Kombinasi Zikir dan Syukur

Allah Ta’ala berfirman,

فَٱذۡكُرُونِیۤ أَذۡكُرۡكُمۡ وَٱشۡكُرُوا۟ لِی وَلَا تَكۡفُرُونِ

Ingatlah kepada-Ku, Aku juga akan ingat kepada kalian. Dan bersyukurlah kepada-Ku, janganlah kalian kufur.” (QS. Al-Baqarah: 152)

Syekh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di rahimahullah menjelaskan ayat tersebut sebagai berikut,

Allah Ta’ala memerintahkan untuk berzikir kepada-Nya, dan menjanjikan balasan yang terbesar karenanya. Balasan itu ialah Allah akan mengingat orang yang mengingat-Nya. Sebagaimana yang difirmankan-Nya melalui lisan Rasul-Nya, “Barangsiapa yang mengingat-Ku dalam dirinya sendiri, Aku akan mengingatnya dalam diri-Ku. Dan barangsiapa yang mengingat-Ku dalam keramaian, Aku akan mengingat-Nya di perkumpulan yang lebih baik dari mereka.”

Zikir kepada Allah Ta’ala yang paling utama adalah dengan menyesuaikan isi hati dengan zikir yang diucapkan oleh lisan. Itulah zikir yang dapat membuahkan pengenalan kepada Allah, rasa cinta kepada-Nya, dan pahala yang melimpah dari-Nya. Zikir adalah bagian terpenting dari syukur. Oleh sebab itu, Allah memerintahkannya secara khusus, kemudian sesudahnya Allah memerintahkan untuk bersyukur secara umum. Allah Ta’ala berfirman,

فَٱذۡكُرُونِیۤ

Maka, bersyukurlah kepada-Ku.

Yaitu, bersyukurlah kalian atas nikmat-nikmat ini yang telah Aku karuniakan kepada kalian dan atas berbagai macam bencana (musibah) yang telah Aku singkirkan sehingga tidak menimpa kalian.

Syukur direalisasikan dalam bentuk pengakuan di dalam hati atas segala macam nikmat yang diberikan, dengan lisan dalam bentuk zikir dan pujian, dan diwujudkan oleh anggota badan dalam bentuk amal ketaatan kepada Allah, tunduk kepada perintah-Nya, serta dengan menjauhi larangan-Nya. Dengan syukur, nikmat yang sudah ada akan tetap terpelihara, dan nikmat yang luput akan kembali bertambah. Allah Ta’ala berfirman,

 لَىِٕن شَكَرۡتُمۡ لَأَزِیدَنَّكُمۡۖ

Sungguh, jika kalian bersyukur (kepada-Ku), Aku pasti akan menambahkan nikmat kepada kalian.” (QS. Ibrahim: 7)

Disebutkannya perintah untuk bersyukur setelah penyebutan berbagai macam nikmat diniyah yang berupa ilmu, penyucian akhlak, dan taufik untuk beramal. Maka, itu menjelaskan bahwa sesungguhnya nikmat diniyah adalah nikmat yang paling agung. Bahkan, itulah nikmat yang sesungguhnya. Apabila nikmat yang lain lenyap, nikmat tersebut masih tetap ada. Sudah selayaknya setiap orang yang telah mendapatkan taufik (dari Allah) untuk berilmu atau beramal untuk bersyukur kepada Allah atas nikmat itu. Hal itu supaya Allah menambahkan karunia-Nya kepada mereka. Dan juga, supaya lenyap perasaan ujub (kagum diri) dari diri mereka. Dengan demikian, mereka akan terus disibukkan dengan bersyukur.

Karena lawan dari syukur adalah ingkar (kufur), maka Allah pun melarang melakukannya. Allah Ta’ala berfirman,

وَلَا تَكۡفُرُونِ

Dan janganlah kalian kufur.

Yang dimaksud dengan kata kufur di sini adalah yang menjadi lawan dari kata syukur. Maka dari itu, berarti kufur di sini bermakna tindakan mengingkari nikmat dan menentangnya, tidak menggunakannya dengan baik. Dan bisa jadi maknanya lebih luas daripada itu, sehingga ia mencakup banyak bentuk pengingkaran. Pengingkaran yang paling besar adalah kekafiran kepada Allah, kemudian diikuti oleh berbagai macam perbuatan kemaksiatan yang beraneka ragam jenisnya dari yang berupa kemusyrikan sampai yang ada di bawah-bawahnya. (Lihat Taisir Al-Karim Ar-Rahman, hal. 74)

***

Penulis: Ari Wahyudi, S.Si.

© 2022 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/78484-kombinasi-dzikir-dan-syukur.html