Makna Bagian Kedua dari Kalimat Talbiyah

BAGIAN kedua dari kalimat talbiyah adalah:

“Sesungguhnya segala puji, nikmat dan kerajaan hanya milik-Mu, tiada sekutu bagi-Mu.”

Bagian kedua dari kalimat talbiyah ini berisi pengakuan dan keyakinan mutlak akan kekuasaan dan kerajaan Allah Ta’ala serta kebesaran dan keagunganNya yang tiada tanding. Maka segala puji hanya layak diberikan kepada-Nya. Lebih dari itu, nikmat Allah Ta’ala tiada terkira kepada setiap hamba.

Tidak ada satupun bagian hidup kita kecuali bergantung dengan nikmat dan kasih sayangNya. Dialah yang menentukan dan mengatur segala kehidupan ini. Maka segala puji hanya layak dikembalikan kepada-Nya.

Inilah Tauhid Rububiyah yang juga tidak boleh hilang dalam diri seorang muslim. Pernyataan ini pun diperkuat dengan nilai tauhid yang mutlak dan murni yang tidak menerima sikap mendua; “Laa syariika lak” (tidak ada sekutu bagiMu).

Tauhid Rububiyah mengajarkan kita untuk bersandar dan bergantung dengan kekuatan dan kekuasaan Allah semata. Bahwa apapun kedudukan, kekuatan dan kebesaran yang kita miliki, atau yang dimiliki oleh makhluk apapun dan siapapun, semua itu tak ada apa-apanya dibanding kekuasaan dan kekuatan Allah yang sedikitpun kehidupan kita tidak dapat berpisah darinya.

Jangan sampai penyandaran dan kepasrahan kita dialihkan kepada diri sendiri atau makhluk lainnya dibanding kepada Allah. Apalagi pada saat yang sama dan tempat yang sama, jemaah haji dari berbagai penjuru dunia dikumpulkan dengan berbagai latar belakang sosial, pendidikan dan ekonomi yang beraneka ragam. Semua kebesaran dan simbol-simbol duniawi hendaknya ditanggalkan.

Maka, ketika sesaat sebelum ihram seseorang melucuti pakaian biasanya untuk diganti dengan kain ihram, hendaknya diapun melucuti kesombongannya dan keangkuhannya untuk kemudian menjadi hamba yang bersandar, bergantung dan memohon hanya kepada Allah Ta’ala.

Sebuah sikap yang tidak hanya dituntut saat dia melaksanakan ibadah haji, tapi dalam semua aspek kehidupannya, sebelum haji, saat haji maupun sesudah haji. Mengumandangkan kalimat talbiyah sambil meresapi makna yang terkandung di dalamnya, tentu akan lebih mampu mengetuk dinding-dinding hati dan lebih memberikan energi untuk semakin mempersembahkan ketundukan kepada Allah rabul izzati.

Wallahu Alam. [Ustadz Abdullah Haidir Lc]

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2323177/makna-bagian-kedua-dari-kalimat-talbiyah#sthash.9FkE6d4D.dpuf

Makna Bagian Pertama dari Kalimat Talbiyah

DALAM pelaksanaan haji, saat ihram khususnya, tidak ada untaian kalimat yang terasa amat menerbitkan keharuan dan getaran jiwa selain kalimat talbiyah. Bahkan yang belum berhaji sekalipun bisa jadi merasakan getaran tersebut sembari berharap dan menanti-kenanti kesempatan yang Allah berikan untuk melantunkannya di tempat dan waktu yang sesungguhnya.

Namun, yang sesungguhnya lebih penting dari itu adalah bagaimana makna yang terkandung dalam kalimat talbiyah meresap dalam jiwa, lalu berwujud dalam gerak nyata, dan kemudian menjadi sebuah keyakinan dan kepribadian mempesona. Karena dia mengandung hal yang sangat prinsip sekali dalam akidah kita.

Secara garis besar, kalimat talbiyah dapat dibagi dua bagian. Bagian pertama adalah”

“Aku penuhhi panggilanmu Ya Allah, tidak ada sekutu bagiMu, aku penuhi panggilanmu ya Allah.”

Labbaika adalah ungkapan penuh ketaatan saat mendengar panggilan yang diarahkan kepadanya . Dalam bahasa Arab, ungkapan ini diucapkan dari pihak yang lebih rendah kepada yang lebih tinggi, seperti anak kepada orang tuanya atau murid kepada gurunya. Sebagaimana para sahabat radhiallahhu anhum, jika dipanggil Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, mereka akan berkata, “Labbaika yaa Rasulallah.”

Dalam konteks ibadah haji, perjalanan yang panjang, ongkos dan beban berat yang harus dipikul serta berbagai kesulitan menghadang, takkan menghalangi kaum muslimin untuk memenuhi panggilan Allah menunaikan ibadah haji, jika Dia telah izinkan.

Di luar itu, sejatinya, “labbaika..” bukan hanya sebatas ucapan yang dilantunkan, tapi seharusnya menjadi keyakinan tak terpisahkan, bahwa tidak ada jawaban dan sikap yang paling pantas dari diri seorang mukmin saat mendengarkan dan menerima seruan Allah kecuali dia menyatakan “Kami dengar dan kami taat.”

Inilah terjemahan yang paling lugas dari kata “labbaik” itu. Sehingga, bukan hanya terhadap seruan haji, tapi terhadap seruan lainnya yang bersumber dari Allah Ta’ala, seperti salat, puasa, zakat, bakti kepada orang tua, menutup aurat, melaksanakan yang ma’ruf dan menjauhi yang munkar, lisaanul haal (sikap) kita hendaknya menyatakan “Labbaika yaa Allah.”

“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan Rasul-Nya apabila dia menyeru kamu kepada sesuatu yang memberi kehidupan kepada kamu” (QS. Al-Anfal: 24)

Inilah hakikat tauhid uluhiyah, tauhid ibadah dan penghambaan yang menuntut kita untuk selalu mewujudkan ibadah dan ketaatan kepada Allah Ta’ala. Dan inilah yang menjadi misi utama para rasul sejak awal hingga akhir. Bahkan pesan tauhid dipertegas lagi dengan kata “Laa syariika lak” (Tidak ada sekutu bagiMu), bahwa ibadah dan penghambaan harus murni kepada Allah Ta’ala semata. Tidak ada sekutu bagi-Nya, tidak ada ibadah untuk selain-Nya, apapun dan siapapun wujudnya.

[baca lanjutan: Makna Bagian Kedua dari Kalimat Talbiyah]

 

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2323175/makna-bagian-pertama-dari-kalimat-talbiyah#sthash.hPWqNgKE.dpuf