Self harm adalah tindakan sengaja menyakiti diri sendiri, baik secara fisik maupun emosional. Tindakan ini dapat berupa berbagai macam, seperti menyayat kulit, membakar diri, menjambak rambut, menggaruk-garuk kulit, atau mengonsumsi obat-obatan secara berlebihan.
Self harm sering dikaitkan dengan gangguan kesehatan mental, seperti depresi, kecemasan, dan gangguan kepribadian. Namun, orang yang tidak memiliki gangguan kesehatan mental juga dapat melakukan self harm. Misalnya, ketika putus cinta, seorang akan rawan melakukan self harm.
Dalam jurnal yang ditulis oleh Ananda Nur Shafira dan Giur Hargiana yang berjudul Self Harm Behavior Pada Mahasiswa Keperawatan (2022) ia mengatakan bahwa umumnya self harm dilakukan ketika kondisi psikis sedang cemas, marah, kesepian, frustasi, depresi dan gangguan jiwa”. Mereka menyakiti diri sendiri untuk mengekspresikan psikologinya berupa kemarahan, kerasnya hidup, ketidakpedulian orang lain dengan menyakiti diri sendiri.
Tindakan-tindakannya bisa berupa meminum atau memakan yang membahayakan kesehatannya, mengcuting dengan silet di bagian lengan, membenturkan kepalanya, memukul, dan tindakan-tindakan lain yang sekiranya merugikan diri sendiri. Karena pada dasarnya, segala sesuatu yang dapat merugikan atau membahayakan dirinya dan kesehatannya bisa dikatakan sebagai self harm.
Self harm terjadi dan dilakukan biasanya oleh anak-anak dan para pemuda dari umur 12-25 tahun, yang dimana kondisi emosional serta psikis nya belum matang atau labil, terlepas dari kondisi psikologi individu perilaku self harm juga dilakukan oleh orang yang sisi keagamaannya belum mapan, atau justru jauh dari agama. Dengan hal ini ia tidak punya sosok atau sesuatu yang dijadikan sebagai sandaran yakni Tuhan.
Larangan self-harm dalam Islam didasarkan pada beberapa ayat Al-Qur’an dan hadits nabi Muhammad SAW. Salah satunya adalah ayat berikut:
وَلَا تَقْتُلُوْٓا اَنْفُسَكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيْمًا
Artinya; Dan janganlah kamu membunuh dirimu sendiri. Sesungguhnya Allah Maha Penyayang kepadamu.” (QS. An-Nisa: 29)
Narasi ini termaktub dalam kitab (hadits) Al-Arba’in Al-Nawawiyah yang dihimpun Imam Nawawi Laa dharara wa laa dirara, yang artinya “Janganlah memberikan kemudaratan pada diri sendiri, dan jangan pula memudharatkan orang lain” (HR. Ibnu Majah dan Daruquthni).
Hadits ini meneguhkan betapa pentingnya kesehatan, tanggung jawab terhadap diri sendiri, serta bentuk kecintaan dan menghargai setiap makhluk hidup terutama manusia.
Seluruh ulama sepakat bahwa berbuat dzalim atau menyakiti diri sendiri self harm hukumnya haram di tegaskan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim berbunyi;
عَنْ أَبِى ذَرٍّ الغِفَارِي رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَفِيْمَا يَرْوِيْهِ عَنْ رَبِّهِ عَزَّ وَجَلَّ أَنَّهُ قَالَ: يَا عِبَادِى إِنِّى حَرَّمْتُ الظُّلْمَ عَلَى نَفْسِى وَجَعَلْتُهُ بَيْنَكُمْ مُحَرَّمًا فَلاَ تَظَالَمُوا
Artinya; Wahai para hamba-Ku, sesungguhnya telah aku haramkan atas diri-ku perbuatan zhalim dan Aku jadikan ia diharamkan di antara kamu; maka janganlah kalian saling berbuat zhalim.” (HR Muslim).
Mengapa Islam melarang umatnya menyakiti diri sendiri begitupun orang lain? Sebab tindakan tersebut termasuk dalam perbuatan yang menimbulkan kerugian bagi diri sendiri dan orang lain. Pun, perbuatan tersebut termasuk tindakan yang zalim.
Artinya kerugian yang dialami oleh seseorang baik berupa sakit secara fisik, maupun non fisik yang dilakukan oleh diri sendiri tidak akan terlupakan begitupun sebaliknya dan Allah membenci umat yang seperti itu.
Dikatakan dalam Al Qur’an surat An Nisa Ayat 168 yang berbunyi ;
اِنَّ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا وَظَلَمُوْا لَمْ يَكُنِ اللّٰهُ لِيَغْفِرَ لَهُمْ وَلَا لِيَهْدِيَهُمْ طَرِيْقًاۙ
Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan orang yang melakukan kezaliman, Allah tidak akan mengampuni mereka, dan tidak akan menunjukkan kepada mereka jalan (yang lurus). (An Nisa Ayat 168).
وَمَنْ يَظْلِمْ مِنْكُمْ نُذِقْهُ عَذَابًا كَبِيرً
Artinya: “Barangsiapa di antara kamu yang berbuat zalim, niscaya kami rasakan kepadanya azab yang besar. (Al Furqan ayat 19).
Ayat diatas melarang umatnya untuk tidak berbuat dzalim terhadap diri sendiri dan juga orang lain, jika diantara kita melakukan keburukan maka Allah sendiri akan menutup jalan serta memadamkan cahaya-Nya, dan azab yang pedih, barang siapa seorang berjalan diatas kegelapan, keburukan maka hanya kepedihan dan penderitaan yang didapatkan.
Al-Qur’an memberikan kita satu informasi terkait dengan kesedihan yang di ratapi oleh hamba, namun ia memilih bunuh diri, ayat itu tersurat dalam Al Kahfi [16] ayat 6;
فَلَعَلَّكَ بَاخِعٌ نَّفْسَكَ عَلٰٓى اٰثَارِهِمْ اِنْ لَّمْ يُؤْمِنُوْا بِهٰذَا الْحَدِيْثِ اَسَفًا
Artinya; Maka, boleh jadi engkau (Nabi Muhammad) akan mencelakakan dirimu karena bersedih hati setelah mereka berpaling sekiranya mereka tidak beriman kepada keterangan ini (Al-Qur’an).