitnya 1.000 warga sipil, termasuk 300 anak-anak. (Eka Aprila)