Kerasukan Roh Orang Meninggal, Bisakah?

Film horor berjudul “VINA sebelum 7 Hari” yang sedang tren menggambarkan konsep arwah korban penasaran, benarkah roh orang meninggal merasuki orang hidup?

Hidayatullah.com | HARI-HARI ini sedang populer di jagad maya film berjudul “VINA sebelum 7 Hari” yang di dalamnya di antaranya menggambarkan konsep arwah penasaran, di mana arwah Vina merasuki tubuh sahabatnya, Linda, untuk mengungkap kebenaran di balik kematiannya.

Konsep seperti ini sering ditemui dalam berbagai karya fiksi dan budaya populer, termasuk film dan literatur horor.

Lalu, bagaimana dalam tinjauan Islam terkait konsep arwah penasaran? Dalam kepercayaan Islam, roh atau arwah orang yang telah meninggal dunia akan berada pada suatu tempat sesuai dengan derajat dan amal orang tersebut.

Misalnya, arwah para Nabi bertempat di surga dengan menikmati segala kenikmatannya, sementara arwah orang kafir yang mengingkari Tuhannya berada pada perut burung berwarna hitam di tempat bernama Sijjin yang berada di lapisan bumi ketujuh dengan mengalami siksaan yang pedih.

Terkait hal ini, Ibnu Qayyim dalam Kitab “Ar-Ruh” menjelaskan:

الأَرْوَاحُ مُتَفَاوِتَةٌ فِي مُسْتَقَرِّهَا فِي الْبَرْزَخِ أَعْظَمُ تَفَاوُتٍ فَمِنْهَا أَرْوَاحٌ فِي أَعْلَى عِلِّيِّينَ فِي الْمَلَإِ الأَعْلَى وَهِيَ أَرْوَاحُ الأَنْبِيَاءِ صَلَوَاتُ اللهِ وَسَلَامُهُ عَلَيْهِمْ وَهُمْ مُتَفَاوِتُونَ فِي مَنَازِلِهِمْ كَمَا رَآهُمُ النَّبِيُّ لَيْلَةَ الإِسْرَاءِ.

“Arwah itu berbeda-beda dalam tempat tinggalnya di alam barzakh, perbedaan yang paling besar. Di antaranya ada arwah yang berada di tempat tertinggi di surga, yaitu arwah para nabi, semoga Allah memberikan salawat dan salam kepada mereka. Mereka berbeda-beda dalam tingkatannya, sebagaimana yang dilihat oleh Nabi pada malam Isra.”

Demikian juga “Syarh ath-Thahaway fi al-‘Aqidag as-Salafiyyah” Ibnu Abil Izzi menandaskan: “Arwah di alam barzakh sangat berbeda-beda. Di antaranya ada arwah yang berada di tempat tertinggi di surga, yaitu arwah para nabi, semoga Allah memberikan salawat dan salam kepada mereka. Mereka berbeda-beda dalam tingkatannya.”

Sedangkan arwah para syuhada, dijelaskan dalam hadits nabi:

إِنَّ أَرْوَاحَ الشُّهَدَاءِ فِي طَيْرٍ خُضْرٍ تَعْلُقُ مِنْ ثَمَرِ الجَنَّةِ أَوْ شَجَرِ الجَنَّةِ

“Sesungguhnya ruh para syuhada berada bersama burung-burung hijau yang menempel pada buah-buahan surga.” atau beliau mengatakan: “Pepohonan surga.”  (HR. Tirmidzi)

Lebih rinci misalnya keterangan arwah menurut kitab “I’ānah ath-Thālibīn” (1997: II, 123) karya Abu Bakar ad-Dimyathi  yang menggambarkan bahwa arwah dibagi menjadi lima kategori;

Pertama, arwah Para Nabi: Arwah ini meninggalkan tubuh mereka dan berubah menjadi seperti wujud mereka, mirip dengan aroma musk dan kafoor. Mereka berada di surga, makan, menikmati, dan beristirahat di malam hari di bawah singgasana yang digantungkan lampu.

Kedua, arwah para syuhada: Ketika arwah ini meninggalkan tubuh mereka, Allah menjadikannya berada di dalam tubuh burung hijau yang berputar di sungai-sungai surga. Mereka makan dari buah-buahan surga, minum dari airnya, dan beristirahat di bawah singgasana dengan lampu emas yang digantung. Ini adalah perkataan Rasulullah ﷺ – semoga Allah memberkati dan memberi kesejahteraan kepadanya.

Ketiga, arwah orang-orang taat dari kaum Mukminin: Arwah ini berada di taman-taman surga. Mereka tidak makan atau menikmati apa pun, tetapi hanya melihat surga.

Keempat, arwah orang-orang berdosa dari kaum Mukminin: Arwah ini berada di antara langit dan bumi, di udara.

Kelima, arwah orang-orang kafir: Arwah ini berada di dalam tubuh burung hitam di penjara, dan penjara itu berada di bawah tanah ketujuh. Mereka tetap terhubung dengan tubuh mereka, sehingga ketika arwah mereka disiksa, tubuh mereka merasakan rasa sakit tersebut.  Ini menunjukkan arwah sudah memiliki tempatnya dan kedudukannya masing-masing.

Hanya saja, masih banyak yang beranggapan bahwa jika orang mati tidak wajar, seperti karena gantung diri, dianiaya, atau tabrakan, maka arwahnya akan gentayangan selama 40 hari.

Bahkan, ada yang meminta sesuatu agar arwahnya bisa tenang, dan jika tidak dipenuhi, dia mengancam akan muncul lagi dan mengganggu keluarganya.

Anggapan seperti ini, ditinjau dari pandangan Islam, jauh dari kebenaran. Sebab, berdasarkan hadits Nabi Muhammad ﷺ, fenomena arwah orang mati gentayangan tidak terjadi.

Di dalam hadits Muslim misalnya nabi bersabda:

لَا عَدْوَى وَلَا هَامَةَ وَلَا نَوْءَ وَلَا صَفَرَ

“Tidak ada penyakit yang menular secara sendirian tanpa izin Allah, tidak ada mayat yang bergentayangan, tidak ada bintang tertentu (penyebab turunnya hujan) dan tidak ada kematian di karenakan penyakit cacing perut.”

Dalam keterangan Imam Nawawi dalam Syarah Shahih Muslim, di antara makna “Haamah” adalah:

رُوحُهُ تَنْقَلِبُ هَامَةً تَطِيرُ

“(Mayat) yang ruhnya terbang gentayangan.” Kepercayaan seperti ini tidak dibenarkan dalam ajaran Islam.

Masih dalam riwayat Muslim yang lain juga dikatakan, “Tidak ada penyakit yang menular secara sendirian tanpa izin Allah, tidak ada hantu bergentayangan dan tidak ada shafar (penyakit perut) yang terjadi dengan sendirinya.” Maka, pandangan yang mengatakan adanya arwah atau hantu gentayangan, perlu diluruskan.

Hal ini juga sesuai dengan ayat dalam Al-Quran yang menyatakan bahwa Allah memegang jiwa orang ketika matinya dan memegang jiwa orang yang belum mati di waktu tidurnya:

اللَّهُ يَتَوَفَّى الْأَنفُسَ حِينَ مَوْتِهَا وَالَّتِي لَمْ تَمُتْ فِي مَنَامِهَا ۖ فَيُمْسِكُ الَّتِي قَضَىٰ عَلَيْهَا الْمَوْتَ وَيُرْسِلُ الْأُخْرَىٰ إِلَىٰ أَجَلٍ مُّسَمًّى ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ

“Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya; maka Dia tahanlah jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditetapkan. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berfikir.” (QS. Az-Zumar [39]: 42)

Oleh karena itu, sangat mustahil arwah orang mati yang berada dalam genggaman Allah dan menjalani ketentuannya masing-masing akan gentayangan dalam wujud arwah atau hantu sebagaimana kepercayaan sebagian orang.

Tipuan Jin Qorin

Dari keterangan tempat arwah setelah berpisah dari jasad dan dalil nash yang berkaitan dengannya, klaim yang paling logis perihal fenomena di atas adalah bahwa hantu atau arwah gentayangan ini merupakan penjelmaan jin, khususnya Jin Qorin.

Jin Qorin adalah jin yang selalu dekat menyertai orang sejak lahir hingga kematian. Qorin inilah yang paham betul dengan tipikal, kebiasaan, dan kepribadian orang yang disertainya sehingga tidak aneh jika Qorin sanggup menjawab hal-hal yang bersifat intim dan privasi serta bisa meniru gaya, perilaku, bahkan menyamar menjadi orang yang disertainya ketika hidup.

Dalam suatu riwayat diterangkan:

مَا مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ، إِلَّا وَقَدْ وُكِّلَ بِهِ قَرِينُهُ مِنَ الْجِنِّ» قَالُوا: وَإِيَّاكَ؟ يَا رَسُولَ اللهِ قَالَ: «وَإِيَّايَ، إِلَّا أَنَّ اللهَ أَعَانَنِي عَلَيْهِ فَأَسْلَمَ، فَلَا يَأْمُرُنِي إِلَّا بِخَيْرٍ

“Tidaklah seorang pun dari kalian melainkan dikuasai pendamping dari kalangan jin.” Mereka bertanya: “Engkau juga wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Aku juga, hanya saja Allah membantuku mengalahkannya lalu ia masuk Islam, ia hanya memerintahkan kebaikan padaku.” (HR. Muslim)

Demikian juga dalam riwayat lain: Rasulullah ﷺ bersabda: “Tidak ada seorang pun dari kalian kecuali ia ditemani oleh qarin (pendamping) dari bangsa jin dan qarin dari bangsa malaikat.” Mereka bertanya; Juga denganmu? Beliau menjawab: “Ya, begitu juga denganku, tapi Allah membantuku untuk mengalahkannya, sehingga ia masuk Islam.” (HR. Darimi)

Hadits lain yang juga menyiratkan kemungkinan yang menjelma menjadi arwah gentayangan adalah Jin Qarin adalah hadits Rasulullah ﷺ berikut:

الْجِنُّ عَلَى ثَلَاثَةِ أَصْنَافٍ: صِنْفٌ كِلَابٌ وَحَيَّاتٌ، وَصِنْفٌ يَطِيرُونَ فِي الْهَوَاءِ، وَصِنْفٌ يَحُلُّونَ وَيَظْعَنُونَ

“Jin itu ada tiga wujud: yang satu wujud seperti anjing dan ular, yang satu wujud terbang di udara, dan yang satu wujud datang dan pergi.” (HR. Ibnu Hibban).

Dalam riwayat Thabrani disebutkan: “Jin ada tiga kelompok, ada yang mempunyai sayap dan bisa terbang, ada yang menyerupai ular, dan ada yang bisa berjalan dan bergerak (seperti manusia).”

Jadi, di antara jin itu ada yang datang dan pergi laiknya manusia berjalan sehingga dimungkinkan kuat merekalah yang punya kemampuan untuk menyerupai si mayit menjadi arwah gentayangan.

Dengan demikian, kita dapat memahami bahwa fenomena hantu atau arwah gentayangan lebih berkaitan dengan tipuan dan penjelmaan Jin Qarin daripada arwah orang yang telah meninggal dunia. Ini adalah sebuah pemahaman yang penting untuk mengetahui dan memahami dunia gaib dalam perspektif Islam.*/ Mahmud Budi Setiawan

HIDAYATULLAH