Ketika Orang Munafik Dipercaya sebagai Pemimpin di Akhir Zaman

ESTAFET kepemimpinan tidak akan pernah kosong selama dunia ini terbentang, karena keberadaan seorang pemimpin dalam mengurusi agama dan negara suatu keharusan. Kedua-duanya ibarat mata uang yang tidak bisa dipisah. Imam al-Mawardi (w 450 H) dalam al-Ahkām al-Sulthāniah menyatakan dengan tegas al-Imāmah (kepemimpinan) di dalam Islam (untuk mengurusi) agama dan dunia (negara) hukumnya wajib.

Karena begitu pentingnya eksistensi seorang pemimpin maka Agama menempatkan ketaatan atas perintahnya setelah mentaati perintah Allah swt dan Rasulullah ﷺ.

Allah berfirman:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ أَطِيعُوا۟ ٱللَّهَ وَأَطِيعُوا۟ ٱلرَّسُولَ وَأُو۟لِى ٱلْأَمْرِ مِنكُمْ ۖ فَإِن تَنَٰزَعْتُمْ فِى شَىْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى ٱللَّهِ وَٱلرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلْيَوْمِ ٱلْءَاخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا

“Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu.” (QS: an-Nisa’: 59).

Al-Baghawi (w 516 H) dalam Ma’ālimut Tanzīl berkata: Ulul Amri yang dimaksud ialah para ahli fikih dan ulama. Sejatinya seorang pemimpin adalah para ulama karena mereka lah yang mengerti bagaimana menerapkan syari’at Allah swt di atas muka bumi ini.

Namun ironisnya, kelak menjelang dunia ini berkahir atau di akhir zaman nanti yang akan menduduki kursi kepemimpinan bukan dari kalangan para ulama, ahli fikih atau orang-orang yang memiliki bekal ilmu agama, akan tetapi yang akan mengisi posisi strategis tersebut adalah kalangan kaum munafik atau istilah lain kepemimpinan akan didominasi oleh para hipokrit.

Rasulullah ﷺ  bersabda:

عَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ قَالَ: قَالَ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: «لَنْ تَقُومَ السَّاعَةُ حَتَّى يَسُودَ كُلَّ قَبِيلَةٍ مُنَافِقُوهَا» فَلِذَلِكَ اشْتَهَيْتُ أَنْ نَمُوتَ قَبْلَ ذَلِكَ الزَّمَانِ.

Artinya:  “Dari Ibnu Mas’ud ra berkata: Rasulullah ﷺ  bersabda: Tidak akan terjadi hari kiamat hingga orang-orang munafik diangkat menjadi pemimpin pada setiap kabilah. Oleh karena itu, aku lebih menginginkan kematian sebelum waktu itu tiba.” (HR: Thabrānī dan Musnad al-Bazzār).

Dalam buku kaedah ilmu bahasa Arab seperti kitab al-Jurumiah disebutkan penggunaan fi’il Mudhari’ berfungsi untuk menerangkan kejadian yang akan berlaku pada masa mendatang. Sedangkan kata Lan dalam Mu’jam al-Wasīth bermakna tidak akan pernah yang juga menunjukkan waktu masa mendatang. Artinya kedua kata tersebut menjelaskan peristiwa yang akan berlaku masa mendatang.

Mengenai substansi hadits banyak sejumlah besar para ulama berkomentar. Ibnu Rajab al-Hanbali (w 795 H) dalam Jāmi’ al-‘Ulūm wa al-Hikam berkata: Apabila para raja (presiden, perdana menteri dan lain-lain) dari golongan kaum munafik diangkat menjadi pemimpin maka keadaan dunia akan berubah drastis. Orang jujur didustai dan pendusta dipercayai; orang yang amanah dikhianati dan penghianat diberi amanah; orang-orang bodoh diberi ruang untuk berbicara sementara orang-orang alim dibungkam.

Ibnu Hajar al-Asqalānī (w 852 H) dalam al-Fath berkata: Hadits di atas bermakna “Orang-orang yang akan menjadi pemimpin adalah orang-orang yang hina dan yang mengurusi (masalah umat kala itu) orang-orang fasik. Maka ketika itu kiamat pun akan terjadi. Karena amanat di tangan yang bukan ahlinya. Hal ini sebagaimana yang disebutkan oleh Rasulullah ﷺ  dalam haditsnya:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «إِذَا ضُيِّعَتِ الأَمَانَةُ فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ» قَالَ: كَيْفَ إِضَاعَتُهَا يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: «إِذَا أُسْنِدَ الأَمْرُ إِلَى غَيْرِ أَهْلِهِ فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ»

Artinya: “Dari Abu Hurairah ra berkata: Rasulullah ﷺ  bersabda: Jika Amanat telah disia-siakan tunggulah kiamat (kehancuran) terjadi. Ada seorang sahabat yang bertanya: Bagaimana maskud amanat disia-siakan?. Nabi menjawab,”Jika urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka tunggulah kiamat itu.” (HR: Bukhari).

Sulthan Ali Qārī (w 1014 H) dalam Mirqātu al-Mafātīh Syarhu Misykātu al-Mashābīh berkata: Urusan (al-Amru) yaitu urusan pemerintahan akan dipegang oleh orang-orang bodoh, fasik, bakhil dan pencundang/pengecut.  Ibnu al-Amīr (w 1182 H) dalam at-Tanwīr mengomentari hadits di atas lalu berkata: Maksud kata munafik dalam hadits ini ialah munafik amal (perbuatan), yaitu kemunafikan seperti penolakan syari’at Allah swt dan ini akan terjadi di akhir zaman nanti.

Syeikh Ali al-Azīzī dalam as-Sirāju al-Munīr menguatkan pendapat di atas seraya berujar: Mereka (orang-orang munafik amal tersebut) akan menjadi pemimpin kalian yang terdepan kala itu. Dengan demikian pemahaman para ulama terkait hadits di atas ialah: sebelum hari kiamat tiba amanat pasti akan disia-siakan, amanat ini tidak akan disia-siakan kecuali oleh orang-orang munafik yang menjadi pemimpin setiap kabilah (suku) kala itu.

Maka kata Ibnu Mas’ud, seaandainya saya hidup ketika itu maka saya lebih menginginkan kematian.*/ Wandi Bustami,  Asatid Tafaqquh Study Club, Alumni Al-Azhar

HIDAYATULLAH