Apakah Puasa Arafah Harus Sesuai dengan Wukuf di Arab Saudi?

Kebingungan masyarakat mengenai waktu pelaksanaan puasa Arafah dimulai dari anggapan bahwa puasa Arafah itu baru bisa dilaksanakan apabila jemaah haji di Makkah sudah melakukan wukuf di Arafah. Benarkah anggapan bahwa puasa Arafah harus sesuai dengan wukuf di Arab Saudi tersebut? Kiai Ma’ruf Khozin, konsultan di Aswaja Center menguraikan kebingungan masyarakat tersebut sebagai berikut:

Nabi Saw. hanya melaksanakan ibadah haji satu kali, sekaligus disebut haji wada. Maka wukuf Arafah yang dilakukan oleh Nabi juga hanya sekali. Tahun-tahun sebelum Nabi haji wada sudah diketahui oleh para Sahabat bahwa Nabi berpuasa pada 9 Dzulhijjah:

ﻋﻦ ﺃﻡ اﻟﻔﻀﻞ ﺑﻨﺖ اﻟﺤﺎﺭﺙ، ﺃﻥ ﻧﺎﺳﺎ اﺧﺘﻠﻔﻮا ﻋﻨﺪﻫﺎ ﻳﻮﻡ ﻋﺮﻓﺔ ﻓﻲ ﺻﻮﻡ اﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻓﻘﺎﻝ ﺑﻌﻀﻬﻢ: ﻫﻮ ﺻﺎﺋﻢ، ﻭﻗﺎﻝ ﺑﻌﻀﻬﻢ: ﻟﻴﺲ ﺑﺼﺎﺋﻢ، «ﻓﺄﺭﺳﻠﺖ ﺇﻟﻴﻪ ﺑﻘﺪﺡ ﻟﺒﻦ ﻭﻫﻮ ﻭاﻗﻒ ﻋﻠﻰ ﺑﻌﻴﺮﻩ، ﻓﺸﺮﺑﻪ»

Dari Ummu Fadl binti Harits Sahabat berbeda pendapat di sisi Ummu Fadl pada hari Arafah tentang puasa Nabi Saw. Sebagian sahabat mengatakan berpuasa, sebagian lagi mengatakan tidak. Lalu saya kirimkan segelas susu kepada Nabi saat beliau Wukuf di atas untanya, lalu Nabi meminumnya” (HR Bukhari)

Oleh karena itu Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata:

اﺧﺘﻠﻒ ﻧﺎﺱ ﻣﻦ ﺃﺻﺤﺎﺏ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻗﻮﻟﻪ ﻓﻲ ﺻﻮﻡ اﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻫﺬا ﻳﺸﻌﺮ ﺑﺄﻥ ﺻﻮﻡ ﻳﻮﻡ ﻋﺮﻓﺔ ﻛﺎﻥ ﻣﻌﺮﻭﻓﺎ ﻋﻨﺪﻫﻢ ﻣﻌﺘﺎﺩا ﻟﻬﻢ ﻓﻲ اﻟﺤﻀﺮ

Para Sahabat Nabi saw. berbeda pendapat dalam puasa Nabi shalallahu alaihi wasallam. Ini menunjukkan bahwa puasa Arafah sudah diketahui di kalangan Sahabat dan menjadi kebiasaan mereka saat tidak bepergian (Fathul Bari 4/237)

Hadis ini, juga yang disampaikan oleh Imam Ibnu Hajar, menunjukkan bahwa pada 9 Dzulhijah Nabi dan para Sahabat sudah berpuasa di hari itu meskipun belum disyariatkan ibadah haji dan Wukuf di Arafah.

Arafah nama tempat atau nama hari?

Di samping 9 Dzulhijjah bertepatan dengan hari Wukuf di Arafah, ternyata tanggal 9 Dzulhijjah juga disebut hari Arafah berdasarkan kisah mimpi penyembelihan di masa Nabi Ibrahim:

ﺇﻥ ﺇﺑﺮاﻫﻴﻢ ﺭﺃﻯ ﻓﻲ ﻟﻴﻠﺔ اﻟﺘﺮﻭﻳﺔ ﻛﺄﻥ ﻗﺎﺋﻼ ﻳﻘﻮﻝ: ﺇﻥ اﻟﻠﻪ ﻳﺄﻣﺮﻙ ﺑﺬﺑﺢ اﺑﻨﻚ، ﻓﻠﻤﺎ ﺃﺻﺒﺢ ﺭﻭﻯ ﻓﻲ ﻧﻔﺴﻪ ﺃﻱ ﻓﻜﺮ ﺃﻫﺬا اﻟﺤﻠﻢ ﻣﻦ اﻟﻠﻪ ﺃﻡ ﻣﻦ اﻟﺸﻴﻄﺎﻥ؟ ﻓﺴﻤﻲ ﻳﻮﻡ اﻟﺘﺮﻭﻳﺔ. ﻓﻠﻤﺎ ﻛﺎﻧﺖ اﻟﻠﻴﻠﺔ اﻟﺜﺎﻧﻴﺔ ﺭﺃﻯ ﺫﻟﻚ ﺃﻳﻀﺎ ﻭﻗﻴﻞ ﻟﻪ اﻟﻮﻋﺪ، ﻓﻠﻤﺎ ﺃﺻﺒﺢ ﻋﺮﻑ ﺃﻥ ﺫﻟﻚ ﻣﻦ اﻟﻠﻪ ﻓﺴﻤﻲ ﻳﻮﻡ ﻋﺮﻓﺔ. ﺛﻢ ﺭﺃﻯ ﻣﺜﻠﻪ ﻓﻲ اﻟﻠﻴﻠﺔ اﻟﺜﺎﻟﺜﺔ ﻓﻬﻢ ﺑﻨﺤﺮﻩ ﻓﺴﻤﻲ ﻳﻮﻡ اﻟﻨﺤﺮ

Ibrahim bermimpi di malam Tarwiyah (8 Dzulhijjah) seolah ada yang berkata: “Sesungguhnya Allah memerintahkanmu untuk menyembelih anakmu”. Di pagi harinya Nabi Ibrahim berfikir apakah mimpi ini dari Allah atau dari syetan? Maka hari itu disebut Hari Tarwiyah.

Pada malam kedua Nabi Ibrahim bermimpi seperti malam sebelumnya. Di pagi hari Nabi Ibrahim tahu (bahasa Arabnya ‘Arofa) bahwa mimpi itu dari Allah. Maka hari itu disebut Hari Arafah. Pada malam ketiga Nabi Ibrahim bermimpi lagi lalu beliau bertekad akan menyembelih putranya pada hari Qurban [10 Dzulhijjah]” (Al-Qurthubi 5/102)

Kesimpulan, berpuasa 9 Dzulhijjah tidak harus bertepatan dengan hari Wukuf di Arafah. Sebab 9 Dzulhijjah juga disebut sebagai nama Arafah sejak masa Nabi Ibrahim. Dan Rasulullah shalallahu alaihi wasallam sudah melakukan puasa 9 Dzulhijjah jauh sebelum dilaksanakan Wukuf di Arafah.

BINCANG SYARIAH

Kemenag Yakin Penyelenggaraan Haji 2022 Sukses

Penyelenggaraan ibadah haji 2022 diyakini Kemenag sukses.

Kementerian Agama yakin penyelenggaraan ibadah haji Tahun 2022 sukses dan berjalan lancar sesuai rencana. Hal itu disampaikan Plt Direktur Bina Umroh Haji Khusus

Kemenag RI Mujib Roni, saat menjadi pembicara diskusi publik ‘Menuju Sukses Haji Tahun 2022’ yang digelar Afiliasi Mandiri Penyelenggara Umroh Haji (Ampuh), Sabtu (14/5/2022).

“Penyelenggaraan ibadah haji tahun 2022 ini yakin akan sukses,” kata Mujib. 

Mujib mengatakan kesuksesan itu dapat dicapai jika semua pihak yang berkepentingan dengan umrah haji baik pemerintah maupun swasta dapat bekerjasama. Karena kesuksesan penyelenggaraan ibadah haji setiap tahunnya menjadi tanggung jawab bersama.

“Tetapi catatannya adalah satu yang utama adalah kita harus bersinergi,” ujarnya.

Mujib menegaskan, sekuat apapun kemampuan pemerintah mengkoordinasi  penyelenggaraan ibadah haji ini tidak akan berarti. Jika tidak ada kerjasama dari pihak swasta dalam hal ini penyelenggara ibadah haji khusus (PIHK) sebagai penyelenggara haji khusus.

“Artinya sekuat dan sebesar apapun fower yang dimiliki negara, seperti dikata Pak Dirjen PHU, kalau kemudian tidak mendapatkan support dan kerja sama yang baik dengan para PIHK dengan asosiasi menurut saya ini adalah sebuah kemustahilan,” katanya.

Mujib menegaskan, keterbatasan waktu persiapan penyelenggaraan ibadah haji harus disikapi dengan percaya diri. Jangan sampai singkatnya waktu persiapan penyelenggaraan ibadah haji tahun ini mengurangi rasa optimisme sukseskan penyelenggaraan ibadah haji. 

“Maka kemudian keterbatasan-keterbatasan yang ada harus kita sikapi secara optimis,” katanya.

Menurutnya, saat ini tidak ada pilihan lain selain optimis bahwa penyelenggaraan ibadah haji harus disukseskan. Untuk itu pihak swasta dalam hal ini PIHK membantu kerja pemerintah mempersiapkan persiapan penyelenggaraan ibadah haji.

“Kita harus optimis, kita harus bersinergi, kita harus berangkat dan duduk bersama untuk bisa menyelenggarakan haji khusus ini dengan sebaik – baiknya,” katanya.

Mujab mengatakan semua tahu bahwa persiapan penyelenggaraan haji tahun ini sangat singkat. Sehingga membuat banyak kekurangan dalam beberapa hal. 

“Meskipun kita punya berbagai keterbatasan, perusahaan juga keterbatasan SDM nya waktunya dan seterusnya,” katanya.

Menurutnya, selain swasta yang memiliki banyak keterbatasan, pemerintah juga sama dibatasi dengan waktu dan sumber daya manusia (SDM) untuk mempersiapkan penyelenggaraan haji tahun ini

“Di sisi yang lain kami juga punya keterbatasan, keterbatasan anggaran juga terbatas SDM, kemudian waktu juga sangat terbatas,” katanya.

IHRAM