Khalifah Islam tidak selamanya alim dan baik. Faktanya, dalam sejarah terdapat juga khilafah yang doyan mabuk dan maksiat. Nah berikut kisah khalifah Bani Abbasiyah yang gemar mabuk.
Popularitas Bani Abbasiyah
Salah satu kekuasaan Islam yang menjadi cerminan oleh masyarakat muslim di masa silam, yakni dengan keberadaan Bani Abbasiyah. Di masa Abbasiyah ini, masyhur pula sebagai zaman keemasan Islam. Sebab banyak sekali ilmuan, pengetahuan serta cendekiawan yang terkenal pada masa ini.
Popularitas Islam, masyhur di dunia karena kemajuan pengetahuan dan keilmuan masyarakat muslim pada masa itu. Abbasiyah merupakan salah satu sejarah kekuasaan Islam yang sangat maju dengan banyak sekali kebanggaan di dalamnya.
Dalam perspektif sejarah, Bani Abbasiyah merupakan kekhalifahan setelah Bani Umayyah. Pada mulanya, Bani Abbasiyah berpusat di Baghdad (Irak), namun setelah itu berpindah ke Kairo pada tahun 1216.
Bani abbasiyah ini berkuasa cukup lama, sebab hitungannya, berkuasa sejak 136 H- 565 H. Dalam rentang waktu yang lama itu, para sejarawan membaginya kedalam 4 masa, yakni:
Periode pertama, yang berlangsung pada 132 H- 232 H. Pada periode ini Persia memiliki pengaruh besar terhadap Bani Abbasiyah.
Periode kedua, berlangsung pada 232 H-334 H dan populer dengan sebutan periode pengaruh Turki pertama.
Masa periode ketiga, berlangsung pada 334 H-447 H, dengan pengaruh Persia kedua. Adapun periode keempat, berlangsung 447 H-590 H, sebagai pengaruh Turki kedua.
Periode kelima, berlangsung pada 590 H-656 H, masa akhir kekuasaan Abbasiyah yang juga terjadi invasi dari bangsa Mongol.
Khalifah yang Gemar Mabuk
Ia adalah Al-Hadi Abu Muhammad Musa bin al-Mahdi bin al-Mansyur. Dilahirkan pada tahun 147 Hijriah serta menjadi khalifah karena wasiat dari ayahnya, yakni al-Mahdi. Ia tercatat sebagai khalifah keempat masa Bani Abbasiyah.
Al-hadi menjabat tidak lama. Dalam rentang waktu yang singkat itu, ia dikenal tidak baik dengan beberapa track record yang kurang memuaskan. Pasalnya, al-Hadi terkenal bermasalah dengan ibunya. Bahkan kematiannya, pada tahun 170 H kuat dugaan akibat diracun oleh ibunya sendiri, Khaizuran.
Dalam sejarah kepemimpinannya pula, ibunya memiliki pengaruh besar dan terlalu banyak mencampuri urusan kepemerintahan. Hal itu yang membuat al-Hadi marah. Kemarahan itu tercatat dalam sebuah kalimat;
“Kalau kulihat ada Amir yang keluar dari pintu rumah ibu, akan kupenggal kepalanya! Tidak punyakah ibu alat pemintal untuk menyibukkan diri atau kitabullah yang bisa memberikan ibu peringatan? Atau tidakkah ibu sibukkan dengan tasbih-tasbih?”
Mendengar kalimat tersebut, ibunya marah kepada al-Hadi. Keduanya terlibat konflik yang akhirnya, al-Hadi mengirimkan makanan yang berisi racun untuk diberikan ibunya. Namun, sang Ibu khawatir bahwa makanan tersebut mengandung racun. Akhirnya Ibu memberikan makanan tersebut kepada seekor anjing. Dugaannya benar, bahwa setelah makan, anjing tersebut mati.
Mengetahui hal itu, sang Ibu memiliki kemarahan amat besar kepada anak yang disebut durhaka itu. akibat kemarahannya, ia berupaya untuk membunuh anaknya dengan cara menyekapnya dengan selendang hingga kehabisan nafas, lalu meninggal.
Kematian yang mengenaskan itu, membuat ia meninggalkan 7 anak. Sebab sebelum ia mati, ia berusaha agar salah satu anaknya, naik menjadi putra mahkota agar bisa menggantikannya sebagai khalifah.
Kesaksian Sejarawan terkait Sikap Maksiat Al Hadi
Secara kepribadian, al-Hadi terkenal sebagai khalifah yang memiliki reputasi tidak baik. Hal ini berdasarkan informasi dari Adz-Dzahabi berkata: “Al-Hadi gemar mabuk, bermain-main, menunggang keledai, sangat cekatan, dan tidak melaksanakan tugas-tugas khilafah dengan baik.
Selain itu, beberapa masyarakatnya juga menganggap bahwa, ia adalah pemimpin yang zalim. Di sisinya, selalu ada pengawal pedang yang mengerikan dan tiang-tiang yang terpancang. Apa yang ia lakukan banyak terikuti oleh bawahannya. Tidak heran, jika pada zamannya senjata banyak terjumpai. (Imam As-Suyuthi, Tarikh Khulafa, Jakarta: Qisthi Press, 2014)
Kisah al-Hadi memberikan informasi kepada kita bahwa, dalam sejarah kekhalifahan Islam yang sangat panjang, tidak jarang terjumpai ada pemimpin yang tidak adil, menyimpang dari nilai-nilai Islam.
Sistem khilafah yang selama ini mendapatkan pujian dan agungan oleh para sebagian umat Islam pada masa kini, perlu kita refleksi kembali dan kaji ulang untuk melihat konteks keindonesiaan yang luas serta memaknai lebih dalam tentang sejarah Islam. Wallahu a’lam
Demikian kisah khalifah Bani Abbasiyah yang gemar mabuk. Semoga bisa bermanfaat.