Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menolak alasan HAM di balik aktivitas lesbian, homoseksual, biseksual dan transgender (LGBT).
“HAM seseorang dibatasi dan tidak boleh melanggar HAM orang lain”. Gerakan lgbt sangat membahayakan tumbuh kembang anak karena merupakan perilaku sosial yang menyimpang,” ujar Ketua KPAI, Dr Asrorun Ni’am Sholeh dalam rilisnya, Rabu (10/02/2016).
Berdasarkan kajian yang disampaikan para ahli, individu LGBT termasuk dalam kelompok Orang Dengan Masalah Kesehatan Jiwa (ODMK), artinya berpotensi tinggi masuk ke dalam gangguan jiwa. [Baca: Perhimpunan Dokter Spesialis Jiwa Seksi RSP: LGBT Masuk dalam Kategori ODMK]
Diyakini faktor pola asuh dalam keluarga dan lingkungan memiliki pengaruh besar atas perilaku homoseksualitas anak, seperti melihat pornografi lalu meniru adegan yang dilihat. Sebagaimana telah umum diketahui bahwa materi pornografi yang beredar luas di dunia siber sangat banyak mengekspose hubungan seksual sesama jenis dan sangat mudah diakses oleh anak-anak karena minimnya pengawasan dari orang tua.
KPAI juga mendesak para orang tua melindungi anak-anak mereka dari paparan fenomena dan informasi tentang orientasi seksual yang tidak sesuai dengan norma hukum maupun budaya bangsa.
Desakan ini disampaikan menyusul maraknya kampanye lesbian, homoseksual, biseksual dan transgender (LGBT) di tengah masyarakat. KPAI memiliki tanggung jawab untuk melindungi anak-anak Indonesia dari bahaya fenomena tersebut yang dapat menyebabkan anak mengalami disorientasi seksual ketika dewasa.
“Kita melihat dari sisi pengasuhan, paham LGBT ini menimbulkan kegelisahan luar biasa pada level keluarga dan masyarakat. Anak sebagai kelompok yang paling rentan belum mampu menyaring informasi yang sesuai dengan perkembangan dirinya, sementara gerakan serta penyebarannya sangat masif terutama di media sosial,”kata Kepala Divisi Pengawasan, Monitoring dan Evaluasi KPAI, Maria Advianti, usai melakukan diskusi Perlindungan Anak dari Fenomena dan Informasi Orientasi Seksual, yang berlangsung di Hotel Bumi Wiyata, Depok, Jawa Barat, Selasa (09/02/2016).
Maria menegaskan pengawasan terhadap paparan orientasi seksual yang menyasar kepada anak harus dilakukan secara massif oleh orang tua, keluarga maupun institusi. Langkah segera yang bisa dilakukan antara lain yakni pengawasan penyebaran paham LGBT di dunia siber dan pemantauan terhadap lingkungan pergaulan anak termasuk media social dan program televisi.
Menurutnya, pergaulan anak di media social saat ini sangat mempengaruhi tumbuh kembang anak. Banyak anak yang terpapar lgbt melalui media social. Sementara, banyak pembawa acara di televisi yang memerankan lelaki yang memerankan perempuan dan sebaliknya.
“Penyebaran perilaku melalui media social dan televisi ini sangat meresahkan dan bisa dijadikan sebagai pembenaran terhadap perilaku LGBT di masyarakat. Oleh sebab itu, harus dihentikan,” ungkapnya.
Propaganda homoseksual di kalangan anak sudah meresahkan. Salah satu contohnya adalah akun twitter @gaykids_botplg. Dalam akun tersebut ditampilkan foto dan video seksual yang tidak layak untuk dilihat. Pelaku yang menyebarkan bisa dijerat dengan pelanggaran pidana (UU Pornografi dan UU Perlindungan Anak).
Lalu bagaimana jika anak-anak sudah terlanjur memiliki orientasi LGBT. Menurut Maria, KPAI bersama Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) dan Kementerian Sosial serta Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) melakukan rehabilitasi terhadap anak-anak tersebut. KPAI juga bekerja sama dengan sekolah dan masyarakat untuk mengatasi perilaku sosial yang menyimpang di masyarakat ini.