Syaikh Shalih bin Abdillah Al Ushaimi –hafizhahullah–
Amir adalah nama untuk orang yang mengurusi urusan manusia dalam hal kekuasaan dan hukum. Ada beberapa nama lain untuk makna ini, dia bisa disebut hakim, sultan, khalifah, dan imam. Nama-nama ini meskipun berbeda-beda, tapi maknanya sama. Nama-nama tersebut dalam syariat dipakai sebagai julukan untuk setiap orang yang mengurusi urusan manusia dalam pengaturan kekuasaan dan hukum.
Dan termasuk KESALAHAN, persangkaan bahwa nama khalifah itu (hanya) untuk orang yang mengumpulkan seluruh manusia dalam kekuasaannya, bahwa hanya dia yang berhak dibaiat secara syar’i, bahwa tidak ada baiat kecuali untuk seorang khalifah!
Karena istilah khalifah dalam syariat dan bahasa adalah julukan untuk setiap orang yang mengurusi urusan makhluk dalam hal hukum (kekuasaan), baik mereka (yang berada di bawahnya) itu seluruh kaum muslimin, atau sebagiannya. Dia dinamakan khalifah (penerus), karena dia meneruskan kekuasaan orang sebelumnya.
Maka siapapun yang telah sah kekuasaannya atas kaum muslimin, untuk semua kaum muslimin (di seluruh dunia) atau hanya di sebagian negeri; dia bisa disebut sebagai khalifah, karena dia telah didahului oleh orang sebelumnya yang mendahuluinya (dalam kekuasaan).
Dia juga -sebagaimana telah disebutkan tadi- disebut sebagai amir, hakim, sultan, dan imam. Nama-nama ini memiliki konsekuensi kewajiban yang sama dalam syariat, karena maknanya sama, yaitu orang yang mengurusi urusan manusia dalam hal kekuasaan dan hukum. Maka seorang yang hari ini disebut malik (raja) atau sultan atau amir, dia adalah khalifah secara syariat dan urf (pandangan masyarakat).
Sunnahnya orang yang menjadi pengatur (tertinggi) urusan seluruh kaum muslimin itu satu orang, namun apabila sunnah ini tidak bisa ditegakkan, maka tetap sah kekuasaan setiap orang yang telah diakui kekuasaan dan hukumnya di negeri yang dikuasainya.
Dan inilah yang terjadi di tengah-tengah kaum muslimin berabad-abad lamanya, dari sejak abad pertama (Islam) hingga sekarang ini. Dan telah ada IJMA’ (dari para ulama Islam) akan sahnya kekuasaan mereka, meskipun wilayah mereka terpisah-pisah. Ijma’ para ulama Islam dalam masalah ini telah disebutkan oleh sekelompok ulama, diantara mereka adalah Ibnu Taimiyah dan Muhammad bin Abdul Wahhab, dan beberapa ulama yang lainnya.
***
Sumber: https://www.youtube.com/watch?v=RmgbSCEqc-Y
Penerjemah: Ust. Musyaffa’ Ad Darini, Lc., MA.
Artikel Muslim.or.id