Ada sebagian orang yang tidak merasa malu berbuat buruk. Sebaliknya, ada sebagian orang yang justru malu berbuat baik. Rasulullah pernah bersabda, Sesungguhnya kalimat kenabian pertama yang didapatkan manusia adalah: jika kamu tidak malu, berbuatlah sesukamu! (HR Abu Dawud)
Malu selain merupakan tabiat manusia, ia sesungguhnya adalah salah satu akhlak mulia orang beriman. Rasulullah bersabda, Sesungguhnya setiap agama memiliki akhlak, dan akhlak Islam adalah malu. (HR Ibnu Majah dari Anas bin Malik). Apa saja yang dihiasi malu, maka ia akan menjadi indah, seperti ditegaskan beliau, Tidaklah perasaan malu ada pada sesuatu, kecuali akan mem buatnya menjadi indah. (HR at-Tirmidzi dari Anas bin Malik).
Malu juga selalu mendatangkan kebaikan, Malu tidaklah mendatangkan kecuali kebaikan. (HR al-Bukhari dari Imran bin Hushain). Malu dalam hal ini adalah malu dalam melakukan perbuatan buruk atau jahat. Juga malu melakukan maksiat. Baik itu maksiat terhadap Allah maupun terhadap sesama.
Maksiat kepada Allah, misalnya, melanggar aturan-aturan-Nya yang sudah digariskan dalam Alquran dan petunjuk Rasulullah. Maksiat terha dap sesama manusia, misalnya, berbuat jahat atau menzalimi manusia, menyakiti manusia, dan seterusnya. Juga malu jika tidak berbuat baik atau beramal saleh dalam kehidupan.
Rasulullah pernah mengatakan, Malulah kalian kepada Allah. Para Sahabat berkata, Rasulullah, kami telah bersikap malu kepada Allah, alhamdulillah. Beliau bersabda, Bukan demikian. Tetapi, sesungguhnya sikap malu dengan sebenarbenarnya kepada Allah adalah menjaga kepala dan apa yang ada padanya, menjaga perut dan yang dikandungnya, serta mengingat kematian dan akan datangnya kebinasaan.
Siapa saja yang menginginkan kehidupan akhirat, dia akan meninggalkan perhiasan dunia. Siapa saja yang melakukan hal itu, maka ia telah bersikap malu dengan sebenar-benarnya kepada Allah. (HR at- Tirmidzi dari Abdullah bin Mas’ud). Malu disebutkan juga merupakan salah satu cabang iman, yang berarti merupakan karakter orang beriman, seperti dijelaskan Rasulullah, Iman itu ada tujuh puluh cabang lebih.
Dan, malu adalah salah satu cabang iman. (HR al-Bukhari dari Abu Hurairah). Beliau juga menegaskan, Malu adalah bagian dari iman, dan iman di dalam surga. (HR at-Tirmidzi dari Abu Hurairah). Beliau juga mengatakan, Sesungguhnya malu dan iman adalah kedua hal yang beriringan. Jika salah satu diangkat, ma ka terangkat pula yang lainnya. (HR al-Hakim dari Ibnu Umar).
Ketika manusia telah kehilangan rasa malu, ia akan melakukan apa pun sesuai yang diinginkan hawa nafsunya. Tidak peduli apakah yang dilakukan melanggar hukum dan aturan ataupun tidak. Baginya, yang penting apa yang diinginkan didapatkan.
Betapa banyak kita saksikan atau kita dengar di sekitar kita, bahkan orang yang telah terbukti secara jelas melakukan pelanggaran hukum, seperti korupsi, suap-menyuap, menghilangkan nyawa orang, dan sejenisnya, di depan orangorang tersenyum malah tertawa, seperti tidak merasa bersalah. Benarlah apa yang dikatakan Nabi di atas, Jika kalian tidak punya rasa malu, berbuatlah sekehendakmu.
Rasulullah mengingatkan kita untuk menumbuhkan dan membiasakan kembali rasa malu dalam diri kita, kemudian melekat kan rasa ini selamanya. Inilah rasa yang bisa mengon trol dan mengendalikan kita dari perbuatan-perbuatan buruk, sekaligus menumbuhkan dorongan untuk melakukan banyak kebaikan setiap saat dan di manapun. Malu menjadi bagian penting ba gi terciptanya perubahan menuju kepada kehidupan yang lebih baik untuk semuanya.
Orang beriman mesti malu berbuat buruk dan malu jika tidak berbuat baik. Jika ini dilakukan, niscaya hidup akan lebih bermakna. Allah berfirman, Beramallah kamu, maka Allah dan Rasul- Nya serta orang-orang mukmin akan melihat amalmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang gaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan. (QS at-Taubah [9] : 105). Wallahu a’lam.