Kenapa Boleh Menutup Wajah Tetapi Tidak Boleh Pakai Nikab (Cadar) ketika Haji dan Umrah?

السؤال

وفقاً لإجابة السؤال رقم : (172289) فإنه لا يُجوز للمرأة ارتداء النقاب أو القفازات أثناء الإحرام كما دل على ذلك الحديث الشريف ، وذكرتم أنه ومع ذلك ، يلزمها تغطية وجهها بشيء آخر غير النقاب والبرقع . وسؤالي هو: إذا كانت تغطية الوجه ضرورية فأين الإشكال إذاً في استخدام النقاب ؟

Pertanyaan:

Menurut jawaban pertanyaan nomor (172289), seorang wanita tidak boleh mengenakan nikab atau sarung tangan saat ihram sebagaimana yang dijelaskan dalam sebuah hadis yang mulia. Anda juga menyebutkan bahwa meskipun demikian, dia diwajibkan untuk menutupi wajahnya dengan sesuatu yang bukan nikab atau Burqaʿ. Pertanyaan saya adalah; jika memang dituntut untuk menutup wajah, lalu di mana masalahnya menggunakan nikab?

الجواب

الحمد لله.

نهى الرسول صلى الله عليه وسلم المرأة المحرمة بحج أو عمرة أن تلبس النقاب والقفازين ، رواه البخاري .

ولم يَرِدْ أن النبي صلى الله عليه وسلم نهى المرأة المحرمة أن تستر وجهها ، ولا أنه صلى الله عليه وسلم أمرها بكشف وجهها .

ولذلك كانت النساء المحرمات على عهد النبي صلى الله عليه وسلم يغطين وجوههن بغير النقاب إذا مر بهن الرجال الأجانب .

وقد سبق بيان ذلك في الفتوى رقم : (172289) .

Jawaban:

Alhamdulillah. Rasulullah Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam melarang wanita yang ihram untuk haji atau umrah memakai nikab dan sarung tangan, sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Bukhari. Tidak ada riwayat yang mengatakan bahwa Nabi Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam melarang wanita yang ihram untuk menutupi wajahnya, sebagaimana beliau Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam juga tidak memerintahkan untuk membuka wajahnya. Itulah sebabnya para wanita yang ihram pada masa Nabi Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam menutup wajahnya bukan dengan nikab ketika mereka berpapasan dengan laki-laki yang bukan mahram. Hal ini telah dijelaskan sebelumnya dalam fatwa nomor (172289).

فنهي المرأة عن لبس النقاب والقفازين معناه : أنها لا تلبس ثيابا مفصلة على قدر الوجه واليدين ، وليس معناه أنها لا تغطيهما مطلقا .

وهذا كما نهى الرسول صلى الله عليه وسلم الرجل المحرم أن يلبس القميص والسراويل (تشبه البنطلون) ؛ فهذا ليس معناه أن يبقى الرجل عاريا ، بل يستر بدنه بالإزار والرداء .

فالرجل نهي عن لبس الثياب المفصلة على قدر البدن ، وأمر بستر بدنه بغير ذلك من الثياب ،فكذلك المرأة نهيت عن لبس النقاب والقفازين ، لكنها تستر وجهها وكفيها بغيرهما .

Beliau Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam melarang seorang wanita mengenakan nikab dan sarung tangan, artinya dia tidak boleh mengenakan pakaian yang membentuk proporsi wajah dan tangannya, bukan artinya tidak boleh menutupinya sama sekali. Hal ini sebagaimana Rasulullah Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam melarang lelaki yang ihram memakai kemeja dan celana panjang, yang tidak berarti bahwa lelaki itu harus telanjang, melainkan harus menutupi badannya dengan Izār (pakaian ihram bagian bawah, pent.) dan Ridāʾ (pakaian ihram bagian atas, pent). Jadi, laki-laki dilarang memakai pakaian yang membentuk sesuai proporsi tubuhnya dan tetap diperintahkan untuk menutupi tubuhnya dengan pakaian lain. Demikian pula wanita, dia dilarang memakai nikab dan sarung tangan, tapi wajah dan tangannya ditutupi dengan yang lain.

قال ابن القيم رحمه الله :

” فإن النبي صلى الله عليه وسلم لم يشرع لها [يعني : المرأة] كشف الوجه في الإحرام ولا غيره ، وإنما جاء النص بالنهي عن النقاب خاصة ، كما جاء بالنهي عن القفازين ، وجاء النهي عن لبس القميص والسراويل ، ومعلوم أن نهيه عن لبس هذه الأشياء لم يُرِدْ أنها تكون مكشوفة لا تستر البتة ، بل قد أجمع الناس على أن الرجل يستر بدنه بالرداء والإزار …

فكيف يزاد على موجَب النص ، ويفهم منه أنه شرع لها كشف وجهها بين الملأ جهارا ؟

فأي نص اقتضى هذا ، أو مفهوم أو عموم أو قياس أو مصلحة ؟!

بل وجه المرأة كبدن الرجل ، يحرم ستره بالمُفَصَّل على قدره كالنقاب والبرقع ، بل وَكَيَدِها ، يحرم سترها بالمُفَصَّل على قدر اليد كالقفاز ، وأما سترها بالكم ، وستر الوجه بالملاءة والخمار والثوب : فلم يُنه عنه البتة” انتهى من ” بدائع الفوائد ” (2/664-665) .

Ibnul Qayyim —Semoga Allah Merahmatinya— berkata bahwa Nabi Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam tidak mensyariatkan baginya (yakni wanita) untuk membuka wajah saat ihram atau dalam kesempatan lain, yang ada hanyalah nas tentang larangan nikab secara khusus, seperti halnya larangan tentang sarung tangan. Ada juga larangan untuk memakai kemeja dan celana. Sudah maklum bahwa larangan beliau Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam memakai hal-hal ini bukan maksudnya harus terbuka dan tidak ditutup sama sekali, bahkan umat Islam sepakat bahwa laki-laki harus menutupi tubuhnya dengan Izār dan Ridāʾ …. Bagaimana bisa menambah apa yang diwajibkan dalam nas, seolah-olah bahwa artinya dia disyariatkan untuk menampakkan wajahnya secara terbuka di depan umum? Mana dalil yang menuntut demikian, atau mana makna tersirat, makna umum, kias, atau maslahat yang menuntut demikian?! Wajah wanita itu hukumnya seperti tubuh pria, dilarang ditutupi dengan pakaian yang membentuk proporsi wajahnya, seperti nikab dan Burqaʿ, demikian juga tangannya, dilarang ditutupi dengan sesuatu yang membentuk proporsi tangannya, seperti sarung tangan. Adapun menutupnya dengan lengan baju, menutupi wajah dengan sehelai kain, kerudung, atau baju, maka hal itu sama sekali tidak terlarang. Selesai kutipan dari Badāʾiʿu al-Fawāʾid (2/664-665).

وجاء في ” فتاوى اللجنة الدائمة ” (11/192-193) :

” لا تلبس المحرمة بحج أو عمرة نقابا ولا قفازين حتى تحل من نسكها التحلل الأول ، وإنما تسدل خمار رأسها على وجهها إذا خشيت أن يراها رجال أجانب ، وليست خشيتها من ذلك مستمرة ؛ لأن بعض النساء ينفردن بمحارمهن ، ومن لم تتمكن من الانفراد عن الأجانب تستمر سادلة خمارها على وجهها ، ولا حرج عليها في ذلك ، وهكذا تغطي يديها بغير القفازين ، كالعباءة . وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم”

الشيخ عبد العزيز بن عبد الله بن باز . الشيخ عبد الرزاق عفيفي . الشيخ عبد الله بن غديان . الشيخ عبد الله بن قعود ” انتهى .

Disebutkan dalam Fatāwā al-Lajnah ad-Dā’imah (11/192-193) bahwa seorang wanita yang ihram untuk haji maupun umrah tidak boleh mengenakan nikab atau sarung tangan sampai dia menyelesaikan tahalul awal, melainkan menutup wajahnya dengan kerudungnya jika dia khawatir dilihat oleh laki-laki yang bukan mahram. Namun kekhawatiran itu tidaklah terus-menerus karena sebagian wanita bisa bersama mahramnya. Adapun yang tidak mampu menghindari lelaki yang bukan mahram, hendaknya dia terus-menerus menjulurkan kain kerudung ke wajahnya. Yang demikian itu tidaklah mengapa. Demikian juga dia bisa menutupi tangannya dengan selain sarung tangan, seperti dengan abaya. Dengan taufik dari Allah, dan semoga selawat Allah tercurah atas nabi kita Muhammad Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam. Tertanda: Syekh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, Syekh Abdul Razzaq Afifi, Syekh Abdullah bin Ghudyan, dan Syekh Abdullah bin Quʿud. Selesai kutipan.

وقال الشيخ عبد العزيز بن باز رحمه الله :

” ومعنى : ( لا تنتقب المرأة ولا تلبس القفازين ) أي : لا تلبس ما فُصِّلَ وقُطِّعَ وخِيط لأجل الوجه كالنقاب ، ولأجل اليدين كالقفازين , لا أن المراد أنها لا تغطي وجهها وكفيها كما توهمه البعض ، فإنه يجب سترهما ، لكن بغير النقاب والقفازين ” .

انتهى من “مجموع فتاوى ابن باز” (5/223) .

وقال الشيخ محمد بن عثيمين رحمه الله في “الشرح الممتع” (7/165) :

“لم يرد عن النبي صلّى الله عليه وسلّم نهي المرأة عن تغطية وجهها، وإنما ورد النهي عن النقاب ، والنقاب أخص من تغطية الوجه ، لكون النقاب لباس الوجه ، فكأن المرأة نهيت عن لباس الوجه ، كما نهي الرجل عن لباس الجسم” انتهى .

وبهذا يتبين أن سبب نهي المرأة المحرمة عن لبس النقاب : هو كونه قد فُصِّل على قدر الوجه ، ولهذا قال العلماء : وجه المرأة في الإحرام كبدن الرجل .

والله أعلم .

Syekh Abdul Aziz bin Baz —Semoga Allah Merahmatinya— berkata bahwa makna “Wanita tidak boleh memakai nikab atau mengenakan sarung tangan, …” adalah dia tidak memakai sesuatu yang dipotong, dibentuk, dan dijahit sesuai proporsi wajah, seperti nikab, atau sesuai proporsi tangan, seperti sarung tangan. Artinya bukan dia tidak boleh menutupi wajah dan tangannya, seperti anggapan keliru sebagian orang, karena keduanya memang harus ditutupi, tetapi bukan dengan nikab dan sarung tangan. Selesai kutipan dari Majmūʿ Fatāwā Ibni Bāz (5/223) 

Syekh Muhammad bin Utsaimin —Semoga Allah Merahmatinya— berkata dalam asy-Syarhu al-Mumti’ (7/165) bahwa Rasulullah Ṣallallāhu ʿAlaihi wa Sallam tidak pernah meriwayatkan larangan seorang wanita untuk menutup wajahnya, yang ada adalah melarang nikab, sementara nikab lebih khusus maknanya daripada menutupi wajah, karena nikab adalah ‘baju’ untuk wajah, jadi seolah-olah wanita dilarang memakai ‘baju’ untuk wajah, sebagaimana laki-laki dilarang memakai ‘baju’ untuk badan. Selesai kutipan. 

Dengan demikian, jelas sudah bahwa sebab dilarangnya wanita ihram memakai nikab adalah karena bentuknya yang mengikuti bentuk wajah. Inilah sebabnya para ulama mengatakan, “Wajah wanita saat ihram hukumnya seperti tubuh laki-laki.” Allah Yang lebih Mengetahui.

Sumber: 

https://islamqa.info/ar/answers/223954/لماذا-نهيت-المراة-المحرمة-عن-لبس-النقاب

PDF sumber artikel.