Kewajiban Mengeluarkan Zakat Fitrah; Begini Penjelasannya

Berikut ini penjelasan tentang kewajiban mengeluarkan zakat fitrah. Zakat fitrah atau disebut juga zakat al-abdan adalah zakat yang wajib dikeluarkan oleh setiap orang Islam yang masih menututi (masih hidup) di sebagian bulan Ramadhan dan sebagian bulan Syawal.

Kewajiban mengeluarkan zakat fitrah itu berlaku bagi orang yang memiliki harta lebih dari kebutuhan pokok pada hari itu. Karena itu, sekiranya ada bayi yang lahir setelah maghrib bulan Syawal, maka ia tidak wajib dibayarkan zakat fitrahnya.

Begitu pula, orang yang meninggal sebelum maghrib bulan Syawal juga tidak wajib dibayarkan zakat fitrahnya. Kewajiban zakat fitrah berlaku bagi orang yang sudah pernah hidup pada sebagian bulan Ramadhan dan Syawal. Misalnya, ada bayi yang lahir sebelum maghrib dan masih hidup sampai setelah maghrib, maka keluarganya wajib membayarkan zakat fitrahnya.

Syahdan, waktu pembayaran zakat fitrah ada lima: pertama, waktu jawaz (boleh) adalah sejak awal bulan puasa. Kedua, waktu wajib adalah sejak tenggelamnya matahari terakhir bulan ramadhan. Ketiga, waktu fadhilah (utama) yaitu pagi hari sebelum pelaksanaan shalat idul fitri.

Keempat, waktu karahah (makruh) yaitu setelah pelaksanaan shalat id sampai tenggelam matahari tanggal 1 syawal; kelima, waktu haram adalah mengakhirkan pembayaran zakat fitrah dari tanggal 1 syawal tanpa ada alasan yang dibenarkan oleh syari’. Namun, meskipun demikian zakat fitrah tetap wajib dikeluarkan sebagai qadha’.

Lalu apa saja bahan dan kadar zakat yang harus dikeluarkan?

Bahan yang wajib dikeluarkan sebagai zakat fitrah menurut selain hanafiyah harus berupa makanan pokok (makanan sehari-hari) seperti, beras dan jagung. Sedangkan menurut Hanafiyah dan sebagian ashab as-Syafi’i, zakat fitrah boleh menggunakan uang. Kadar yang wajib dikeluarkan menurut Syafi’iyah adalah satu sha’ senilai 2400 gr (+ 2,5 kg). Namun ukuran satu sha’ menurut Hanafiyah lebih tinggi dari pada pendapat ulama yang lain, yakni 3,8 kg.

Dengan demikian, bagi seseorang yang ingin mengeluarkan zakat fitrah menggunakan uang dengan bertaqlid pada madzhab Hanafiyah, maka harus senilai dengan 3,8 kg. Jika harga beras satu kilogram Rp. 10.000, maka ia harus membayarkan zakat fitrahnya sebesar Rp. 38.000,00.

Delapan golongan yang berhak menerima zakat yaitu fakir, miskin, amil zakat, muallafah qulubuhum, budak, orang-orang yang mempunyai hutang, orang yang berjihad di jalan Allah swt, dan orang yang sedang bepergian. Sebagaimana al-Qur’an surah At-Taubah mengatakan:

اِنَّمَاالصَّدَقٰتُ لِلْفُقَرَآءِ وَالْمَسٰكِيْنِ وَالْعٰمِلِيْنَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّـفَةِقُلُوْبُهُمْ وَفِى الرِّقَابِ وَالْغٰرِمِيْنَ وَفِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ وَابْنِ السَّبِيْلِ ۗ فَرِيْضَةً مِّنَ اللّٰهِ ۗ وَاللّٰهُ عَلِيْمٌ حَكِيْمٌ

Artinya: “Sesungguhnya zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil zakat, yang dilunakkan hatinya (mualaf), untuk (memerdekakan) hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang yang berutang, untuk jalan Allah, dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana.” (QS. At-Taubah [9]: 60).

Namun demikian, menurut sebagian ulama, zakat fitrah wajib diberikan hanya kepada fakir-miskin. Tentu saja, dalam konteks Indonesia pendapat ini lebih maslahat ditengah-tengah upaya pemberantasan kemiskinan.

Al-Ghazali mengatakan, bahwa miskin adalah mereka yang pengeluarannya tidak seimbang dengan pemasukannya. Artinya, pengeluaran lebih besar dari pada pendapatan. Definisi ini senada dengan definisi yang diungkapkan ulama-ulama lain.

Dengan demikian, boleh jadi orang yang memiliki harta banyak disebut miskin karena kebutuhannya lebih besar dari harta yang tersedia. Sedangkan faqir adalah orang yang lebih parah kondisi ekonominya dibandingkan orang miskin.

Apakah zakat harus dibagikan kepada ashnaf tsamaniyah atau khusus fakir-miskin?

Menurut madzhab Syafi’i, pendistribusian zakat fitrah sama dengan pembagian zakat mal, yaitu didistribusikan kepada delapan kelompok sebagaimana ditegaskan dalam al-Qur’an. Akan tetapi, pendapat ini ditolak oleh Ibnu Qayyim. Menurutnya, zakat fitrah itu khusus diberikan kepada fakir-miskin.

Sebab Rasulullah, Sahabat dan generasi sesudahnya tidak pernah memberikan zakat fitrah kecuali kepada fakir-miskin. Pendapat ini adalah pendapat yang lebih shahih, dan juga di dukung oleh mazhab Imam Malik dan salah salah satu riwayat dari mazhab as-Syafi’i.

ويجب صرف جميع الصدقات الى ثمانية اصناف. وهم الفقراء والمساكين والعاملون عليها، والمؤلفة قلوبهم وفي الرقاب والغارمون، وفي سبيل الله وابن السبيل… وقال ابو سعيد الاصطخري تصرف زكاة الفطر الى ثلاثة من الفقراء لانه قدر قليل. (الكتاب المجموع ج: 6 ص: 172)

“Wajib mendistribusikan seluruh shadaqah (zakat) kepada delapan golongan, mereka adalah; orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mualaf, budak, orang-orang yang berhutang, orang yang berada di jalan Allah, dan orang yang sedang dalam perjalanan. Abu Said al-Ustuhkhy berkata, bahwa zakat fitrah disalurkan pada tiga orang fakir karena kadar yang sedikit.”

هل تفرق على الاصناف الثمانية؟ وهل يقتصر صرفها على الفقراء والمساكين ام تعمم على الاصناف الثمانية؟

المشهور من مذهب الشافعي:  انه يجب صرف الفطرة الى الاصناف الذين تصرف اليهم زكاة المال، وهم المذكورون في اية: انما الصدقات… الآية. وتلزم قسمتها بينهم بالسوية. وهو مذهب ابن حزم. ورد ابن القيم على هذا الرأي فقال: وكان من هديه صلى الله عليه وسلم تخصيص المساكين بهذه الصدقة، ولم يكن يقسمها على الاصناف الثمانية قبضة قبضة، ولا أمر بذلك، ولا فعله احد من اصحابه، ولا من بعدهم. بل احد القولين عندنا: انه لا يجوز اخراجها الا على المساكين خاصة. وهذا القول ارجح من القول بوجوب قسمتها على الاصناف الثمانية. وعند المالكية: انما تصرف للفقراء والمساكين، ولا تصرف يتوصل بها لبلده، بل لا تعطي الا بوصف الفقر. (فقه الزكاة، ج 2, ص 957)

Apakah zakat fitrah dibagikan pada delapan golongan? Dan apakah pendistribusian zakat fitrah hanya dicukupkan terhadap fakir dan miskin ataukah dibagikan secara merata kepada delapan golongan? Yang masyhur dalam madzhab Syafi’i; bahwasanya zakat fitrah wajib didistribusikan pada golongan yang dalam zakat mal mendapatkan bagian, sebagaimana tertera dalam ayat “innama shadaqatu” dan wajib dibagi secara merata. Ini merupakan madzhab lbnu Hazm.

Sementara Ibnu Qayyim menolak pendapat ini seraya berkata: termasuk dari petunjuk Rasulullah adalah mengkhususkan shadaqah (zakat) pada orang-orang miskin, tidak memberikan shadaqah (zakat) pada delapan golongan secara merata, tidak memerintahkan. Hal itu, tak seorang pun dari sahabat melakukannya, demikian pula orang-orang setelah sahabat.

Akan tetapi, salah satu dari dua pendapat dari kalangan kita, tidak boleh menyalurkan zakat fitrah kecuali kepada orang-orang miskin secara khusus. Pendapat ini lebih unggul orang yang mewajibkan dibandingkan perkataan pembagian zakat pada delapan golongan.

Menurut Malikiyah, zakat fitrah hanya diberikan pada fakir dan miskin, tidak boleh diberikan pada pengurus zakat dan yang lemah imannya, memerdekakan budak, orang yang berhutang, prajurit, dan ibnu sabil yang dapat sampai ke negerinya melalui zakat fitrah, bahkan zakat fitrah tidak dapat diberikan terkecuali memiliki sifat fakir.

Apakah fakir miskin tetap membayar zakat?

Apakah orang yang berhak menerima zakat fitrah juga diwajibkan mengeluarkan zakat fitrah? Misalnya, apakah orang miskin yang berhak menerima zakat wajib membayar zakat? Lalu bagaimana jika ternyata yang dikeluarkan dan yang diterima seimbangan?

Jawabannya adalah, bahwa orang fakir-miskin tetap wajib membayar zakat fitrah dengan syarat; pertama, memiliki kelebihan kadar satu sha’ (+2 ½ kg) makanan dari yang dibutuhkan untuk dirinya sendiri, keluarga dan orang yang ia tanggung nafkahnya pada hari itu. Kedua, memiliki kelebihan dari sandang, pangan, papan, dan kebutuhan pokok (primer) lainnya.

وعن ابي هريرة في زكاة الفطر: على كل حر وعبد وذكر وانثى صغير او كبير فقير او غني… وهذا من كلام ابي هريرة ولكن مثله لا يقال بالرأي. وهذه الأحاديث تدلنا على ان هذه الزكاة فريضة عامة على الرؤوس والاشخاص من المسلمين لا فرق بين حر وعبد ولا بين ذكر وانثى ولا بين صغير وكبير بل لا فرق بين غني وفقير ولا بين حضري وبدوي

شرط وجوب الفطرة على الفقير: وشرط الجمهور لإيجاب هذه الزكاة على الفقير ان يكون عنده مقدارها فاضلا عن قوته وقوت من تلزمه نفقته ليلة العيد ويومه وان يكون فاضلا عن مسكنه ومتاعه وحاجاته الاصلية. (فقه الزكاة: ج 2, ص 923)

Artinya: “Diriwayatkan dari Abi Hurairah tentang zakat fitrah: Wajib bagi setiap orang merdeka dan hamba sahaya, laki-laki, dan perempuan, baik anak kecil atau orang dewasa, fakir atau kaya.

Ini merupakan pendapat Abi Hurairah, akan tetapi selain Abi Hurairah tidak memberikan komentar Hadits ini menunjukkan kepada kita, bahwa zakat merupakan kewajiban bagi seluruh umat Islam, tanpa membedakan antara orang merdeka dan hamba sahaya, laki-laki dan perempuan, antara anak kecil dan orang dewasa, bahkan antara yang kaya dan yang miskin, penduduk kota dan desa.

Sementara, syarat wajibnya zakat fitrah bagi fakir: syarat agar orang fakir dikenai kewajiban zakat menurut mayoritas ulama, adalah harus memiliki kelebihan kadar makanan untuk dirinya dan orang yang ia tanggung nafkahnya pada hari itu (hari raya Idul Fitri), memiliki kelebihan dari sandang, pangan, papan, dan kebutuhan-kebutuhan primer. Wallahu a’lam bisshawaab.

BINCANG SYARIAH