Kisah Apel dan Kegelisahan Umar bin Abdul Aziz

Hari itu cuaca begitu panas. Matahari sangat terik sejak pagi. Anak bungsu Khalifah Umar bin Abdul Aziz menghabiskan harinya dengan bermain sejak pagi. Ia pulang karena merasa sangat lapar.

Sesampainya di rumah, ia meminta makanan kepada ibunya. Namun, saat itu istri Khalifah, Fatimah, belum memasak sesuatu apa pun. “Pergilah berjumpa dengan ayahmu di baitul maal, mungkin dia dapat memberikan kamu sesuatu yang dapat dimakan,” ujar Fatimah pada anaknya.

Anak itu pun berlari-lari riang mencari ayahnya. Saat itu, dia mendapati ayahnya, Khalifah Umar bin Abdul Aziz, masih bersama beberapa orang pegawainya. Mereka sedang menimbang sejumlah buah apel. Apel-apel itu rencananya akan dibagikan kepada mereka yang layak menerimanya.

Tiba-tiba, masuklah buah hati Khalifah menuju tumpukan buah apel. Ia lalu mengambil sebuah apel dari tumpukan tersebut dan hendak memakannya.

Khalifah Umar bin Abdul Aziz melihat anak kesayangannya akan memakan buah apel itu. Dengan cepat ia merebut paksa apel itu dari mulut anaknya. Sehingga, buah hatinya menangis dan berlari pulang ke rumahnya.

Adik Khalifah Umar bin Abdul Aziz, Sahal, yang turut menyaksikan kejadian tersebut berkata, “Wahai Amirul Mukminin, anakmu itu sedang lapar, toh kita masih mempunyai stok banyak buah apel untuk diberikan kepada orang banyak, sekiranya hilang satu buah tentu tidaklah menjadi kerugian.”

Sesungguhnya, Sahal tidak sampai hati melihat keponakannya yang sedang lapar itu menangis. Ketika sebuah apel yang hendak dimasukkan ke dalam mulutnya direbut oleh ayahnya.

Sang Khalifah hanya berdiam diri mendengar kata-kata adiknya ini. Hatinya sendiri ketika itu sedang gelisah. Dia terpaksa memilih antara keridhaan Allah SWT dan keinginan anak kesayangannya. Namun, ia lebih memilih mengutamakan keridhaan Allah SWT.

Selesai dengan pekerjaannya di baitul maal, Khalifah Umar segera pulang ke rumah menemui anak bungsunya. Khalifah langsung memeluk dan mencium buah hatinya. Namun, dia mencium harumnya buah apel pada mulut si bungsu anaknya. Khalifah Umar segera memanggil istrinya, Fatimah. “Wahai Fatimah, dari mana kamu dapatkan buah apel untuk anak kita?” tanya Khalifah Umar.

Fatimah menjawab seraya menjelaskan kepada suaminya, “Anak itu sedang kelaparan tadi siang dan ia ingin sekali memakan buah apel, lalu akhirnya saya belikan sebuah di pasar, apel itulah yang dimakannya untuk menahan rasa laparnya.”

Sambil menangis, Khalifah Umar pun menceritakan kejadian siang tadi terkait anak bungsunya di baitul maal. Ia berkata, “Wahai istriku, Fatimah. Ketika aku merebut buah apel itu dari mulut anak kita, sungguh, aku merasakan seperti merengut jantungku sendiri. Tetapi, apa daya, karena aku sangat takut akan api neraka yang akan membakar anak kita, jadi aku rebut buah apel itu dari mulutnya.”

Begitulah Khalifah Umar bin Abdul Aziz, seorang hamba Allah. Ia yang merupakan seorang khalifah, mukmin, bertakwa, dan wara mencontohkan kehati-hatiannya. Ia sangat khawatir jika barang-barang haram masuk ke aliran darah keluarganya. Ia berharap seluruh keluarganya, bahkan rakyatnya, bisa mencapai surga Allah SWT.

Khalifah Umar bin Abdul Aziz selain sukses sebagai pemimpin keluarga, juga terkenal sebagai kepala negara yang adil. Sosok yang diangkat sebagai khalifah pada Jumat, 11 Shafar 99 H, itu selama masa pemerintahannya, 717-720 M, sukses mencatat segudang prestasi, seperti pemerataan kesejahteraan. Sikap dan perilaku adilnya itu, antara lain, terlihat dari pidato kenegaraannya.

Umar menjelaskan kebijakan-kebijakan yang akan dijalankan melalui pidato kenegaraannya. “Ketahuilah, apa yang Allah halalkan adalah halal sampai hari kiamat. Aku bukanlah seorang hakim, aku hanyalah pelaksana, dan aku bukanlah pelaku bid’ah, melainkan aku adalah pengikut sunah. Tidak ada hak bagi siapa pun untuk ditaati dalam kemaksiatan. Ketahuilah! Aku bukanlah orang yang terbaik di antara kalian, aku hanyalah seorang laki-laki bagian dari kalian, hanya Allah Subhanahu wa Ta’ala memberiku beban yang lebih berat dibanding kalian.”

Ia juga menerangkan lima hal dalam kepemimpinannya. Pertama, ia berharap selalu menerima informasi akurat perihal kebutuhan rakyatnya. Kedua, ia berharap selalu ada bantuan untuknya sebatas kemampuan yang ada. Ketiga, ia berharap selalu ditunjukkan jalan kebaikan dari orang-orang di sekitarnya. Keempat, tidak ada ghibah terhadap rakyat. Kelima, jangan menyangkal atau mencampuri urusan Umar jika bukan kepentingannya.

Umar kembali berujar pada rakyatnya agar terus bertawakal kepada Allah SWT dan selalu beramal untuk akhirat karena niscaya Allah juga akan mencukupkan kehidupan dunianya. “Sesungguhnya umat ini tidak berselisih tentang Tuhannya, tidak tentang Nabinya, tidak tentang kitabnya, tetapi umat ini berselisih karena dinar dan dirham. Sesungguhnya aku, demi Allah, tidak akan memberikan yang batil kepada seseorang dan tidak akan menghalangi hak seseorang,” lanjutnya.

Dia meninggikan suaranya dan kembali menerangkan seorang pemimpin yang taat kepada Allah maka ia wajib ditaati. Namun, seorang pemimpin mendurhakai perintah Allah maka tidak ada alasan rakyak menaatinya. “Taatilah aku selama aku (memerintahkan untuk) menaati Allah, namun jika (perintahku) mendurhakai-Nya, kalian tidak boleh taat dalam hal itu,” tambah Umar sebelum ia turun dari mimbar.

Bunyi Surat Raja Kerajaan Sriwijaya kepada Khalifah Umar bin Abdul Aziz

Islam masuk ke Indonesia pada awal abad hijriah, bahkan pada masa Khulafaur Rasyidin memerintah. Islam sudah mulai ekspedesinya ke Nusantara ketika sahabat Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib memegang kendali scbagai amirul mukminin.

Bahkan sumber-sumber literatur China menyebutkan, menjelang seperempat abad ke-7, sudah berdiri perkampungan Arab Muslim di pesisir pantai Sumatera. Di perkampungan-perkampungan ini diberitakan, orang-orang Arab bermukim dan menikah dengan penduduk lokal dan membentuk komunitas-komunitas Muslim.

Dalam kitab sejarah China yang berjudul Chiu T’hang Sim disebutkan pernah mendapat kunjungan diplomatik dari orang-orang Ta Shih, sebutan untuk orang Arab, pada tahun tahun 651 Masehi atau 31 Hijriah. Empat tahun kemudian, dinasti yang sama kedatangan duta yang dikirim oleh Tan mi mo ni’. Tan mi mo ni’ adalah sebutan untuk Amirul Mukminin.

Dalam catatan tersebut, duta Tan mi mo ni’? menyebutkan bahwa mereka telah mendirikan Daulah Islamiyah dan sudah tiga kali berganti kepemimpinan. Artinya, duta Muslim tersebut datang pada masa kepemimpinan Utsman bin Affan.

Biasanya, para pengembara Arab ini tak hanya berlayar sampai di China saja, tapi juga terus menjelajah sampai di Timur Tengah, termasuk Indonesia. Jauh sebelum penjelajah dari Eropa punya kemampuan mengarungi dunia, terlebih dulu pelayar-pelayar dari Arab dan Timur Tengah sudah mampu melayari rute dunia dengan intensitas yang cukup padat. Ini adalah rute pelayaran paling panjang yang pernah ada sebelum abad 16.

Hal ini juga bisa dilacak dari catatan para peziarah Budha China yang kerap kali menumpang kapal-kapal ekspedisi milik orang-orang Arab sejak menjelang abad ke-7 untuk pergi ke India. Bahkan pada era yang lebih belakangan, pengembara Arab yang masyhur, Ibnu Batutah mencatat perjalanannya ke beberapa wilayah Nusantara. Sayangnya, tak dijelaskan dalam catatan Ibnu Batutah daerah-daerah mana saja yang pemah ia kunjungi.

Kian tahun, kian bertambah duta-duta dari Timur Tengah yang datang ke wilayah Nusantara. Pada masa Dinasti Umayyah, ada sebanyak 17 duta Muslim yang datang ke China. Pada Dinasti Abbasiyah dikirim 18 duta ke negeri China. Bahkan pada pertengahan abad ke-7 sudah berdiri beberapa perkampungan Muslim di Kanfu atau Kanton.

Tidak hanya ke negeri China perjalanan dilakukan. Beberapa catatan juga menyebutkan duta-duta Muslim juga mengunjungi Zabaj atau Sribuza atau yang lebih kita kenal dengan Kerajaan Sriwijaya. Hal ini sangat bisa diterima karena zaman itu adalah masa-masa keemasan Kerajaan Sriwijaya. Tidak ada satu ekspedisi yang akan menuju ke China tanpa melawat terlebih dahulu ke Sriwijaya.

Sebuah literatur kuno Arab berjudul “Aja’ib Al Hind” yang ditulis oleh Buzurg bin Shahriyar al Ramhurmuzi pada tahun 1.000 memberikan gambaran bahwa ada perkampungan Muslim yang terbangun di wilayah Kerajaan Sriwijaya. Hubungan Sriwijaya dengan kekhalifahan Islam di Timur Tengah berlanjut hingga di masa khalifah Umar bin Abdul Azis. Ibn Abd Al Rabbih dalam karyanya al Iqd al Farid yang dikutip oleh Azyumardi Azra dalam karyanya menyebutkan ada korespondensi yang berlangsung antara raja Sriwijaya kala itu Sri Indravarman dengan khalifah yang masyhur karena adilnya itu.

“Dari Raja di Raja (Malik al Amlak) yang adalah seribu raja; yang istrinya juga cucu seribu raja yang di dalam kandang binatangnya terdapat seribu gajah yang di wilayahnya terdapat dua sungai yang mengairi pohon gaharu, bumbu wewangian, pala dan kapur barus yang semerbak wanginya hingga menjangkau jarak 12 mil kepada Raja Arab yang tidak menyekutukan tuhan-tuhan lain dengan Tuhan.

Saya telah mengirimkan kepada Anda hadiah, yang sebenarnya merupakan hadiah yang tak begitu banyak tetapi sekadar tanda persahabatan. Saya ingin Anda mengirimkan kepada saya seseorang yang dapat mengajarkan Islam kepada saya dan menjelaskan kepada saya tentang hukum-hukumnya.”

Begitulah bunyi surat Raja Sriwijaya Sri Indravarman kepada khalifah Umar bin Abdul Aziz. Hubungan diplomatik tersebut diperkirakan berlangsung pada tahun 918 masehi. Tak dapat diketahui apakah Raja memeluk Islam atau tidak setelah itu. Tapi hubungan Sriwijaya dan pemerintahan Islam di Arab menjadi babak baru Islam di Nusantara. [@paramuda/ BersamaDakwah]

Sumber: Nusantara Berkisah oleh Herry Nurdi

BERSAMA DAKWAH





Menanggalkan Kemewahan

Sebelum menjadi khalifah, Umar bin Abdul Aziz, setiap hari mengganti pakaian lebih dari satu kali. Ia juga memiliki emas dan perak, pembantu dan istana, makanan dan minuman serta segala. Akan tetapi, ketika ia memangku jabatan kekhalifahan, semua kemewahan itu ditinggalkan.

Suatu kali, khalifah Umar bin Abdul Aziz agak terlambat shalat Jumat sehingga banyak orang yang mencelanya. Umar menjawab, ”Maafkan, aku terpaksa menunggu pakaianku yang sedang dicuci sampai kering.” Maslamah bin Abdul Malik menjenguk Umar bin Abdul Aziz yang sedang sakit.

Ia melihat baju yang dipakai khalifah Umar bin Abdul Aziz sedemikian lusuh dan kotornya. Ia kemudian berkata kepada Fatimah, istri Umar yang tak lain adalah juga adik Maslamah bin Abdul Malik. ”Tidakkah kau bisa mencucikan pakaiannya?” Fatimah menjawab, ”Demi Allah, ia tidak memiliki baju selain yang dipakainya itu. Jika aku mencucinya, ia tidak berpakaian lagi.”

Usai shalat isya, biasanya Umar bin Abdul Aziz masuk menemui putri-putrinya dan mengucapkan salam kepada mereka. Suatu malam ia masuk menemui mereka. Begitu merasakan kedatangan Umar, mereka spontan meletakkan tangan mereka pada mulut mereka dan langsung meninggalkan pintu. Umar bertanya pada pembantu wanitanya, ”Ada apa dengan mereka?”

Pembantu wanitanya menjawab, ”Tidak ada yang bisa mereka santap buat makan malam kecuali adas dan bawang. Mereka tidak mau, baunya itu tercium dari mulut mereka.” Umar lantas berkata kepada mereka, ”Hai putri-putriku, apa manfaatnya bagi kalian makan makanan yang enak dan bermacam-macam jika hal itu menyeret ayahmu ke neraka.” Putri-putri Umar itu lalu menangis hingga terdengar keras suaranya, lalu Umar bergegas pergi.

Khalifah Umar bin Abdul Aziz: Pemimpin yang Amanah dan Taat

Sebelum menduduki Jabatan Khilafah

Umar bin Abdul Aziz lahir pada tahun 63 H, di tahun wafatnya Ibunda Maimunah, Isteri nabi saw. Beliau adalah Umar bin Abdul Aziz bin Marwan bin al-Hakam, bin al-Ash bin Umayyah bin Abdi Syams. Ibunya adalah Ummu Ashim Binti Ashim bin Umar al-Khathab (yang dikenal dengan julukan Abu Hafhs). Diriwayatkan bahwa ketika Abdul Aziz bin Marwan hendak menikahi Umu Umar bin Abdil Aziz, Ia (Abdul Aziz) berkata kepada pengasuhnya, kumpulkanlah untuk-ku empat ratus dinar dari hartaku yang paling bersih, karena aku akan menikahi keluarga yang baik. Maka Ia pun menikahi Umu Umar bin Abdil Aziz. Namanya adalah Umu Ashim binti Ashim bin Umar bin Al-Khatab. Ashim adalah putra Umar yang menikah dengan seorang pemudi yang menolak menambahkan air pada susu perasan ketika diperintahkan oleh ibunya. Saat itu ia berkata kepada Ibunya, jika Umar tidak melihat kita maka Allah pasti melihat kita. Hal itu kemudian didengar oleh Umar bin Khatab ra. Maka ia memerintahkan salah seorang anaknya untuk menikahi pemudi itu karena sifat amanah yang dimilikinya. Maka menikahlah ia dengan Ashim (putra Umar bin Khatab).

Rasulullah pernah bersaksi bahwa Umar bin Abdul Aziz adalah Penganut kebaikan di masanya. Tentang hal ini Abbas bin Rasyid berkata: Umar bin Abdul Aziz pernah mengunjungi guruku, ketika ia mau pulang, guruku berkata kepadaku: Keluarlah kamu bersamanya dan iringilah ia. Tiba-tiba kami menemukan seekor ular hitam yang sudah mati. Maka Umar-pun turun dari keledainya kemudian ia menguburkan ular tersebut. setelah itu tiba-tiba terdengar ada suara  yang berteriak ” Ya Kharqa, Ya Kharqa, aku pernah mendengar Rasululah saw bersabda kepada ular ini : ” Kamu akan mati di tanah lapang, dan kamu akan dikuburkan oleh penduduk bumi paling baik saat itu”. Maka Umar berkata: Aku memohon kepada-mu,jika kamu bisa tampak maka perlihatkanlah dirimu kepadaku. Suara itu berkata “Aku adalah salah seorang dari sembilan orang yang membaiat Rasulullah saw di lembah ini. dan aku pernah mendengar Rasulullah saw mengatakan perkataan tadi kepada ular ini. Maka Umar-pun menangis hingga ia hampir terjatuh dari tunggangannya. Kemudian Ia berkata: Aku memohon kepada-mu “jangan beritahukan hal ini kepada siapa-pun hingga aku dikuburkan.

Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar bahwa ia sering sekali mengatakan ” saya sangat ingin mengetahui siapa dari keturunan Umar yang pada wajahnya terdapat tanda, ia akan memenuhi bumi dengan keadilan. Begitu juga diriwayatkan bahwa Umar bin Khatab juga pernah berkata: saya ingin sekali mengetahui, siapa yang memiliki tanda di mukanya dari keturunanku,yang akan memenuhi bumi dengan keadilan sebagaimana bumi saat itu telah dipenuhi dengan kejahatan. Diriwayatkan bahwa suatu ketika, hewan peliharaan ayah Umar bin Abdul Aziz pernah menendangnya hingga ia terluka. Maka saat itu Ayahnya mengusap darah dari wajahnya sambil berkata: “Aku sangat bahagia, jika kamu adalah orang yang terluka wajahnya di antara Bani Umayah”.

Suatu hari Umar bin Abdul Aziz datang ke Madinah, kemudian istirahat di rumah Marwan. Ketika usai menunaikan Shalat Zhuhur, ia mengundang sepuluh orang Ulama ahli Fiqh di Madinah. Maka mereka-pun menemuinya. Berkatalah Umar: Aku mengundang anda semua hanya karena satu perkara, di mana anda semua akan mendapat pahala karenanya dan dengan perkara itu anda semua akan menjadi pembela kebenaran. Aku tidak mau memutuskan satu perkara-pun kecuali dengan pendapat anda semua atau salah seorang yang hadir dari anda semua. Jika anda semua melihat ada seseorang yang berbuat zalim atau sampai berita kepada anda semua bahwa salah seorang kepala daerah-ku melakukan kezaliman, maka sampaikanlah kepadaku. Maka para ulama itu pulang, sambil berdoa ” semoga Allah membalasanya dengan kebaikan.

Umar pernah mengoreksi dan menasehati Khalifah al-Walid bin Marwan. Ia pun pernah mengoreksi prilaku al Hajaj, di mana hal ini menimbulkan permusuhan antara beliau dan al-Hajaj. Mu’jizat Islam saat itu, yaitu Umar bin Abdul Aziz telah mampu menembus penutup yang mencekam yang menyelimuti diri bani umayah. Umar meneriakkan kebenaran, seraya bertaubat dan membersihkan diri dari kezaliman dan dosa-dosa di masa bani Umayah. Ia berhasil menentang para penguasa diktator dan penindas saat itu. Yang paling terdepan adalah Al-Hajaj bin Yusuf al-Tsaqafi. Meski semua kaum bani umayah tanpa kecuali segan terhadap umar dan menghormatinya, namun mereka tidak kuat menempuh jalan yang ditempuhnya. Dan Al-Hajaj pun mulai menyusun konspirasi dan tipu dayanya, maka ia menghasut Khalifah Al-Walid untuk menghukum keponakannya, suami, suadara perempuannya dan gurbenurnya di Hijaz “Umar bin Abdil Aziz. Hajaj mengirim surat kepada Khalifah melaporkan bahwa Umar telah menyambut dan melindungi orang-orang yang dipanggil oleh al-Hajaj untuk di hukum karena mereka telah berkonspirasi melawan bani Umayyah. Khalifah Walid pun memanggil Umar dan berkata: apa pendapatmu tentang orang yang mencaci maki para Khalifah? Apakah ia boleh dibunuh? Umar diam. Maka al-Walid bertambah tidak senang, ia kembali bertanya: apa pendapatmu tentang orang yang mencaci-maki khalifah? Apakah ia boleh dibunuh? Maka Umar bin Abdul Azizi berkata -dengan keimanan yang benar, tanpa ragu dan takut tehadap akibat dari perkatannya ” apakah anda akan membunuh nyawa tanpa hak, wahai Amirul Mukminin?” Al-Walid berkata: Tidak akan. Tapi mencaci maki para khalifah dan meremehkan kehormatan mereka adalah perbuatan keji). Umar berkata: Kalau begitu hukumlah ia karena telah meremehkan kehormatan Khalifah jangan dibunuh. Maka Khalifah al-Walid secara terpaksa dan murka akhirnya memerintahkan untuk mengakhiri pertemuan saat itu. Maka Umar-pun pergi, sambil menunggu hukuman yang akan diberikan kepadanya, seraya berkata: Aku meninggalkan khalifah, tidak ada angin yang berhembus kecuali aku menduganya bahwa ia adalah utusan Khalifah yang akan memanggilku untuk dibawa ke hadapannya. Kemudian Umar diberhentikan dari Jabatannya sebagai Gubernur Hijaz. Maka ia pindah menuju Madinah. Ketika ia sampai ke Madinah: Ia berkata kepada mantan budaknya “Muzahim”: Wahai Muzahim, aku khawatir termasuk orang yang akan mengotori Madinah dikeluarkan darinya sebagaimana sabda Rasulullah saw: “Bahwa Madinah akan mengusir kotoran yang ada di dalamnya”. Maka Muzahim meyakinkan Umar bahwa kekhawatirannya tidak akan terjadi. Keduanya-pun berlalu hingga beristirahat di satu tempat yang bernama Suwaida di Syam. Di tempat itu Umar banyak menghabiskan masa-masa pengasingannya. Saat itu terbersitlah dalam benaknya apa yang diwasiatkan oleh bapaknya ” Abdul Aziz bin Marwan” : Bertakwalah kepada Allah, perbaguslah niatmu (tekad bulat-mu) dalam beramal, karena tidak ada agama bagi orang yang tidak punya niat, aturlah keuanganmu dengan baik, karena tidak akan ada harta bagi orang yang tidak mengaturnya dengan baik, santunlah terhadap orang kamu gauli, karena tidak ada kehidupan bagi orang yang tidak santun, kalahkanlah keinginan syahwatmu, karena tidak ada akal bagi orang yang tidak bisa mengalahkan hawa-nafsunya.

Umar menjadikan masa-masa pengasingannya ini sebagai latihan untuk hidup zuhud, sederhana dan berjihad membela kebenaran. Setelah wafatnya Khalifah al-Walid maka Kekhilafahan dipimpin oleh  saudaranya “Sulaiman”. Khalifah ini keadanhya lebih baik dari al-Walid. Meski ada rasa hormat dan cinta yang disembunyikan dalam diri Khalifah “Sulaiman”, namun ia tetap khawatir kalau mengangkat Umar sebagai Gubernur. Ia lebih memilih tetap menjadikannya sebagai saudara, atau paling tidak sebagai penasehatnya.

Pada suatu hari Khalifah Sulaiman bersama dengan Umar bin Abdul Aziz untuk mengunjungi markas pasukan. Dalam keheningan Khalifah berkata: apa pendapatmu wahai Umar tentang yang kamu lihat saat ini?. Umar berkata: aku melihat semua ini adalah dunia yang salaing memakan satu sama lain, sedangkan anda adalah penanggung jawabnya.

Ketika Khalifah Sulaiman bin Abdil Malik jatuh sakit, dan ia  ingin menunjuk seorang kahlifah penggantinya, saat itu anak-anaknya masih kecil. Maka ia meminta saran dari Roja bin Haiwah. Ia bertanya kepadanya: Siapa orang yang harus aku tunjuk. Roja bin Haiwah berkata: Umar Bin Abdil Aziz. Roja-pun menyampaikan pandangannya secara terperinci. Maka Khalifah Sulaiman menyetujuinya dan berkata:  Aku akan memilih seorang Khalifah dan Syaithan sedikit-pun tidak akan mendapatkan bagian.

Umar bin Abdul Aziz pernah bermimpi melihat Rasulullah saw, dan bersabda: Mendekatlah wahai Umar. Maka mendekatlah Abu Hafsh hingga ia takut menimpanya. Maka Rasulullah bersabda: Jika engkau memimpin, buatlah suatu amal seperti amalnya dua orang ini. Tiba-tiba ada dua orang yang mendampingi beliau saw. Umar bin Abdul Aziz berkata: Siapakah dua orang ini?. Rasulullah saw berkata: Ini Abu bakar dan Ini Umar.

 

Menuntut Ilmu

Umar bin Abdul Aziz menuntut ilmu dan banyak bertanya kepada Ulama dan meminta saran dari mereka. Diriwayatkan bahwa bapaknya, Abdul Aziz pernah mengirin Umar ke Madinah untuk belajar adab. Beliau menulis surat kepada Shalih bin Kaisan agar memperhatikannya. Maka Shalih-pun memperhatikan shalatnya, mengajarkannya urusan agama dan dunia. Umar pun pernah belajar kepada Ubaidillah bin Abdillah bin Utbah dan banyak mendengarkan ceramah-ceramahnya. Umar pernah berkata: dahulu aku telah menyertai orang-orang besar dan menuntut ilmu yang paling mulia. Ketika aku diberi amanah menjadi pemimpin, aku merasa butuh untuk belajar ilmu-ilmu yang biasa, karena itu, pelajarilah ilmu itu semuanya, baik yang bagusnya maupun yang buruknya dan yang rendahnya.

Diriwayatkan bahwa Umar pernah menangis ketika masih kecil, saat itu ia telah hafal al-Qur’an. Maka Ibunya berkata: apa yang menyebabkanmu menangis?. Umar berkata: aku ingat terhadap al-Qur’an maka aku menangis. Ibunyapun menangis karenanya.

Ketika umar telah menjadi seorang pemuda, maka ia menjadi kepala daerah (amir) di Madinah. Saat itu ia adalah seorang pemuda yang tegap dan gagah. Ketika ia ditunjuk menjadi Khalifah, datanglah Muhammad bin Ka’ab al-Qurzhi menemuinya. Kemudian ia memandangi tubuh Umar, Maka Umar berkata: ada apa dengan mu?. Mumammah bin Ka’ab berkata: aku sangat terkesan warna kulitmu, lebatnya rambutmu, dan tegapnya badanmu. Umar berkata: Wahai Ibnu Ka’ab apa pendapatmu jika engkau melihatku setelah tiga hari dikubur?, yakni ketika dua bola mataku jatuh dari kelopak mataku, ketika meleleh nanah dan ulat dari hidung dan mulutku. Saat itu anda akan terheran-heran melihat-ku?

Ketika Umar menjadi Khalifah, ia memanggil Salim bin Abdillah dan Muhammad bin Ka’ab al Qurzhi dan Roja bin Haiwah, ia berkata: Aku telah diuji dengan urusan ini, nasihatilah aku…, Maka Salim berkata: Jika anda ingin selamat dari adzab Allah maka hendaklah jadikanlah orang yang paling tua di antara kaum muslimin sebagai bapakmu, yang pertengahan di antara mereka jadikanlah sebagai saudara-mu dan yang paling muda jadikanlah sebagai anakmu. Maka hormatilah bapak-mu, Muliakanlah saudaramu dan Sayangilah anak-mu. Roja bin Haiwah berkata: Jika anda mau selamat dari Neraka, maka cintailah kaum muslimin sebagaimana anda mencintai diri sendiri, dan bencilah untuk kaum muslimin apa yang anda benci untuk dirimu sendiri, kemudian setelah itu, silahkan anda mati sesukamu.

Di antara ilmu yang berhasil dicapainya adalah ia telah menulis sanad hadits meriwayatkannya dari sekelompok sahabat Nabi, dari beberapa tabi’in. di antaranya adalah Anas bin Malik, Abdullah bin Umar, Abdullah bin Ja’far, Ibnu Abi Salamah al-Makhzumi, Saib bin Zaid, Abdullah bin Salam. Ia pun telah menerima hadits dari beberapa sahabat seniornya, diantaranya adalah Ubadah bin Shamit, Tamim ad-Daari, al-Mughiroh bin Syu’bah, Aishah ra, Umi Hani dan Khaulah binti al-Hakam.

Shalat Umar bin Abdul Aziz adalah shalat yang paling mirip dengan shalatnya Rasulullah saw. Anas bin Malik pernah berkata: Aku tidak melihat seorang Imam yang lebih mirip shalatnya dengan shalat Rasulullah saw dari pada imam kali ini. Umar bin Abdul Aziz tidak memperpanjang bacaan, Ia selalu menyempurnakan ruku dan sujudnya, dan meringankan saat berdiri dan duduk. Ia sangat fasih dan berilmu. Maimun bin Mahron berkata: Kami mendatangi Umar bin Abdil Aziz, kemudian kami menduga bahwa ia akan membutuhkan kami. Ternyata kami di dekatnya laksana murid-muridnya. Ia adalah gurunya para ulama.

 

Pengangkatan sebagai Khalifah

Umar diangkat menjadi Kahlifah pada tahun 99 H, pada hari wafatnya Khalifah Sulaiman bin Abdil Malik. Khalifah Sulaiman telah mewasiatkan kekhilafahan kepada Umar ketika ia ditimpa sakit demam. Saat itu puteranya ‘Ayub masih kanak-kanak, belum baligh”. Anaknya yang lain Daud hilang di konstantinopel. Khalifah Sulaiman tidak menemukan yang lain sebagai calon khalifah kecuali Umar bin Abdul Aziz.  Berikut ini adalah teks surat pengangkatan Umar sebagai Khalifah ” Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, ini adalah surat (keputusan) dari hamba Allah” Sulaiman” sebagai Amirul Mukminin kepada Umar bin Abdil Aziz. Aku telah mengangkatnya sebagai Khalifah setelahku. Kemudian setelahnya akau angkat Yazid bin Abdil Malik. Maka dengarlah ia, taatilah, bertakwalah kepada Allah, jangalah kalian berselisih karena jika berselisih kalian akan jadi mangsa musuh-mush kalian”

Ketika Sulaiman wafat dan sudah dikafani, ia dishalatkan dengan diimami oleh Umar. Ketika penguburan jenazahnya telah selaesai, dibawalah ke hadapan Umar bin Abdul Aziz beberapa tunggangan khas khilafah, yakni berupa unta dan kuda. Maka Umar berkata: Apa ini?. Orang-orang menjawab: ini adalah kendaraan Khalifah. Maka Umar berkata: Jauhkan kendaraan itu dariku, aku tidak membutuhkannya. Kemarikanlah keledaiku. Maka ia-pun menaikinya dan pulang ke rumah dalam keadaan bingung. Pelayannya berkata: Nampaknya anda sedang bingung, ada apa gerangan?. Umar-pun berkata: Aku bingung karena urusan seperti ini (maksudnya kekhilafahan). Sungguh tidak ada satu umat Muhammad-pun di timur dan barat kecuali ia memiliki hak yang wajib aku tunaikan, tanpa harus menunggu ia menyuratiku atau menuntutnya dari-ku.

 

 

Khutbah Setelah Pengangkatan sebagai Khalifah

Khulafaur Rasyidin ke lima masuk masjid, kemudian naik mimbar dan berkata: “Wahai saudara-saudara! Aku telah diuji untuk memegang tugas ini, tanpa meminta pandanganku terlebih dahulu dan bukan juga permintaanku serta tidak dibincangkan bersama dengan umat Islam. Sekarang aku membatalkan baiah yang kalian berikan kepadaku dan pilihlah seorang Khalifah yang kalian sukai”. Tiba-tiba orang-orang serentak berkata: “Kami telah memilihmu, wahai Amirul Mukminin dan kami ridho kepadamu. Maka uruslah urusan kami dengan kebaikan dan keberkatan”.

Diriwayatkan bahwa ketika Umar diangkat sebagai Khalifah, ia naik mimbar dan bekata: Wahai saudara-sauadara sekalian, sungguh aku telah diangkat memegang tugas ini dan anda semua memiliki pilihan. Ketika ia turun maka orang-orang serentak berteriak: Kami telah memilih anda wahai Amirul Mukminin, kami telah ridho kepada-mu. Kemudian Umar naik lagi ke mimbar: ia menyampaikan pujian sanjungan kepada Allah, dan membacakan shalawat kepada nabi SAW dan berkata: Aku berwasiat kepada anda semua untuk bertaqwa kepada Allah. Karena takwa kepada Allah adalah pengganti segala perkara, dan tidak bisa diganti dengan apapun. Beramalah untuk akhirat,karena siapa saja yang beramal untuk akhiratnya maka Allah pasti mencukupi dunianya. Bereskanlah keadaan kalian ketika tidak ada siapa-siapa, niscaya Allah akan membereskan keadaan kalian ketika bersama orang banyak. Ingatlah kematian dan bersiap-siaplah dengan baik (untuk menyambut kematian), sebelum benar-benar kematian itu datang, karena kematian akan menghancurkan segala kenikmatan. Sungguh umat ini tidak akan berselisih karena Rab-nya,tidak karena nabi-Nya dan tidak karena kitab-Nya, mereka hanya akan berselisih karena dinar dan dirham (harta). Sungguh demi Allah, aku tidak akan memberikan kebatilan kepada siapapun, aku tidak akan menghalangi kebenaran dari siapapun. Kemudian ia meninggikan suaranya (berteriak): Wahai saudara-saudara…, siapa saja yang taat kepada Allah, maka ia wajib ditaati. Siapa saja yang maksiat kepada Allah maka tidak boleh ditaati. Karena itu, taatilah aku selama aku taat kepada Allah. Jika aku maksiat kepada Allah maka anda semua tidak wajib taat kepadaku”.

Kemudian Umar masuk ke rumah (istana). Ia memerintahkan agar semua hiasan istana ditanggalkan. Baju-baju kebesaran khalifah ia jual dan hasil penjualannya dimasukan ke baitul mal. Ia memerintahkan agar diumumkan ke khalayak bahwa : siapa saja yang telah dizhalimi hendaklah ia melaporkannya. Umar tidak membiarkan sedikitpun kekayaan yang ada pada kekuasaan Sulaiman dan apa yang ada di tangan orang-orang yang zalim kecuali ia kembalikan kepada pihak-pihak yang terzalimi. Masyarakat-pun merasa senang dengan kepemimpinannya.

Diceritakan bahwa ketika Umar bin Abdul Aziz selesai berpidato, ia masuk ke dalam rumah untuk beristirahat tidur siang sebentar (qailulah). Tiba-tiba datanglah putra-nya Abdul Malik. Ia bertanya-tanya keheranan: Wahai Amirul Mukminin, apa yang akan anda lakukan? . Umar berkata: Wahai anak-ku. Ayah ingin beristirahat tidur siang sebentar. Maka Abdul Malik berkata: Apakah anda bisa tidur sementara anda belum mengembalikan hak-hak orang-orang yang terzalimi?. Umar-pun berkata: Wahai anaku, tadi malam ayah tidak tidur di rumah paman-mu “Sulaiman”. Nanti jika ayah sudah shalat Zhuhur, ayah akan mengembalikan hak-hak orang yang terzalimi. Sang anak-pun berkata: Wahai Amirul Mukminin, apakah anda bisa menjamin bahwa anda bisa hidup sampai waktu zhuhur?. Maka Umar bin Abdil Aziz berkata: mendekatlah wahai anak-ku sayang..Maka Adul Malik-pun mendekat. Kemudian Umar memeluknya dan mencium keningnya, seraya berkata: Segala puji hanya milik Allah yan telah mengeluarkan dari tulang rusuk-ku keturunan yang menjadi penolongku dalam menjalankan agama.

 

Umar Bin Abdul Aziz termasuk al-Khulafa al-Rasyidun Al-Mahdiyyuun

Ali bin Husain berkata: Khulafa al-Mahdiyyin ada tujuh orang, 5 orang telah berlalu, dan tersisa dua orang lagi. Mereka adalah : Abu Bakar, Umar, Ustman, Ali, Umar bin Abdul Aziz. Ahmad bin hanbal berkata: Allah akan membangunkan bagi manusia pada setiap seratus tahun orang yang memperbaiki agama bagi umat ini.  Maka kami melihat seratus tahun pertama adalah Umar bin Abdul Aziz. Pada seratus tahun kedua adalah Imam Syafi’i.

Khalifah Umar bin Abdul Aziz adalah seorang pemimpin yang adil. Masyrakat-pun merasakan keadilan ini, mereka melihatnya sendiri dan membicarakannya. Umar pernah berkata kepada rakyatnya: Pulanglah ke negeri kalian, aku bisa melupakan kalian di sini. Sungguh aku telah mengangkat para kepala daerah untuk kalian, aku tidak mengatakan bahwa mereka adalah yang terbaik. Siapa saja yang dizalimi oleh kepala daerah-ku maka aku tidak akan mengizinkannya kecuali aku melihat kezalimannya. Demi Allah jika aku dan keluargaku menghalangi harta ini kemudian aku menghalanginya dari kalian maka sungguh aku pasti akan termasuk orang yang kikir. Demi Allah andai saja aku tidak hidup sesuai dengan sunnah dan tidak menjalankan kebenaran maka pasti aku mencintai keluhuran (aku akan bermegah-megahan).

Umar bin Abdul Aziz pernah mengirim para amil untuk mengajarkan agama kepada masyarakat pedalaman dan membagikan harta. Robbah bin Hibban -ia adalah amil di Madinah- berkata: tidak datang surat-surat kepada kami dari Umar kecuali untuk menghidupkan Sunnah, membagikan harta atau perkara yang baik. Beliau selalu menanyakan tentang keadaan semua kaum muslimin. Suatu hari datanglah sekelompok orang dari Madinah. Khalifah Umar bertanya kepada mereka: apa yang dilakukan oleh orang-orang miskin yang tinggal di daerah ini.., Maka mereka berkata: Wahai Amirul Mukminin : mereka telah dikayakan oleh Allah karena harta yang engkau berikan dari baitul mal.

Diceritakan ada sekelompok orang  yang naik haji mengirim surat kepada Khalifah umar agar Ia memerintahkan pegawainya untuk menutupi bait al-haram, sebagai mana dilakukan oleh pemimpin sebelumnya. Maka Umar-pun menulis surat jawaban kepada mereka yang isinya: bahwa aku memandang lebih baik biaya untuk itu (menutupi ka’bah) aku berikan untuk menutupi perut-perut yang lapar. Umar selalu mengirim harta negara untuk dibagi-bagikan kepada orang-orang miskin. Namun harta tersebut dikembalikan lagi karena tidak ada yang mau menerimanya (karena sudah kaya). Umar benar-benar telah mengkayakan masyarakatnya. Di masanya, Umar mencetak uang pecahan dan terdapat tulisan ” Amarollohu bilwafaa wal-adl ” artinya Allah memerintahkan untuk menunaikan amanah dan berbuat adil.

 

Ibadahnya

Umar bin Abdul Aziz memiliki sebuah peti yang berisi baju yang terbuat dari bulu dan rantai. Ia memiliki kamar khusus untuk shalat yang tidak dimasuki oleh orang lain. jika telah datang waktu malam, maka ia membuka petinya dan memakai baju serta meletakkan belenggu dilehernya. Ia terus-menerus bermunajat kepada Rabb-nya dan menangis hingga terbit fajar. Khalifah Umar biasa meningkatkan kesungguhanyya setelah wakti Isya paling akhir sebelum witir. Jika telah witir ia tidak berbicara dengan siapapun.  Ia selalu berpuasa senin-kamis, sepuluh pertama bulan dzulhijjah, hari asyura, dan hari arafah. Ia selalu melihat mushaf setiap hari namun tidak sering.

Menangis dan Takut oleh Allah

Suatu hari ada seorang lelaki bernama Ibnu al-Ahtam menemui Umar bin Abdil Aziz, ia terus menerus menasehatinya maka umarpun menangis hingga terjatuh pingsan. Jika beliau membaca al-Qur’an maka pasti menangis. Diriwayatkan bahwa suatu hari Umar menangis bersamanya ada Fatimah. Maka menangislah penghuni rumah. Masing-masing dari mereka tidak mengetahui kenapa yang lain menangis. Kemudian Fatimah bertanya: Wahai Amirul Mukminin karena apa engkau menangis?. Wahai Fatimah aku teringat akan perginya manusia kelak di hari kiamat di hadapan Allah, segolongan pergi ke Surga dan segolongan lagi ke Neraka. Kemudian Umar berteriak dan pingsan. Setiap malam Khalifah Umar selalu mengumpulkan Fuqaha, mereka mengingatkan akan kematian dan hari kiamat, kemudian mereka menangis, seolah-olah di antara mereka ada Jenazah.  Jika Umar ingat mati maka ia akan bergetar seperti menggigilnya burung yang kedinginan. Ia menangis hingga air matanya berlinang membasahi janggutnya.

 

Wafat dan Wasiatnya kepada Anak-anaknya

Ketika Umar bin Abdil Aziz akan wafat, datanglah sepupu dan mertuanya “maslamah bin Abdil Malik”, ia berkata: Wahai Amirul Mukminin: sungguh engkau telah memutuskan mulut anakmu dari harta ini, engkau telah meninggalkan mereka dalam keadaam miskin. Karena itu harus ada sesuatu yang bisa memperbaiki kehidupan mereka. Jika engkau berwsiat untuk  mereka kepada-ku atau kepada keluarga-mu maka niscaya aku akan menjamin biaya mereka, Insya Allah. Maka Umar berkata: dudukanlah aku. Maka mereka-pun mendudukannya. Umar-pun berkata: segala puji hanya milik Allah, apakah karena Allah anda menakut-nakutiku wahai Masalamah. Adapun yang engaku katakan bahwa aku telah menghalangi mulut anak-anakku dari harta dan aku telah meninggalkan mereka dalam keadaan miskin, maka sungguh aku tidak menghalangi hak mereka dan aku tidak memberikan kepada mereka sesuatu yang bukan haknya. Adapun permintaanmu agar aku berwasiat kepada-mu atau keluargaku maka wasiatku untuk keluargaku adalah Allah yang telah menurunkan al-Qur’an. Dialah yang akan mengasihi orang-orang yang shalih. Keturunan Umar hanyalah dua golongan. Pertama orang yang bertaqwa kepada Allah, maka Allah akan meberikan kemudahan dalam segala urusannya dan akan memberikan rizki dari yang tidak terduga. Kedua adalah kelompok yang terbenam dalam kemaksiatan, maka aku tidak akan menjadi orang pertama yang mendukung mereka dengan harta untuk maksiat kepada Allah. Kemudian Umar minta agar anak-anaknya dipanggil. Maka datanglah sekitar sepuluh orang anak laki-laki, maka ia-pun mulai memberikan nasihat, seraya berkata: Wahai anak-anakku ayah cenderung pada salah satu di antara dua: yaitu kalian menjadi orang kaya dan ayah kalian masuk neraka atau kalian menjadi faqir dan ayah kalian masuk Surga. Maka jika kalian fakir dan ayah masuk surga lebih ayah cintai dari pada kalian kaya sementara ayah masuk neraka. Wahai anak-anaku berdirilah semoga Allah menjaga kalian dan memberi rizki.

 

sumber: HizbutTahrir