Kisah Fudhail bin Iyadh Ditegur Nabi Muhammad

Inilah kisah Fudhail bin Iyadh, yang ditegur Nabi sebab lupa melakukan sunnah wudhu. Beliau adalah seorang sufi besar pada era dinasti Abbasiyah. Yang kealimannya masyhur hingga hari ini. 

Sebagai hamba yang patuh terhadap tuannya, manusia selayaknya selalu menghiasi diri dengan kebaikan. Mengerjakan perintah dan menjauhi larangan. Di mana perintah dan larangan tersebut ada yang bersifat “jazm”, paten  dan tidak paten. Perintah paten oleh syariat dilabeli dengan hukum wajib sedang yang tidak memaksa tapi dianjurkan dilabeli dengan sunnah.

Namun, kriteria tersebut ternyata tidak berlaku untuk segelintir orang yang “istimewa”. Mereka tetap akan terkena teguran ketika mereka meninggalkan amalan sunnah, bahkan meski dilakukan dengan tidak disengaja. Banyak kisah yang dapat menceritakannya. 

Salah satunya ialah kisah ditegurnya Fudhail bin Iyadh, salah satu pembesar ulama era kesultanan Abbasiyah berikut ini. 

Nama lengkapnya ialah Fudhail bin Iyadh bin Mas’ud bin Bisyr Abu at-Tamimi al-Yarbu’i al-Khurasani. Ia lahir di kota Samarkand pada abad ke-2 Hijriah dan tumbuh di daerah Abiwarda. Ia hidup pada masa kesultanan Abbasiyah. 

Kisah hidupnya terhitung unik. Fudhail mulanya seorang penyamun yang beroperasi di jalan antara Abiwarda dan Sarkhas, sebelum kemudian ia bertaubat dan menjadi orang shalih, ahli ibadah bahkan sehingga ia menjadi ulama yang faqih. 

Fudhail bin Iyadh Ditegur Nabi Sebab Lupa Sunnah Wudhu

Kisah ini disarikan dari kitab “Irsyad al-Ibad” hal 88 karya Zainudin Ahmad bin Muhammad al-Ghazali al-Funnani al-Malibari.

Syahdan, dikisahkan dari Fudhail bin Iyadh bahwa suatu ketika ia pernah lupa meninggalkan salah satu sunnah wudhu dengan hanya membasuh tangan sebanyak dua kali. Setelah ia selesai melaksanakan shalat dan tidur pada malam itu, ia mimpi bertemu Nabi Muhammad Saw.

Nabi Saw berkata kepadanya: “Wahai Fudhail, saya heran terhadapmu, engkau mengaku umatku tapi engkau meninggalkan dalam wudhu salah satu sunnahku?”. Fudhail bangun seketika, karena mendapat teguran dari Nabi tersebut.

Ia kemudian memperbarui wudhunya dan sebagai ganti atau kafarat dari teguran Nabi tersebut ia berniat melaksanakan shalat sunnah lima ratus rakaat selama satu tahun.

Ada banyak hal yang dapat diambil dari laku kehidupan yang ia jalani. Termasuk kata-kata mutiara nasihat-nasihatnya yang baik. Berikut di antara kata-kata mutiara, nasihat-nasihat bijak Fudhail bin Iyadh yang disarikan dari kitab “Siyar a’lam an-Nubala” Juz VIII hal 426, karya Imam ad-Dzahabi:

قَالَ إِبْرَاهِيْمُ بْنُ الْأَشْعَثِ: سَمِعْتُ الْفُضَيْلِ يَقُوْلُ: رَهْبَةُ الْعَبْدِ مِنَ اللهِ عَلَى قَدْرِ عِلْمِهِ بِاللهِ, وَزَهَادَتُهُ فِي الدُّنْيَا عَلَى قَدْرِ رَغْبَتِهِ فِي الْأَخِرَةِ, مَنْ عَمِلَ بِمَا عَلِمَ اسْتَغْنَى عَمَّا لَا يَعْلَمُ, وَمَنْ عَمِلَ بِمَا عَلِمَ وَفَّقَهُ اللهُ لِمَا لَا يَعْلَمُ, وَمَنْ سَاءَ خُلُقُهُ شَانَ دِيْنَهُ وَحَسْبَهُ وَمُرُوْءَتَهُ.

Ibrahim bin al-Asy’ats berkata: aku pernah mendengar Fudhail berkata: “Ketakutan seorang hamba kepada Allah sesuai dengan kadar pengetahuannya terhadap Allah, kezuhudan seorang hamba terhadap dunia sesuai kadar cintanya terhadap akhirat. 

Barangsiapa mengamalkan ilmu yang ia ketahui maka ia tidak butuh terhadap yang ia tidak ketahui, barangsiapa mengamalkan ilmu yang ia ketahui maka Allah akan memberinya taufiq terhadap ilmu yang ia tidak ketahui, dan barangsiapa yang akhlaknya buruk maka ia telah menjatuhkan agama, keluarga dan wibawanya.”

وَسَمِعْتُهُ يَقُوْلُ: أَكْذَبُ النَّاسِ الْعَائِدُ فِي ذَنْبِهِ, وَأَجْهَلُ النَّاسِ الْمُدِلُّ بِحَسَنَاتِهِ, وَأَعْلَمُ النَّاسِ بِاللهِ أَخْوَفُهُمْ مِنْهُ, لَنْ يَكْمُلَ عَبْدٌ حَتَّى يُؤْثِرَ دِيْنَهُ عَلَى شَهْوَتَهُ, وَلَنْ يَهْلِكَ عَبْدٌ حَتَّى يُؤْثِرَ شَهْوَتَهُ عَلَى دِيْنِهِ

Dan aku mendengarnya (Fudhail) berkata: “Orang yang paling bohong ialah ia yang mengulangi kembali dosa yang ia perbuat, orang yang paling bodoh ialah ia yang menunjukkan amal baiknya, orang yang paling alim ialah ia yang paling takut terhadap Allah.

Seorang hamba tidak akan sempurna sehingga ia lebih mendahulukan agamanya daripada syahwatnya, dan seorang hamba tidak akan hancur sehingga ia lebih mendahulukan syahwatnya daripada agamanya”.

Demikian kisah Fudhail bin Iyadh ditegur Nabi Muhammad sebab tak melaksanakan sunnah wudhu. Semoga bermanfaat.

BINCANG SYARIAH