Fatwa Syekh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin
Pertanyaan:
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
إن الله جميل يحب الجمال
“Sesungguhnya Allah itu Mahaindah Yang mencintai keindahan.”
Begitu pula, sabda beliau shallallahu ‘alaihi wasallam dalam satu hadis yang maknanya bahwa Allah Ta’ala mencintai seseorang yang menunjukkan jejak nikmat pada dirinya.
Saya telah membaca kisah sahabat dalam buku sekolah. Saya belajar bagaimana kezuhudan dan wara’ mereka radhiyallahu ‘anhum wa ardhahum. (Mereka) sederhana dalam makan dan berpakaian di tengah kekayaan dan banyaknya harta yang mereka miliki. Sampai-sampai ‘Abdurrahman bin ‘Auf radhiyallahu ‘anhu mengenakan pakaian yang sama seperti orang yang bekerja untuknya.
Pertanyaannya, apakah makna kedua hadis tersebut di atas bertentangan? Apakah bagi penuntut ilmu harus berpenampilan sesuai dengan status ekonominya atau dia harus berpakaian, bertempat tinggal, makan sesuai batasan syariat Islam tanpa berlebihan? Apa makna perintah menyebut nikmat seperti perkataan Allah Ta’ala,
وَأَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ
“Dan atas nikmat Rabbmu, maka tampakkanlah!”
Jawaban:
Hadis pertama,
إن الله جميل يحب الجمال
“Sesungguhnya Allah itu Mahaindah Yang mencintai keindahan.”
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda ketika seseorang berkata,
إن الرجل يحب أن يكون نعله حسناً وثوبه حسناً
“Sesungguhnya seseorang menyukai mengenakan sepatu bagus dan pakaian bagus.”
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
إن الله جميل يحب الجمال
“Sesungguhnya Allah itu Mahaindah Yang mencintai keindahan.”
Maknanya yaitu Allah mencintai keindahan dalam pakaian, sepatu, baju mantel, baju pelindung, dalam rangka menampakkan nikmat Allah Ta’ala. Ini maksud hadis yang disebutkan di atas. Jika Allah memberikan nikmat kepada seorang hamba, Dia menyukai jika jejak nikmat tersebut tampak sesuai dengan kadar nikmat yang diberikan.
Nikmat harta, jejaknya berupa seseorang memperbanyak infak kepada kebaikan, demikian juga berpakaian yang pantas sesuai dengan dirinya. Hingga sebagian ulama mengatakan, “Sesungguhnya seorang yang kaya jika berpakaian dengan pakaian para fakir, maka dia terhitung mengenakan pakaian syuhrah (tampil beda).”
Akan tetapi, jika terdapat kebutuhan dalam berpakaian dengan pakaian fakir, seperti jika tinggal di tengah masyarakat dengan ekonomi menengah ke bawah, maka lebih baik berpakaian sebagaimana mereka agar tidak menyakiti hati-hati mereka. Dalam hal ini seseorang akan diberikan balasan pahala atas niatnya. Ganjaran didapat sesuai apa yang diniatkannya.
Adapun firman Allah Ta’ala,
وَأَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ
“Dan atas nikmat Rabbmu, maka tampakkanlah!”
Yang diinginkan dari ayat ini adalah seorang hendaknya menampakkan nikmat Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas dirinya dengan menunjukkan keutamaan Allah Subhanahu Wa Ta’ala pada dirinya. Bahwa dia mampu mewujudkan semua kenikmatan tersebut bukan karena kekuatan dan upaya dirinya, akan tetapi atas nikmat Allah.
Tahadduts dengan nikmat Allah dapat berupa ucapan dan perbuatan. Melalui ucapan dapat seperti perkataan, “Sesungguhnya Allah telah menganugerahi kekayaan setelah sebelumnya saya seorang fakir”, “Allah telah mengaruniakan keturunan kepadaku setelah aku sebelumnya tidak memilikinya”, dan perkataan lain yang semisal itu, “Sungguh Allah telah menunjukkan hidayah kepadaku di mana aku sebelumnya seorang yang jauh dari hidayah.”
Tahadduts dengan perbuatan dapat dengan melakukan kegiatan yang sesuai dengan nikmat tersebut. Jika dia seorang alim (berilmu), maka dengan mengajarkan manusia. Jika seorang kaya, dengan memberi kepada sesama. Jika seorang yang kuat, dengan membela orang yang lemah.
Adapun tentang perkataan penanya bahwa sebagian sahabat hidup sederhana, maka ini adalah di antara bentuk tawadhu’. Agar orang di sekitar mereka tidak sedih hati karena mereka belum mampu berpakaian yang semisal dengan itu, atau makan dengan makanan yang semisal itu. Seseorang dalam hal ini harus mempertimbangkan kemaslahatan.
Demikian. Semoga bermanfaat.
***
Penerjemah: dr. Abdiyat Sakrie, Sp.JP, FIHA
Artikel: Muslim.or.id
Sumber:
Diterjemahkan dari https://binothaimeen.net/content/10080
© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/87756-fatwa-ulama-makna-allah-mencintai-keindahan.html