Kontak antara ulama atau cendikiawan Muslim Indonesia dengan cendekiawan sudah berlangsung sejak lama. Komunikasi mereka seputar berbagai persoalan, tak terkecuali konsultasi agama.
Direktur Islam Nusantara Centre Ahmad Ginanjar Sya’ban, mengungkapkan sebuah surat dari KH Abdul Halim Majalengka tokoh utana Persatuan Umat Islam (PUI) untuk Sayyid Rasyid Ridha di Mesir (Majalah al-Manar) yang bertahun 1353 H (1934 M).
Sepucuk surat yang ditulis dan dikirim KH Abdul Halim Majalengka (PUI, w 1962) untuk Sayyid Rasyid Ridha (w. 1935), salah satu tokoh pembaaru dunia Islam paling berpengaruh yang berbasis di Mesir sekaligus pemimpin Majalah al-Manar.
Ginanjar menjelaskan, surat tersebut ditulis dalam bahasa Arab dan dimuat dalam Majalah al-Manar edisi 30 Sya’ban tahun 1353 Hijriyah (bertepatan dengan 7 Desember tahun 1934 Masehi). Berikut ini identitas surat yang ditulis Kiai Abdul Halim.
Tertulis pada bagian awal mula surat: (Surat dikirim dari penulisnya di kota Majalengka, Jawa). Identitas KH Abdul Halim Majalengka terlihat dari nama si pengirim surat, dengan keterangan sebagaimana di bawah ini:
(Abdul Halim, Kepala Dewan Pusat Syarikat Ulama). Apa gerangan isi surat yang ditulis oleh KH Abdul Halim Majalengka tersebut?
Rupanya, dalam surat itu, KH Abdul Halim Majalengka menanyakan hukum perempuan yang bergaul dan membuka wajah di hadapan para lelaki dalam kondisi-kondisi tertentu, semisal acara lamaran (khitbah) dan lain sebagainya. KH Abdul Halim menulis:
(Bismillâhirrahmânirrahîm. Kepada tuan panutan para ulama, guru pembaharu yang agung, Sayyid Muhammad Rasyid Ridha, pemilik Majalah al-Manar, semoga Allah memberikanku dan semua umat Muslim kemanfaatan dengan keberadaannya. Amin.
Assalamu’alaikum wr wb
Wa ba’da. Apa pendapat Tuan tentang perempuan yang bergaul dan membuka wajah mereka di hadapan para lelaki ketika acara khitbah (tunangan). Apakah anda membolehkannya? Lalu apa maksud dari ayat […] dan ayat […] Mohon berilah kami jawaban fatwa dan keterangan yang melegakan. Terima kasih dari kami untuk Tuan, dan semoga Tuan mendapatkan pahala dari Allah Ta’ala. Wassalam).
Menjawab pertanyaan yang diajukan oleh KH Abdul Halim Majalengka di atas, Sayyid Rasyid Ridha pun mengatakan jika boleh hukumnya bagi perempuan bergaul dan membuka wajah mereka di hadapan para lelaki dalam kondisi aman, semisal belajar, mengajar, menghadiri majlis ilmu, kenduri, termasuk di dalamnya adalah acara lamaran.
Sayyid Rasyid Ridha juga menjelaskan lebih jauh tentang papakem (etika) yang harus dipegang teguh kaum hawa ketika mereka bergaul dan berinteraksi dengan dunia luar.
Beliau juga mengatakan telah menganggit sebuah kitab khusus terkait hal ini dan hak-hak perempuan secara gamblang, berjudul “Nida al-Jins al-Lathif fi Huquq al-Nisa fi al-Islam”.
Lebih lanjut, Ginanjar yang juga alumni Universitas al-Azhar, Kairo Mesir ini menjelaskan sosok KH Abdul Halim Majalengka. Di Majalengka terdapat dua orang ulama besar yang bernama KH Abdul Halim, dan dua-duanya hidup satu zaman.
Yang pertama adalah KH Abdul Halim pendiri PUI (Persatuan Umat Islam, bersama-sama dengan KH Ahmad Sanusi, Gunung Puyuh, Sukabumi) dan Pesantren Asromo, sementara yang kedua adalah KH Abdul Halim bin Kedung dari Leuwimunding yang merupakan pendiri NU (Nahdlatoel Oelama, bersama-sama KH Hasyim Asy’ari, KH A Wahhab Hasbullah, dll).
“Kiai Abdul Halim yang dimaksud dalam surat ini adalah pendiri PUI,” tutur dia.