Jomlo Bagian dari Zuhud, Tapi Menikah juga Ibadah

Bagi sebagian orang menyandang status jomlo (membujang) lalu tidak kunjung menikah, hal itu adalah sebuah momok. Karena orang yang jomlo acapkali menjadi objek perundungan dari lingkungan sekitarnya. Entah dari lingkungan pertemanan ataupun lingkungan keluarga.

Sebagian ulama seperti Syekh Zainuddin al-Malibari dalam kitabnya yang berjudul Hidayat al-Adzkiya ila Thariq al-Auliya mengulas tentang jomlo (‘azuban) dan memasukkannya dalam kategori zuhud. Ia menulis dalam kitabnya satu bait syair:

واترك من الأزواج من ما ساعدت # في طاعة واختر عزوبا فاضلا

Tinggalkanlah pasangan yang tidak dapat menolongmu dalam ketaatan. Pilihlah jalan kejomloan, itu lebih utama. (Dibandingkan pasangan yang melalaikan dari taat kepada Allah swt).

Dalam syarah kitab yang ditulis Syekh Abu Bakar ad-Dimyathi dengan judul Kifayatul Atqiya dijelaskan bahwa sebagai seorang murid (orang yang sedang menuju Allah Swt) harus bersikap zuhud dari  segala sesuatu yang dapat membuat lupa dari Allah Swt (kullu ma yusyghiluka ‘an Allah yajib an tazhada fih).

Perlu diingat bahwa anjuran memilih jomlo (membujang) dibandingkan dengan menikah di sini mesti diposisikan dari sudut pandang tasawuf. Bagi salik sifat zuhud merupakan bagian dari cara untuk menuju Allah Swt. Oleh karenanya, segala sesuatu yang dapat menjauhkan dari-Nya, termasuk jika memiliki pasangan, menjadi suatu keharusan.

Namun demikian, Syekh Abu Bakar melanjutkan penjelasannya ditinjau dari sisi fikih. Mengutip pendapat Imam mazhab, seperti mazhab Hanafi, yang menjadikan pernikahan sebagai bagian dari ibadah, maka menikah lebih utama dibandingkan menjomlo.

Begitu pun dengan Salik yang menikah, meski misalkan pasangannya menjadi ujian baginya, asalkan tidak menjadikannya lupa kepada Allah Swt, maka hal itu lebih utama.

Bagi kita yang memilih jomlo karena khawatir akan mengganggu fokus dalam meraih cita-cita dan ibadah, maka hal itu sudah sesuai dengan tuntunan sikap sufi yakni zuhud. Namun demikian, bagi sebagian orang yang sudah tidak kuat untuk menikah, maka hendaknya segera menikah. Wallahu A’lam.

BINCANG SYARIAH

Bolehkah Menjomblo untuk Kemaslahatan Umat?

ADA seorang pemuda yang percaya, dirinya akan lebih berguna untuk agama, bangsa dan masyarakatnya dalam statusnya saat ini: jomblo alias membujang. Bagaimana Islam mengatur persoalan ini, terutama berkaitan dengan dalih membujangnya itu yang seolah-olah untuk kemaslahatan umat?

Untuk itu, bisa dijawab sebagai berikut:

Allah SWT menciptakan manusia dan menjadikan di antara tanda kekuasaan-Nya adalah Dia menciptakan suami isteri laki-laki perempuan, dan Dia jadikan diantara keduanya rasa cinta dan kasih sayang dalam pernikahan sesuai hukum-hukum syara. Allah SWT berfirman:

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (QS ar-Rum [30]: 21)

Islam mendorong untuk menikah. Menikah itu lebih menundukkan pandangan, lebih menjaga kemaluan, lebih menenangkan jiwa dan lebih menjaga agama:

Imam al-Bukhari telah mengeluarkan dari Abdullah ra, ia berkata: kami bersama Nabi saw lalu beliau bersabda:

“Siapa saja diantara kalian yang sanggup menikah maka hendaklah dia menikah, sesungguhnya itu lebih menundukkan pandangan, lebih menjaga kemaluan, dan siapa saja yang tidak mampu maka hendaklah dia berpuasa karena puasa itu perisai baginya.”

– Al-Hakim telah mengeluarkan di al-Mustadrak dari Anas bin Malik ra., bahwa Rasulullah saw bersabda:

“Siapa yang diberi Allah isteri shalihah, maka sungguh Allah telah menolongnya atas separo agamanya, maka hendaklah ia bertakwa kepada Allah pada separo lainnya.”

Al-Hakim berkata: “hadits ini sanadnya shahih.” Dan disetujui oleh adz-Dzahabi.

Kemudian orang yang berusaha untuk menikah guna menjaga kesuciannya, dia adalah salah seorang dari tiga golongan yang akan ditolong Allah SWT. Imam Ahmad telah mengeluarkan di Musnad-nya dari Abu Hurairah dari Nabi saw, beliau bersabda:

“Tiga golongan yang masing-masing menjadi hak Allah SWT untuk menolongnya: seorang mujahid di jalan Allah, orang yang menikah demi menjaga kesucian dirinya, dan al-muktab (hamba sahaya yang mengikat perjanjian dengan tuannya membayar sejumlah harta untuk memerdekakan dirinya) yang ingin membayarnya.”

Rasulullah saw melarang tidak menikah bagi orang yang mampu menikah. An-Nasai telah mengeluarkan dari Samurah bin Jundub dari Nabi saw:

Bahwa Beliau melarang membujang (tidak menikah selamanya). Ibn Majah juga telah mengeluarkan hadits demikian.

Rasul saw telah berpesan kepada para bapak jika datang kepada mereka orang yang mereka ridhai agama dan akhlaknya agar menikahkannya. At-Tirmidzi telah mengeluarkan dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah saw bersabda:

“Jika datang mengkhitbah kepada kalian orang yang kalian ridhai agama dan akhlaknya maka nikahkan dia, jika tidak kalian lakukan maka akan ada fitnah di muka bumi dan kerusakan yang besar.”

Ibn Majah telah mengeluarkan dengan lafazh:

“Jika datang kepada kalian orang yang kalian ridhai akhlaknya dan agamanya maka nikahkan dia, jika tidak kalian lakukan maka akan ada fitnah di muka bumi dan kerusakan yang besar.”

Demikian juga Rasul saw berpesan agar dipilih seorang wanita shalihah yang memiliki kebaikan agama yang menjaga suaminya, anak-anaknya dan rumahnya. Al-Bukhari dan Muslim telah mengeluarkan dari Abu Hurairah ra., dari Nabi saw, Beliau bersabda:

“Seorang wanita dinikahi karena empat hal: karena hartanya, keturunannya, kecantikannya dan karena agamanya. Maka pilihlah wanita yang memiliki agama, niscaya selamat tanganmu.”

Sedangkan ucapan Anda “ada hadits yang mengatakan yang maknanya “fusq al-ummah adalah orang yang tidak menikah”, maka hadits ini dhaif. Hadits itu seperti berikut: Ahmad telah mengeluarkan di Musnad-nya dari seorang laki-laki dari Abu Dzar, ia berkata: “seorang laki-laki yang disebut Akaf bin Bisyr at-Tamimi menemui Rasulullah saw lalu Nabi saw bersabda kepadanya:

“Ya Akaf apakah kamu punya isteri?” Ia menjawab: “tidak” Nabi bersabda: “sesungguhnya sunnah kami adalah pernikahan. Dan seburuk-buruk dari kalian adalah orang yang tidak menikah (uzb)”

Hadits ini sanadnya dhaif karena kemajhulan seorang perawi dari Abu Dzar. Dan karena kekacauan yang terjadi pada sanad-sanadnya. Ath-Thabarani mengeluarkan di Mujam al-Kabr dan yang lain dari jalur Buqiyah bin Walid, keduanya dari Muawiyah bin Yahya dari Sulaiman bin Musa dari Makhul dari Udhaif bin al-Harits dari Athiyah bin Busrin al-Mazini, ia berkata: “Akaf bin Wadaah al-Hilali datang kepada Rasululla saw lalu ia menyebutkannya. Sanad ini dhaif karena Muawiyah bin Yahya ash-Shadfiy, dan Buqiyah bin al-Walid juga dhaif.

Orang yang tidak menikah (al-uzb) tentu saja bukan lantas seburuk-buruk manusia. Akan tetapi bisa jadi seburuk-buruk orang itu ada dari al-uzb, dan dari selain mereka, sesuai sejarah masing-masing.

Ringkasnya, Rasul saw mendorong untuk menikah bagi orang yang mampu untuk menikah. Menikah itu lebih menjaga agama seseorang, lebih membentengi kemaluan dan lebih menundukkan pandangan Demikian juga Rasul saw melarang membujang (at-tabattul) yakni tidak menikah selamanya

Atas dasar itu, selama Anda wahai penanya, mampu menikah, maka saya berpesan untuk menikah dan Anda pilih seorang wanita shalihah, Anda kerahkan segenap usaha dalam membangun keluarga yang saleh, ikhlaskan untuk Allah SWT, dan jujurlah dengan Rasulullah saw. Dan sungguh Anda dengan izin Allah SWT Anda akan mampu menumbuhkan anak-anak Anda dengan pertumbuhan yang saleh. Dan Allah menjadi penolong orang-orang saleh.

INILAH MOZAIK

Masa Penantian, Ujian Berat bagi Seorang Gadis

MERINDUKAN pendamping hidup adalah fitrah setiap insan. Wanita, sebagai makhluk Allah yang cenderung ingin diayomi atau dilindungi, tentu wajar berharap pula akan kehadiran seorang ikhwan dalam hidupnya.

Dan saat menanti adalah ujian berat bagi seorang gadis. Sebagai bunga yang sedang mekar atau yang mungkin telah mekar sekian lama, seringkali ia terlena dengan tawaran manis si kumbang yang datang mempesonanya.

Sayang, kebanyakan kumbang-kumbang itu sekedar ingin menggoda saja. Malah ada pula yang sekedar ingin menghisap madunya tanpa mau bertanggung jawab. Naudzubillah! Begitulah fakta di masa kini.

Realita fitnah syahwat yang terjadi di mana-mana hingga banyak wanita kehilangan kehormatannya. Karena itu, setiap gadis muslimah hendaknya pandai-pandai menjaga diri dan selalu berhati-hati, jangan sampai tertipu. Lalu, apa yang sebaiknya dilakukan oleh seorang gadis muslimah dalam penantian?

a. Memperbanyak amal ibadah

Seorang muslimah dalam masa penantian hendaknya semakin mendekatkan diri kepada Allah. Pendekatan diri kepada Allah dengan memperbanyak amal ibadah, khususnya ibadah sunnah. Karena ia bisa menjadi perisai diri dari berbagai godaan.

b. Doa dan tawakal

Rezeki, maut, termasuk jodoh manusia sudah diatur oleh Allah, dan Dia Maha Mengetahui yang terbaik bagi hambaNya, yang bisa kita lakukan adalah berikhtiar dan berdoa, kemudian bertawakal kepadaNya.

Hanya kepada Allah kita berserah diri dan mohon pertolongan. Berdoalah agar segera dikaruniai jodoh yang shalih, yang baik agamanya, dan bisa membawa kebahagiaan bagi kita di dunia dan akhirat. Yakinlah Allah akan memberikan yang terbaik. Bukankah Dia akan mengikuti persangkaan hambaNya? Karena itu jangan pernah berburuk sangka terhadap Allah.

c. Mempersiapkan diri, membekali diri dengan ilmu

Bekali diri dengan ilmu, khususnya ilmu agama, terutama yang berkaitan dengan kerumah tanggaan. Lalu, bekali diri dengan keterampilan berumah tangga. Seorang suami tentu saja akan senang bila istrinya terampil dan cekatan.

Terakhir, persiapkan diri menjadi istri shalihah dan sebaik-baik perhiasan bagi suami. Jangan lupa untuk merawat diri agar selalu tampil cantik dan segar. Tapi ingat, kecantikan itu tidak untuk diumbar sembarangan, persembahkan hanya untuk suami tercinta kelak.

Kepada para ikhwan

Bagi para ikhwan, ketahuilah sesungguhnya telah banyak akhwat yang siap. Mereka menunggu pinanganmu. Mereka menunggu keberanianmu. Tunggu apalagi jika engkau pun sudah siap menikah dan merindukan seorang istri?

Ayolah, jangan ikhlaskan wanita-wanita shalihah itu dinikahkan dengan lakilaki yang tak baik agamanya. Ingat bahwa Allah akan menolong seorang pemuda yang berniat menikah demi menyelamatkan agamanya. Karena itu, bersegeralah mencari pendamping yang bisa membantumu bertaqwa kepada Allah.

 

[Majalah Nikah]

Jangan Kelamaan Jomblo, Bahaya!

Roda zaman terus berputar. Berbagai fenomena aneh pun bermunculan, serta kebiasaan-kebiasaan yang dulu dilarang akan menjadi terlihat biasa. Salah satunya adalah hidup sendiri (jomblo), hingga memutuskan untuk tidak menikah karena terlalu sibuk dengan urusan duniawi.

Memutuskan diri untuk jomblo dalam waktu yang lama, ini merupakan salah satu tanda akhir zaman. Tanpa alasan yang syari, mereka menunda-nunda pernikahan mereka, padahal umur mereka sudah menjelang senja. Dimana batas ideal menikah bagi perempuan di usia 25 tahun, dan bagi laki-laki di usia 28 tahun.

Anehnya, di era ini, banyak yang berbangga lama hidup sendiri, karena akan dianggap orang intelek yang sangat pemilih dalam menentukan pasangan. Sayyidina Umar bin Khattab pernah menyampaikan kalimat singkat yang bermakna sindiran telak bagi laki-laki yang lama menjomblo dan berbangga dengannya.

“Tidak ada yang menghalangimu menikah, kecuali kelemahan atau kemaksiatan,” kata Umar bin Khattab, diriwayatkan oleh Ibnu Hazm dalam kitab Al-Muhalla.

Ini juga dijelaskan dalam buku berjudul ‘The Perfect Muslimah’, Khalifah kedua itu menjelaskan, ada hal-hal yang membuat seorang pemuda kesulitan dalam mendapatkan pasangan untuk menikah. “Kata Umar bin Khattab, ada dua hal mengapa pemuda itu susah menikah. Pertama karena kejantanannya dan kedua karena banyaknya maksiat,” tulis Ahmad Rifa’i Rif’an dalam bukunya.

Umar bin Khattab yang merupakan Khalifah kedua kaum Muslimin ini terkenal sebagai sosok yang berani dan tegas dalam semua hukum Islam. Selain ditakuti oleh setan, Umar juga terkenal sebagai sosok yang menjadi penghalang bagi timbulnya fitnah.

Melalui nasihat ini, Umar hendak menegaskan, beratnya ujian orang yang lama menyendiri, padahal terdapat banyak kesempatan menikah yang menghampirinya. Saat kesempatan menikah menyapa, kemudian seseorang tidak menyambutnya dengan segera, ada bahaya besar yang tengah menunggu di kemudian hari akibat kelamaan hidup sendiri.

Umar, melalu nasihat ini, tidaklah menyatakan bahwa orang yang belum menikah adalah pendosa dan lemah dalam hubungan suami-istri. Ia juga tidak menyatakan bahwa orang yang sudah menikah terbebas dari dosa dan kuat dalam hubungan badan.

Kalimat ini merupakan cara Umar dalam memotivasi kaum muslim di masanya dan masa setelahnya sampai akhir zaman. Bahwa ketika seseorang enggan menikah, padahal mampu secara fisik, pikiran, dan rohani, maka ia sedang berada dalam bahaya yang besar.

Apalagi di zaman serba canggih ini, saat serbuan maksiat siap masuk ke lini-lini paling privasi dalam kehidupan seseorang. Jika yang sudah menikah saja berpeluang besar untuk tergoda, apalagi yang sendirian?

 

REPUBLIKA

Lihatlah! Betapa Bahayanya Jika Menjomblo

ADA seorang pemuda yang percaya, dirinya akan lebih berguna untuk agama, bangsa dan masyarakatnya dalam statusnya saat ini: jomblo alias membujang. Bagaimana Islam mengatur persoalan ini, terutama berkaitan dengan dalih membujangnya itu yang seolah-olah untuk kemaslahatan umat?

Untuk itu, bisa dijawab sebagai berikut:

Allah SWT menciptakan manusia dan menjadikan di antara tanda kekuasaan-Nya adalah Dia menciptakan suami-isteri laki-laki perempuan, dan Dia jadikan di antara keduanya rasa cinta dan kasih sayang dalam pernikahan sesuai hukum-hukum syara. Allah SWT berfirman:

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.” (QS ar-Rum [30]: 21)

Islam mendorong untuk menikah. Menikah itu lebih menundukkan pandangan, lebih menjaga kemaluan, lebih menenangkan jiwa dan lebih menjaga agama:

Imam al-Bukhari telah mengeluarkan dari Abdullah ra, ia berkata: kami bersama Nabi saw lalu beliau bersabda:

“Siapa saja di antara kalian yang sanggup menikah maka hendaklah dia menikah, sesungguhnya itu lebih menundukkan pandangan, lebih menjaga kemaluan, dan siapa saja yang tidak mampu maka hendaklah dia berpuasa karena puasa itu perisai baginya.”

– Al-Hakim telah mengeluarkan di al-Mustadrak dari Anas bin Malik ra, bahwa Rasulullah saw bersabda:

“Siapa yang diberi Allah isteri saleh, maka sungguh Allah telah menolongnya atas separo agamanya, maka hendaklah ia bertakwa kepada Allah pada separo lainnya.”

Al-Hakim berkata: “hadis ini sanadnya sahih.” Dan disetujui oleh adz-Dzahabi.

Kemudian orang yang berusaha untuk menikah guna menjaga kesuciannya, dia adalah salah seorang dari tiga golongan yang akan ditolong Allah SWT. Imam Ahmad telah mengeluarkan di Musnad-nya dari Abu Hurairah dari Nabi saw, beliau bersabda:

“Tiga golongan yang masing-masing menjadi hak Allah SWT untuk menolongnya: seorang mujahid di jalan Allah, orang yang menikah demi menjaga kesucian dirinya, dan al-muktab (hamba sahaya yang mengikat perjanjian dengan tuannya membayar sejumlah harta untuk memerdekakan dirinya) yang ingin membayarnya.”

Rasulullah saw melarang tidak menikah bagi orang yang mampu menikah. An-Nasai telah mengeluarkan dari Samurah bin Jundub dari Nabi saw:

 

 

Bahwa Beliau melarang membujang (tidak menikah selamanya). Ibn Majah juga telah mengeluarkan hadis demikian.

Rasul saw telah berpesan kepada para bapak jika datang kepada mereka orang yang mereka rida agama dan akhlaknya agar menikahkannya. At-Tirmidzi telah mengeluarkan dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah saw bersabda:

“Jika datang mengkhitbah kepada kalian orang yang kalian rida agama dan akhlaknya maka nikahkan dia, jika tidak kalian lakukan maka akan ada fitnah di muka bumi dan kerusakan yang besar.”

Ibn Majah telah mengeluarkan dengan lafazh:

“Jika datang kepada kalian orang yang kalian ridhai akhlaknya dan agamanya maka nikahkan dia, jika tidak kalian lakukan maka akan ada fitnah di muka bumi dan kerusakan yang besar.”

Demikian juga Rasul saw berpesan agar dipilih seorang wanita shalihah yang memiliki kebaikan agama yang menjaga suaminya, anak-anaknya dan rumahnya. Al-Bukhari dan Muslim telah mengeluarkan dari Abu Hurairah ra, dari Nabi saw, beliau bersabda:

“Seorang wanita dinikahi karena empat hal: karena hartanya, keturunannya, kecantikannya dan karena agamanya. Maka pilihlah wanita yang memiliki agama, niscaya selamat tanganmu.”

Sedangkan ucapan Anda “ada hadis yang mengatakan yang maknanya “fusq al-ummah adalah orang yang tidak menikah”, maka hadits ini dhaif. Hadits itu seperti berikut: Ahmad telah mengeluarkan di Musnad-nya dari seorang laki-laki dari Abu Dzar, ia berkata: “seorang laki-laki yang disebut Akaf bin Bisyr at-Tamimi menemui Rasulullah saw lalu Nabi saw bersabda kepadanya:

“Ya Akaf apakah kamu punya isteri?” Ia menjawab: “tidak” Nabi bersabda: “sesungguhnya sunnah kami adalah pernikahan. Dan seburuk-buruk dari kalian adalah orang yang tidak menikah (uzb)”

Hadis ini sanadnya dhaif karena kemajhulan seorang perawi dari Abu Dzar. Dan karena kekacauan yang terjadi pada sanad-sanadnya. Ath-Thabarani mengeluarkan di Mujam al-Kabr dan yang lain dari jalur Buqiyah bin Walid, keduanya dari Muawiyah bin Yahya dari Sulaiman bin Musa dari Makhul dari Udhaif bin al-Harits dari Athiyah bin Busrin al-Mazini, ia berkata: “Akaf bin Wadaah al-Hilali datang kepada Rasululla saw lalu ia menyebutkannya. Sanad ini dhaif karena Muawiyah bin Yahya ash-Shadfiy, dan Buqiyah bin al-Walid juga dhaif.

Orang yang tidak menikah (al-uzb) tentu saja bukan lantas seburuk-buruk manusia. Akan tetapi bisa jadi seburuk-buruk orang itu ada dari al-uzb, dan dari selain mereka, sesuai sejarah masing-masing.

Ringkasnya, Rasul saw mendorong untuk menikah bagi orang yang mampu untuk menikah. Menikah itu lebih menjaga agama seseorang, lebih membentengi kemaluan dan lebih menundukkan pandangan Demikian juga Rasul saw melarang membujang (at-tabattul) yakni tidak menikah selamanya

Atas dasar itu, selama Anda wahai penanya, mampu menikah, maka saya berpesan untuk menikah dan Anda pilih seorang wanita shalihah, Anda kerahkan segenap usaha dalam membangun keluarga yang saleh, ikhlaskan untuk Allah SWT, dan jujurlah dengan Rasulullah saw. Dan sungguh Anda dengan izin Allah SWT Anda akan mampu menumbuhkan anak-anak Anda dengan pertumbuhan yang saleh. Dan Allah menjadi penolong orang-orang saleh. []

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2360549/lihatlah-betapa-bahayanya-jika-menjomblo#sthash.bon37oXu.dpuf