Kenapa Harus Menjaga Dzikir Harian?
Demikian besarnya hikmah, faedah dan makna yang terkandung dalam dzikir harian seorang muslim, maka sudah sepantasnya seorang muslim benar-benar menjaga dzikir-dzikir yang agung tersebut, setiap dzikir ia ucapkan pada waktunya sesuai dengan petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam agar terealisasi hikmah, faedah, dan makna yang agung dan agar ia tergolong kedalam hamba-hamba yang Allah ‘Azza wa Jalla puji mereka dalam firman-Nya:
إِنَّ الْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْقَانِتِينَ وَالْقَانِتَاتِ وَالصَّادِقِينَ وَالصَّادِقَاتِ وَالصَّابِرِينَ وَالصَّابِرَاتِ وَالْخَاشِعِينَ وَالْخَاشِعَاتِ وَالْمُتَصَدِّقِينَ وَالْمُتَصَدِّقَاتِ وَالصَّائِمِينَ وَالصَّائِمَاتِ وَالْحَافِظِينَ فُرُوجَهُمْ وَالْحَافِظَاتِ وَالذَّاكِرِينَ اللَّهَ كَثِيرًا وَالذَّاكِرَاتِ أَعَدَّ اللَّهُ لَهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا
“Sesungguhnya laki-laki dan wanita yang muslim, laki-laki dan wanita yang mukmin, laki-laki dan wanita yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan wanita yang benar, laki-laki dan wanita yang sabar, laki-laki dan wanita yang khusyu’, laki-laki dan wanita yang bersedekah, laki-laki dan wanita yang berpuasa, laki-laki dan wanita yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan wanita yang banyak berdzikrullah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar” (QS. Al-Ahzaab: 35).
Kriteria Laki-Laki dan Wanita yang Banyak Berdzikir
Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma menjelaskan tentang makna “Laki-laki dan wanita yang banyak berdzikrullah”, beliau berkata,
المراد: يذكرون الله في أدبار الصلوات، وغدوًّا وعشيًّا وفي المضاجع، وكلما استيقظ من نومه وكلما غدا أو راح من منزله، ذكر الله تعالى
“Maksudnya mereka berdzikir kepada Allah setelah shalat, di pagi siang, dan sore hari serta di pembaringan. Setiap kali seorang hamba bangun dari tidurnya, dan setiap kali pergi dari rumahnya di waktu pagi atau siang dan sore hari, ia pun berdzikrullah Ta’ala” (Al-Adzkar, An-Nawawi, hal.10).
Mujahid rahimahullah berkata,
لا يكون من الذاكرين الله كثيرًا والذاكرات حتى يذكر الله قائمًا وقاعدًا ومضطجعًا
“Tidaklah seorang hamba menjadi golongan laki-laki dan wanita yang banyak berdzikrullah sampai ia berdzikrullah dalam keadaan berdiri, duduk, serta berbaring” (Al-Adzkar, An-Nawawi, hal. 10).
Berkata Atha` bin Abi Rabah rahimahullah,
ومن صلى الصلوات الخمس بحقوقها فهو داخل في قوله: وَالذَّاكِرِينَ اللَّهَ كَثِيرًا وَالذَّاكِرَاتِ
“Barangsiapa yang shalat lima waktu dengan menunaikan hak-haknya (shalat tersebut), maka ia termasuk kedalam firman-Nya, “Dan laki-laki dan wanita yang banyak berdzikrullah” (Tafsir Al-Baghawi).
Syaikh Al-Imam Abu Amr Ibnush-Shalah rahimahullah ditanya tentang batasan seseorang tergolong kedalam laki-laki dan wanita yang banyak berdzikrullah, maka beliaupun menjawab:
إذا واظب على الأذكار المأثورة المثبتة صباحًا ومساء في الأوقات والأحوال المختلفة، ليلاً ونهارًا، وهي مبينة في كتاب: (عمل اليوم والليلة)، كان من الذاكرين الله كثيرًا والذاكرات
“Jika seorang hamba rutin berdzikrullah dengan dzikir-dzikir yang terdapat riwayat shahih di berbagai waktu dan keadaan, baik di waktu pagi maupun sore, siang maupun malam hari,
-dzikir-dzikir tersebut telah dijelaskan dalam kitab Amalul Yaum wal Lailah, maka ia termasuk kedalam golongan laki-laki dan wanita yang banyak berdzikrullah” (Al-Adzkar, An-Nawawi, hal. 10).
Nasehat Tentang Dzikir Harian
Ulama rahimahullah telah memberikan perhatian yang besar, baik secara penyampaian ilmu maupun pengamalannya, di antaranya dengan menulis kitab-kitab dzikir yang beranekaragam. Maka selayaknya ketika memilih lafal-lafal dzikir yang memang ada riwayat shahih dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Terakhir, hendaknya kita merenungkan ucapan Ibnul Qayyim tentang dzikir yang paling utama yang mencakup hati dan lisan. Lisan berdzikir hatipun memahami dan menghayati makna yang terkandung di dalam lafal dzikir yang diucapkan lisan. Beliau rahimahullah mengatakan,
و أفضل الذكر و أنفعه ما واطأ فيه القلب اللسان، و كان من الأذكار النبوية و شهد الذاكر معانيه و مقاصده
“Dzikir yang paling utama dan paling bermanfaat adalah dzikir yang berkesesuaian antara hati dan lisan, dan lafalnya berasal dari dzikir Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan orang yang mengucapkannya menghayati makna dan maksud dari lafal dzikir tersebut” (Al-Fawaid: Ibnul Qoyyim, hal. 247).
(Diolah dari Fiqhul Ad’iyah wal Adzkar ‘amalul yaum wal lailah, Syaikh Abdur Razzaq, hal. 7-10)
***
Penulis: Sa’id Abu Ukkasyah
Artikel: Muslim.or.id