Saat itu, sebagaimana diriwayatkan Ibnu Jarir dari Ibnu Abbas, kaum kafir Quraisy bersekongkol bersama para pendeta Yahudi untuk menjatuhkan Rasulullah. Maka, diutuslah dua Quraisy, an-Nadlr bin al-Harits dan ‘Uqbah bin Abi Mu’ith. Oleh para pendeta Yahudi dua utusan ini diberi saran, “Jika be nar Muhammad itu seorang Rasul, pasti ia bisa menjawab tiga hal yang pernah terjadi. Tanyakan kepadanya tentang pemuda-pemuda yang pernah tinggal di dalam gua, seorang pengembara penakluk dari Masyriq hingga negeri Maghrib dan tentang apa itu ruh.”
Keduanya menghadap Rasulullah dan menanyakan ketiga hal tersebut. Rasulullah menyanggupi, “Aku akan menjawabnya tentang hal-hal yang kamu tanyakan itu besok (tanpa mengatakan Insya Allah).” Saat itu, Rasulullah sangat yakin bahwa Allah akan menurunkan wahyu tentang tiga hal tersebut.
Namun, selama 15 malam lamanya, Rasulullah menunggu-nunggu wahyu dari Allah. Bahkan, malaikat Jibril yang biasanya datang pun tak kunjung datang sehingga orang-orang Makkah saat itu tampak goyah. Betapa sedihnya Rasulullah dan tidak tahu apa yang harus beliau katakan kepada kaum kafir Quraisy.
Hingga suatu hari, Jibril datang menyampaikan wahyu tentang ketiganya sambil mengingatkan, “Dan janganlah sekali-kali kamu mengatakan tentang sesuatu, ‘Sesungguhnya aku akan mengerjakan atau menjawabnya esok hari”. Kecuali (dengan mengatakan), ‘Insya Allah’ (Jika Allah menghendaki). Dan ingatlah Tuhanmu jika engkau lupa dan katakanlah, “Mudah-mudahan Tuhanku akan memberiku petunjuk kepada yang lebih dekat kebenarannya daripada itu” (QS al-Kahfi: 23-24).
Seorang teman yang datang dari menunaikan ibadah haji bercerita tentang keberpisahan dengan istrinya pada hari pertama di Makkah. Setelah dirunut ada satu kesalahan yang diucapkan istrinya menjelang keberangkatannya. Saat itu ia bertanya, “Dik, ingat ya nanti kalau di tanah suci jangan misah-misah!” Istrinya yang merasa yakin tidak akan berpisah langsung menyahut, “Ya ndak mungkinlah, Mas.” Baru turun dari bus di waktu subuh di Masjidil Haram pada hari pertama, ia langsung berpencar dan baru bertemu kembali pada jam sembilan malam.
Manusia kadangkala terlalu optimistis, kalau bukan sombong, dengan usahanya sendiri. Ia lupa jika Allah tidak pernah mengantuk dan tidak pula tidur. Islam mengajarkan, setelah menciptakan, Allah tidak lantas membiarkan semuanya berjalan tanpa kendali.
Dengan doa hamba-Nya, Allah akan tetap mengatur dan mengabulkannya. Hal ini tentu saja berbeda dengan model pemikiran Barat (Deisme) yang meyakini bahwa apa yang dilakukan manusia di dunia ini tidak ada campur tangan Tuhan.
Ungkapan “insya Allah” adalah tanda seseorang itu beriman dengan keberadaan Tuhan. Sebagai simbol bahwa manusia itu lemah di hadapan-Nya. Sekuat dan semaksimal apa pun usaha manusia, jika Allah tidak menghendaki, hal itu tidak akan terjadi.
Oleh: Bahrur Surur-Iyunk
—————————————————————-
Artikel keislaman di atas bisa Anda nikmati setiap hari melalui smartphone Android Anda. Download aplikasinya, di sini!