Kita tidak boleh membiarkan Indonesia terus menjadi juara kemubaziran pangan. Kondisi ini harus terus diperbaiki, dimulai dari diri kita masing-masing, inilah ajaran Islam tentang urusan pangan dalam khutbah Jumat kali ini
MENURUT perhitungan Bappenas, makanan yang terbuang menjadi sampah di negeri ini nilanya mencapai lebih dari Rp 213 trilyun per tahun.Allah Subhanahu Wata’ala telah menyediakan jenis tanaman dan buah berlimpah, menganjurkan kita berhemat dan tidak serakah.
Sungguh Islam ajaran yang sempurna, selain mengatur berbagai aspek kehidupan manusia, termasuk dalam hal urusan pangan. Inilah naskah khutbah Jumat lengkapnya:
Khutbah Jumat Pertama
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى سيدنا مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن
: يَاأَيّهَا النَاسُ اتّقُوْا رَبّكُمُ الّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَاءً وَاتّقُوا اللهَ الَذِي تَسَاءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَام َ إِنّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا
Ma’asyiral muslimin, jamaah shalat Jumat yang dimuliakan Allah
Islam sebagai ajaran yang sempurna mengatur berbagai aspek kehidupan manusia, termasuk dalam hal urusan pangan. Allah Ta’ala telah memberikan petunjuk dalam kitab suci-Nya tentang bagaimana manusia bersikap dan bertindak dalam urusan makan dan minum.
Allah juga telah mengutus para nabi dan rasul untuk memberikan contoh dan teladan bagaimana sikap dan tindakan terbaik dalam urusan makan dan minum. Ada banyak ajaran Islam tentang urusan pangan. Namun karena keterbatasan waktu, pada kesempatan ini kita hanya akan membahas beberapa poin saja.
Pertama, memakan makanan yang halal dan thayyib
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
وَكُلُوْا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللّٰهُ حَلٰلًا طَيِّبًا ۖ وَّ اتَّقُوا اللّٰهَ الَّذِيْۤ اَنْـتُمْ بِهٖ مُؤْمِنُوْنَ
“Dan makanlah dari apa yang telah diberikan Allah kepadamu sebagai rezeki yang halal dan baik, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya.” (QS. Al-Ma’idah 5: Ayat 88)
Makanan halal artinya bukan bahan pangan yang Allah larang untuk memakannya. Halal ini mencakup halal zatnya dan halal cara mendapatkannya.
Sadarilah bahwa Allah telah menyediakan makanan dan minuman halal yang sangat banyak jenisnya dan berlimpah kuantitasnya. Adapun yang haram jenisnya tidak banyak. Karena itu merasa cukuplah dengan makanan dan minuman halal yang berlimpah itu. Tak usah serakah dengan merambah ke makanan dan minuman haram.
Ingatlah pelajaran dari kakek kita, Nabi Adam a.s. Ketika beliau tinggal di surga, Allah menyediakan amat sangat banyak pohon buah di sana. Allah hanya mengharamkan satu pohon, untuk tidak didekati, apalagi dimakan buahnya.
Namun Nabi Adam tidak merasa cukup dengan rezeki halal yang berlimpah. Beliau penasaran terhadap sebuah pohon yang dilarang.
Karena terus memelihara rasa penasaran itu akibatnya beliau terpedaya tipu daya Iblis, hingga akhirnya beliau memakan buah dari pohon terlarang itu, dan mendapat hukuman dari Allah.
Makanan thayyib artinya menyehatkan, tidak membuat mudharat. Ditandai dengan kandungan zatnya baik, kondisinya baik, dan takarannya tepat.
Kandungan zatnya baik: Bergizi tinggi, tidak berdampak negatif terhadap kesehatan. Di zaman modern ini kita dimanjakan dengan berbagai jenis makanan.
Di berbagai sudut jalan ada saja penjaja makanan yang menawarkan berbagai makanan dan kudapan. Tapi sayangnya banyak yang tidak sehat, karena mengandung bahan pengawet, bahan pewarna, dan bahan penyedap yang berdampak negatif terhadap kesehatan.
Kondisi baik: tidak basi, tidak kadaluarsa.
Takaran tepat: tidak melewati ambang batas kesehatan. Bagi orang yang memiliki penyakit tertentu, diabetesnya misalnya, harus menakar asupan makanannya agar tidak kelebihan zat gula.
Kedua, tidak berlebihan (sederhana dalam urusan makanan)
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
يٰبَنِيْۤ اٰدَمَ خُذُوْا زِيْنَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَّكُلُوْا وَا شْرَبُوْا وَلَا تُسْرِفُوْا ۚ اِنَّهٗ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِيْنَ
“Wahai anak cucu Adam! Pakailah pakaianmu yang bagus pada setiap (memasuki) masjid. Makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.” (QS. Al-A’raf [7]: Ayat 31).
Ma’asyiral muslimin, jamaah shalat Jumat yang dimuliakan Allah
Allah menciptakan manusia dengan settingan bahwa tubuh manusia membutuhkan makanan dan minuman untuk kelangsungan hidupnya dan untuk berkemampuan menjalankan aktivitas harian.
Ditinjau dari hal itu maka manusia itu makan untuk hidup. Tapi karena kasih sayang Allah kepada manusia, Dia telah melengkapi manusia dengan alat pengecap, sehingga manusia memiliki keinginan untuk memakan makanan yang lezat.
Sayangnya banyak manusia yang terlalu memperturutkan hawa nafsunya untuk makan makanan yang lezat dan banyak, sehingga menjadi berlebih-lebihan dalam mengonsumsi makanan. Orientasinya jadi berubah: bukan lagi makan untuk hidup, tapi hidup untuk makan.
Rasulullah ﷺsebagai suri teladan telah menjelaskan bagaimana sikap yang benar terhadap makanan:
عن المقدام بن معدي كرب اَنَّ رَسُولَ الله صلى الله عليه وسلم قال: مَا مَلاَءَ اَدَمِيُّ وِعَاءَ شَرًّا مِنْ بَطْنِهِ, بِحَسْبِ ابْنِ اَدَمَ لُقَيْمَةٌ يُقِمْنَ صُلْبَهُ فَاِنْ كَانَ لاَمحَاَلةَ فَاعِلًا فَثُلُثٌ لِطَعَامِه وثُلُثٌ لِشَرَا بِه وثُلُثٌ لِنَفْسِه ( رواه الترمذى وابن حبان )
Dari Miqdam bin Ma’dikariba, sesungguhnya Rasulullah ﷺ bersabda, “Tidaklah seorang anak Adam mengisi sesuatu yang lebih buruk dari perutnya sendiri. Cukuplah bagi anak Adam beberapa suap yang dapat menegakkan tulang punggungnya. Jika pun ingin berbuat lebih, maka sepertiga untuk makanan dan sepertiga untuk minum dan sepertiga lagi untuk nafasnya.” ( HR. Tirmidzi dan Ibnu Hibban).
Sikap demikian bukan berarti kita tidak boleh memakan makanan lezat. Boleh, tapi hendaknya dapat menahan diri.
Islam melarang kita rakus terhadap makanan. Islam melarang kita berambisi menjamah semua makanan yang terhidang. Cukup mengambil makanan dari bagian yang paling dekat dengan posisi kita berada.
Umar Ibnu Abi Salamah radhiyallahu ’anhuma berkata, yang artinya; “Saya dahulu adalah seorang bocah kecil yang ada dalam pengasuhan Rasulullah ﷺ. Suatu ketika, tangan saya (ketika makan) menjelajah semua bagian nampan. Maka, Rasulullah ﷺ menegur saya, ‘Wahai bocah, bacalah ‘Bismillah’, lalu makanlah dengan tangan kananmu, dan makanlah dari yang terdekat denganmu.’ Demikian seterusnya cara saya makan setelah itu.” (HR Bukhari dan Muslim).
Ma’asyiral muslimin, jamaah shalat Jumat yang dimuliakan Allah
Cara lain untuk mengendalikan diri agar tidak serakah terhadap makanan adalah dengan berhenti makan sebelum kenyang.
نحن قوم لا نأكل حتى نجوع وإذا أكلنا لا نشبع
“Kita (kaum muslimin) adalah kaum yang hanya makan bila telah lapar dan berhenti makan sebelum kenyang.“
Ketiga, hemat, tidak boros/tabdzir.
Larangan tabdzir/boros dalam Islam bersumber dari Al-Qur`an, seperti di dalam surah Al-Isra ayat 26-27:
وَءَاتِ ذَا ٱلْقُرْبَىٰ حَقَّهُۥ وَٱلْمِسْكِينَ وَٱبْنَ ٱلسَّبِيلِ وَلَا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا
إِنَّ ٱلْمُبَذِّرِينَ كَانُوٓا۟ إِخْوَٰنَ ٱلشَّيَٰطِينِ ۖ وَكَانَ ٱلشَّيْطَٰنُ لِرَبِّهِۦ كَفُور
Artinya: “Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.”
Hemat bisa ditinjau dari harganya atau dari tata laksana pengolahannya dan pengonsumsiannya. Dari sisi harganya, kita perlu makan yang sehat dan bergizi tapi tidak harus mahal.
Carilah makanan bergizi tapi terjangkau harganya. Sehingga kita bisa menghemat anggaran belanja.
Ma’asyiral muslimin, jamaah shalat Jumat yang dimuliakan Allah
Masalah penghematan makanan itu perlu mendapat perhatian serius, karena ternyata masyarakat Indonesia termasuk pelaku paling mubazir di dunia dalam hal makanan.
Menurut penelitian Barilla Center for Food & Nutrition, sebuah LSM yang berpusat di Italia, nilai indeks kehilangan dan kemubaziran pangan Indonesia masuk kategori buruk. Setiap tahun orang Indonesia membuang sampah makanan 300 kilogram, sehingga Indonesia masuk dalam peringkat tiga besar negara (setelah Arab Saudi dan Uni Emirat Arab) paling mubazir dalam hal makanan.
Menurut penelitian Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) pada tahun 2021, potensi sampah yang dihasilkan dari makanan yang terbuang di Indonesia mencapai 23-48 juta ton per tahun atau setara dengan 115-184 kg per kapita per tahun.
Jika dinilai dengan rupiah, menurut perhitungan Bappenas, makanan yang terbuang menjadi sampah di negeri ini nilanya mencapai lebih dari Rp 213 trilyun per tahun. Dengan demikian, jika masyarakat Indonesia dapat memperbaiki perilakunya, maka kita bisa menghemat dana minimal Rp 213 trilyun per tahun.
Kalau dana itu dialihkan untuk beasiswa, maka akan ada 213.000 anak yang mendapatkan beasiswa masing-masing Rp 1 milyar per tahun. Subhanallah.
بَرَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ وَ لِ سأِرِالمُسْلِمِيْنَ وَالمُسْلِمَتِ وَالمُؤْمِنِيْنَ وَالمُؤْمِنَتِ وَاسْتَغْفِرُاللهَ اِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُالرَّحِيْمِ
Khutbah Jumat Kedua
Ma’asyiral muslimin, jamaah shalat Jumat yang dimuliakan Allah
Kita tidak boleh membiarkan Indonesia terus menjadi juara kemubaziran pangan. Kondisi ini harus terus diperbaiki, dimulai dari diri kita masing-masing.
Bisa dimulai dengan cara mengambil makanan secukupnya dan semampu menghabiskannya. Jangan mengambil lebih dari kemampuan untuk menghabiskannya, sehingga makanan yang ada di piring dapat ditandaskan, tidak ada makanan tersisa lalu terbuang.
Jika ada makanan terjatuh, jangan dibiarkan hingga terbuang. Tapi ambillah, bersihkan, jika perlu cucilah, kemudian kita makan, sebagaimana panduan Rasulullah.
Dari Anas ra, Rasulullah ﷺ bersabda, yang artinya; “Apabila makanan salah seorang dari kalian terjatuh, maka ambil dan bersihkanlah kotoran yang terdapat padanya dan kemudian makanlah, dan jangan biarkannya untuk setan.” (HR. Muslim, Abu Dawud).
Terakhir, apabila di rumah terdapat kelebihan makanan, janganlah sampai dibuang. Tapi berikanlah kepada saudara atau tetangga.
Seorang laki-laki pernah bertanya kepada Rasulullah ﷺ, yang artinya; “Perbuatan apa yang terbaik di dalam Islam?” Rasulullah ﷺ menjawab, “Kamu memberi makan kepada orang lain.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Abu Dzar meriwayatkan, bahwa Rasulullah ﷺ pernah berpesan, “Jika engkau memasak masakan berkuah, perbanyaklah kuahnya, kemudian lihatlah anggota keluarga dari tetanggamu, maka berikanlah kepada mereka dengan baik’”
Semoga kita termasuk orang-orang yang mensyukuri nikmat Allah dengan memanfaatkan karunia-Nya dengan sebaik-baiknya, sebagaimana teladan Rasulullah.*
Khutbah Jumat ini ditulis Saiful Hamiwanto, redaktur majalah Suara Hidayatullah Arsip lain terkait Khutbah Jumat bisa diklik di SINI. Artikel lain tentang keislaman bisa dibuka www.hidayatullah.com