Di Mana Laut Dua Warna yang Disebutkan Alquran?

Di Selat Gibraltar, para peneliti menemukan adanya pertemuan dua jenis laut yang berbeda warna, satu bagian berwana biru agak gelap dan bagian lainnya berwarna biru lebih terang.

”… Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan segala sesuatu di muka bumi dalam keadaan sia-sia. Mahasuci Engkau maka selamatkanlah kami dari siksa neraka.” (QS Ali Imran: 191)

”Wahai jin dan manusia, jika kami sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka lintasilah. Niscaya kami tidak akan dapat menembusnya kecuali dengan kekuatan (ilmu pengetahuan).” (QS Al-Rahman: 33)

Kedua ayat di atas adalah sebagian cara Allah SWT dalam menunjukkan kebesaran-Nya kepada umat manusia dalam menciptakan segala sesuatu yang ada di alam ini. Semua yang diciptakan-Nya tidak ada yang sia-sia. Dalam surah Al-Rahman, Allah SWT memberikan tantangan kepada jin dan manusia untuk membuktikan kekuasaan Allah. Intinya mereka tidak bisa mencapai kemahabesaran Allah tanpa melalui ilmu pengetahuan.

Dalam ayat lain, pada surah Al-Baqarah ayat 21, Allah SWT menciptakan nyamuk yang kecil sekalipun memiliki makna dan manfaat. Ditegaskan, Allah menciptakan makhluk kecil itu dalam rangka menunjukkan kekuasaan-Nya agar manusia berpikir dan mengambil pelajaran.

Alquran banyak sekali mengungkapkan sesuatu yang terkadang berada di luar jangkauan manusia. Namun, setelah sekian lama, akhirnya manusia baru bisa mengungkapkan kebenaran ayat-ayat Allah yang termaktub dalam Alquran tersebut. Salah satunya tentang adanya laut dua warna.

Dalam surah Al-Rahman ayat 19-22 dijelaskan: ”Dia membiarkan dua lautan mengalir yang keduanya kemudian bertemu, antara keduanya ada batas yang tidak dilampaui oleh masing-masing. Maka, nikmat Allah yang manakah yang kamu dustakan. Dari keduanya keluar mutiara dan marjan.” (QS Al-Rahman: 19-22).

”Dan, Dialah yang membiarkan dua laut yang mengalir (berdampingan); yang ini tawar lagi segar dan yang lain asin lagi pahit; dan Dia jadikan antara keduanya dinding dan batas yang menghalangi.” (QS Al-Furqan: 53)

Setelah lebih dari 14 abad, baru beberapa dasawarsa ini para ilmuwan berhasil mengungkapkannya. Disebutkan bahwa para peneliti harus menunggu hingga sekian tahun untuk mencari dan menemukan laut dua warna ini. Para peneliti yang dilibatkan mencapai ratusan orang untuk mencari lokasinya.

Setelah berhasil menemukan laut dua warna tersebut, beberapa peneliti akhirnya menyatakan kekagumannya akan kebenaran Alquran. Kemudian, memilih Islam sebagai jalan hidupnya.

Dari ratusan tempat yang diteliti, ternyata laut dua warna yang disebutkan dalam Alquran, berada di Selat Gibraltar yang menghubungkan antara Lautan Mediterania dan Samudera Atlantik serta memisahkan Spanyol dan Maroko. Nama Gibraltar berasal dari bahasa Arab Jabal Thariq yang berarti Gunung Thariq. Nama ini merujuk pada Jenderal Muslim, Thariq bin Ziyad, yang menaklukkan Spanyol pada 711.

Ketika Republika mengikuti pelatihan ESQ pimpinan Ari Ginandjar, beberapa waktu lalu, sempat diperlihatkan keberadaan laut dua warna tersebut. Di Selat Gibraltar itu terdapat pertemuan dua jenis laut yang berbeda warna. Sepertinya, ada garis pembatas yang memisahkan keduanya. Satu bagian berwarna biru agak gelap dan bagian lainnya berwarna biru lebih terang.

Menurut penjelasan para ahli kelautan, seperti William W Hay, guru besar Ilmu Bumi di Universitas Colorado, Boulder AS, dan mantan dekan Sekolah Kelautan Rosentiel dan Sains Atmosfer di Universitas Miami, Florida AS, serta Prof Dorja Rao, seorang spesialis di Geologi Kelautan dan dosen di Universitas King Abdul-Aziz, Jeddah, air laut yang terletak di Selat Gibraltar tersebut memiliki karakteristik yang berbeda, baik dari kadar garamnya, suhu, maupun kerapatan air laut.

Dan, seperti dijelaskan dalam surah Al-Furqan (25) ayat 53, yang satu bagian rasanya tawar dan segar, sedangkan bagian lain rasanya asin lagi pahit. Dan, antara keduanya, tak pernah saling bercampur (bersatu satu sama lain), seolah ada dinding tipis yang memisahkannya.

 

sumber: Republika Online

Mengapa Laut Dua Warna tak Bisa Bercampur?

Para ahli kelautan menemukan adanya batas pada setiap lautan. Pemisah itu bergerak di antara dua lautan, dinamakan dengan front (jabhah) dan dianalogikan dengan front yang memisahkan di antara dua pasukan. Dengan adanya pemisah, setiap lautan memelihara karakteristiknya sehingga sesuai dengan makhluk hidup (ekosistem) yang tinggal di lingkungan itu.

Seperti dikutip www.ikadi.org, banyak tahapan yang telah dilalui ilmu pengetahuan manusia untuk mengetahui sifat-sifat air laut, di antaranya tentang batas-batas laut.

Pada tahun 1873 M/1283 H, para ilmuwan dari tim peneliti Inggris dalam ekspedisi laut Challenger, menemukan adanya perbedaan di antara sampel-sampel air laut yang diambil dari berbagai lautan. Dari situ, manusia mengetahui bahwa air laut berbeda-beda kondisinya satu dengan yang lain, baik dalam hal kadar garam, temperatur, berat jenis, maupun jenis biota lautnya.

Penemuan tersebut dihasilkan setelah menyelesaikan pelayaran ilmiah selama tiga tahun, mengarungi seluruh lautan di bumi. Ekspedisi ini mengumpulkan informasi-informasi dari 362 pos yang khusus untuk menyelidiki karakteristik lautan-lautan.

Laporan perjalanan tersebut memenuhi 29 ribu halaman dalam 50 jilid, yang penyusunannya memakan waktu 23 tahun. Ekspedisi tersebut merupakan salah satu penemuan ilmiah yang sangat penting bagi ilmu pengetahuan, khususnya tentang Oceanologi (ilmu kelautan).

Tahun 1933, diadakan ekspedisi ilmiah oleh tim Amerika di Teluk Meksiko. Mereka menyebar ratusan pos-pos lautan untuk mempelajari karakteristik lautan. Hasilnya, sebagian besar pos tersebut memberikan informasi yang seragam tentang karakteristik air di wilayah itu.

Sementara itu, pos lainnya memberikan informasi yang berbeda. Dengan demikian, para ahli kelautan ini berkesimpulan adanya dua laut yang berbeda sifatnya dan tidak sekadar perbedaan sampel, seperti yang ditemukan pada ekspedisi Challenger.

Melalui ratusan ‘stasiun laut’ yang dibuat, para ilmuwan menyimpulkan bahwa perbedaan karakter tersebut mendeterminasi satu lautan dengan yang lainnya. Namun, mereka masih mempertanyakan, mengapa tidak bisa bercampur?

 

sumber: Republika Online