Artikel ini akan mengulas tentang kisah cinta Ali dan Fatimah Az-Zahra. Siapa sih yang tidak mengenal Fatimah Az-Zahra? Ia adalah putri bungsu Nabi Muhammad Saw. dari Istrinya Khadijah binti Khuwailid.
Kelahiran Fatimah Az-Zahra Putri Rasulullah
Fatimah dilahirkan pada masa ketika perempuan tidak memiliki kedudukan dalam masyarakat, dan suatu kehinaan besar ketika melahirkan anak perempuan, bahkan menguburkan hidup-hidup anak perempuan mereka yang baru lahir, maka sebagai jalan penyucian, beliau dilahirkan di zaman Jahiliah.
Disebutkan, dalam berbagai riwayat banyak keajaiban-keajaiban tentang Fatimah, mulai dari kehamilan, hingga kelahirannya. Saat mendekati kelahiran Fatimah, tidak ada seorang perempuan pun dari bangsa Quraisy yang bersedia membantunya untuk melahirkan.
Hal ini disebabkan karena Khadijah menikahi Nabi Muhammad Saw., yang menurut mereka tidak layak untuk menjadi suaminya, karena Khadijah seorang perempuan kaya raya dan sangat terhormat di kalangannya. Sedangkan menurutnya, Nabi Muhammad hanyalah seorang pemuda miskin dan tidak memiliki harta melimpah.
Beberapa sejarawan berselisih paham mengenai hari kelahiran Fatimah, sebagian sejarawan menuturkan bahwa Fatimah dilahirkan pada hari jumat di Mekkah, pada 20 Jumadil akhir lima tahun sebelum diutusnya sang Ayah tercinta Nabi Muhammad Saw menjadi seorang rasul. Dan ini merupakan pendapat yang populer di kalangan Ahlusunnah.
Sementara, pada kalangan Syiah mengatakan bahwa, Fatimah lahir pada 20 Jumadil Akhir lima tahun setelah ayahnya diangkat menjadi utusan Allah Swt. Akan tetapi, yang jelas, kelahiran Fatimah bertepatan dengan peristiwa besar di Mekkah, yaitu ketika Rasulullah menjadi penengah ketika terjadi perselisihan antara suku Quraisy tentang orang yang berhak meletakkan kembali Hajar Aswad, setelah ka’bah di perbahrui.
Tentu saja, kelahiran Fatimah disambut gembira oleh kedua orang tuanya dan keluarganya. Bahkan menurut Aisyah binti al-Syathi, kedua orang tua Fatimah menyambutnya dengan sebuah pesta yang belum pernah disaksikan oleh penduduk Mekkah sebelumnya.
Hingga akhirnya, Fatimah tumbuh di dalam rumah yang mulia, penuh dengan lantunan ayat suci al-Qur’an, sholawat, dan kalimat-kalimat Tasbih. Fathimah di besarkan dibawah asuhan sang Ayah, Muhammad Saw. Ajaran dan didikan dari ayahnya membawanya menjadi perempuan simpatik, ramah, luhur, dan berbudi pekerti.
Lalu bagaimana dengan kisah cinta Ali dan Fatimah Az-Zahra?
Sudah sejak lama Ali menyukai Fathimah. Kecantikan putri Rasulullah ini tak hanya jasmaninya saja, melainkan juga kecantikan ruhaninya melintasi batas hingga langit ketujuh. Namun demikian, kendalanya adalah perasaan rendah dirinya, apakah mampu ia membahagiakan putri Rasulullah dengan keadaannya yang serba terbatas. Demikian kira-kira perasaan yang ada pada Ali saat itu.
Suatu waktu, Fatimah dilamar oleh Abu Bakar, adalah orang yang jiwanya hanya untuk Islam, dan menemani perjuangan Rasulullah Saw. sejak awal-awal risalah ini (Konon dari golongan tua yang masuk Islam adalah Abu Bakar). Mendengar berita ini, Ali kemudian terkejut dan tersentak jiwanya.
Bahkan, Ali merasa hidupnya diuji karena dirinya tidak ada apa-apanya jika dibanding dengan Abu Bakar kedudukannya di sisi nabi (Abu Bakar sahabat paling terdekat nabi). Selain seorang sahabat terdekat, Abu Bakar juga seorang saudagar, sementara Ali hanyalah pemuda miskin.
Takdir berkata lain. Siapa sangka, ternyata lamaran sahabat dekat nabi itu ditolak oleh Fathimah. Sehingga hal ini menumbuhkan kembali harapannya. Ali pun kembali mempersiapkan dan mempertaruhkan diri, berharap masih memiliki kesempatan untuk meminangnya.
Alih-alih Abu Bakar ditolak, rupanya sekarang giliran Umar bin Khattab yang melakukan lamaran kepada Fatimah. Namun akhirnya, Umar juga ditolaknya. Sekarang giliran Abdurahman bin Auf melamar Fatimah dengan membawa 100 unta bermata biru dari mesir dan 10.000 Dinar.
Namun apalah daya, lamaran itu ternyata ditolak oleh Kanjeng Nabi. Begitupun juga dengan Utsman bin Affan yang memberanikan dirinya melamar Fatimah dengan mahar seperti yang dibawa oleh Abdurrahman bin Auf. Namun, Utsman mendapatkan jawaban yang sama.
Dan, kali ini, Ali tampak kebingungan. Bagaimana tidak! Mulai dari Abu Bakar, Umar, hingga Abdurrahman bin Auf yang semuanya adalah seorang saudagar ditolaknya, apalagi saya (kata Ali) hanya seorang miskin. Meskipun berasal dari keluarga kelas ekonomi bawah, Ali tetap saja bersemangat bisa meminang pujaan hatinya.
Hingga akhirnya, Ali memberanikan diri menjumpai Rasulullah untuk menyampaikan maksud hatinya, meminang putri nabi untuk jadi istrinya. Rasulullah bertanya “wahai putra Abu Thalib, apa yang engkau inginkan?” Ali menjawab, “Ya Rasulullah, aku hendak meminang Fatimah”.
Mendengar jawaban Ali nabi tidak terkejut. “Bagus, wahai Ibnu Abu Thalib, beberapa waktu terakhir ini banyak yang melamar putriku, tetapi ia selalu menolaknya, oleh karena itu, tunggulah jawaban putriku.” Jelas nabi kepada Ali.
Kemudian nabi bertanya kepada putrinya, ketika ditanya Fathimah hanya terdiam dan Rasulullah menyimpulkan bahwa diamnya Fatimah pertanda kesetujuannya. Nabi pun kemudian mendekati Ali dan bertanya “apakah engkau memiliki sesuatu yang akan engkau jadikan mahar wahai Ali?”
Ali menjawab, “orang tuaku yang menjadi penebusnya untukmu ya Rasulullah, tak ada yang kusembunyikan darimu, aku hanya memiliki seekor unta untuk membantuku menyiram tanaman, sebuah pedang dan sebuah baju zirah dari besi.”
Tak menunggu waktu lama, Ali kemudian menjual baju besinya dengan harga 400 dirham dan menyerahkan uang tersebut kepada Rasulullah Saw., dan nabi membagi uang tersebut ke dalam 3 bagian. Satu bagian untuk kebutuhan rumah tangga, satu bagian untuk wewangian dan satu bagian lagi di kembalikan kepada Ali sebagai biaya untuk jamuan makan untuk para tamu yang menghadiri pesta.
Syahdan, setelah semuanya siap, Ali dengan perasaan puas disertai hati yang sangat gembira dan disaksikan oleh para sahabat-sahabat Rasulullah mengucapkan kata ijab kabul, menerima Fathimah.
Setelah akad, Fatimah berkata kepada Ali, “Maafkan aku, karena sebelum menikah denganmu, aku pernah satu kali merasakan jatuh cinta kepada seorang pemuda dan aku ingin menikah dengannya.”
Dengan rasa yang sangat penasaran, Ali bertanya mengapa lelaki itu tidak mau menikah dengan kamu, dan apakah kamu menyesal menikah dengannya. Sambil tersenyum Fatimah menjawab, “Pemuda itu adalah dirimu.”
Pernikahan Ali dan Fatimah dikaruniai dua orang putra yakni Hasan dan Husain, serta dua orang putri bernama Zainab dan Ummu Kultsum. Dan, sebenarnya masih ada satu calon putra ketiga. Namun, janin yang kerap disebut bernama Muhsin itu meninggal dalam kandungan karena Fatimah keguguran.
Demikian cerita yang penuh makna kisah cinta Ali dan Fatimah Az-Zahra. Semoga memberikan inspirasi bagi kita semua. Wallahu a’lam bisshawaab.
*Editor; Zainuddin Lubis