Hukum Mandi Jum’at (Bag. 2)

Sengaja Meninggalkan Mandi Jum’at Tanpa Udzur, Shalat Jum’atnya Tidak Sah?

Jika status mandi Jum’at itu wajib, lalu bagaimana seandainya seseorang meninggalkan mandi Jum’at secara sengaja tanpa ‘udzur, kemudian shalat Jum’at, apakah shalat Jum’atnya batal?

Jawabannya tidak batal, karena mandi Jum’at itu bukan karena sebab hadats, berbeda dengan mandi janabah, yang disebabkan karena hadats besar berupa junub. Oleh karena itu, jika seseorang mendatangi shalat Jum’at, padahal dia baru junub dan belum mandi, maka shalat Jum’atnya tidak sah. Dua hal ini harus bisa dibedakan.

Selain itu, harus dipahami bahwa mandi Jum’at ini adalah kewajiban di luar shalat. Berbeda halnya jika kewajiban itu ada di dalam shalat itu sendiri. Contoh, adzan adalah kewajiban, namun di luar shalat. Seandainya seseorang shalat tanpa adzan, maka tidak batal shalatnya. Meskipun dia sengaja meninggalkan adzan. Berbeda halnya jika kewajiban itu di dalam shalat, maka shalatnya batal, jika kewajiban itu ditinggalkan dengan senagaja, misalnya kewajiban tasyahhud awwal.

Lalu, jika seseorang berniat wudhu ketika mandi tersebut, apakah hal itu sudah mencukupi sehingga tidak perlu wudhu lagi?

Jawabannya tidak mencukupi, karena sekali lagi, mandi Jum’at itu bukan disebabkan karena hadats. Adapun wudhu disebabkan oleh hadats. Adapun jika seseorang itu mandi junub, maka hal itu sudah mencukupi, tidak perlu wudhu lagi. Adapun mandi Jum’at adalah mandi yang disebabkan karena memuliakan hari Jum’at, sehingga tidak bisa menggantikan wudhu. Sehingga setelah mandi Jum’at, seseorang harus berwudhu.

Mandi Jum’at untuk Wanita

Jika seorang wanita hendak mendatangi shalat Jum’at di masjid, dia pun terkena kewajiban mandi Jum’at. Hal ini berdasarkan cakupan makna umum dari sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

مَنْ جَاءَ مِنْكُمُ الجُمُعَةَ فَلْيَغْتَسِلْ

“Siapa saja yang menghadiri shalat Jum’at di antara kalian, maka mandilah.” (HR. Bukhari no. 894 dan Muslim no. 844)

Jika wanita shalat di rumahnya, maka tidak wajib mandi Jum’at. Hal ini karena jika dikerjakan di rumah, berarti yang dikerjakan adalah shalat dzuhur. 

Kapan Waktu Mandi Jum’at?

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah ditanya, “Berkaitan dengan sebagian orang yang tinggal di pelosok, mereka mendatangi shalat Jum’at dengan melakukan perjalanan sepanjang 50 kilometer, sehingga bisa mendatangi shalat Jum’at. Sebagian mereka, dengan menimbang jauhnya jarak, mereka tidak mandi. Sebagian lagi mandi di malam Jum’at. Apakah hal ini sah?

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah menjawab,

“Mandi itu harus dilakukan pada hari Jum’at (maksudnya, setelah terbit matahari di hari Jum’at). Akan tetapi, jika seseorang mandi setelah terbit fajar di hari Jum’at, maka ada dua kemungkinan yang bisa kita katakan. Pertama, mandinya sah, karena “hari” itu mencakup sejak terbit fajar. Akan tetapi, yang lebih hati-hati adalah tidak mandi Jum’at kecuali setelah terbit matahari. Hal ini karena waktu di antara terbitnya fajar dan terbitnya matahari adalah waktu untuk shalat subuh. Sehingga yang lebih utama adalah mandi setelah terbit matahari.” (Syarh ‘Umdatul Ahkaam, 1: 337) 

Syaikh ‘Abdullah bin Shalih Al-Fauzan hafidzahullah berkata,

“Yang ebih afdhal adalah mandi untuk shalat Jum’at ketika hendak berangkat shalat Jum’at, karena ini lebih memungkinkan untuk tercapainya maksud dari mandi Jum’at. Lebih-lebih jika dikhawatirkan akan tertimpa sesuatu yang bisa menghilangkan kebersihan badan (setelah mandi).” (Ahkaam Khudhuuril Masaajid, hal. 237)

Demikian penjelasan berkaitan dengan hukum mandi Jum’at, semoga bisa diamalkan oleh kaum muslimin. [1]

[Selesai]

***

Penulis: M. Saifudin Hakim

Catatan kaki:

[1] Pembahasan ini sebagiannya kami sarikan dari kitab Syarh ‘Umdatul Ahkam, karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullahu Ta’ala, jilid 1 halaman 330-337 (penerbit Muassasah Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin Al-Khairiyyah, cetakan pertama tahun 1437 H). 

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/53516-hukum-mandi-jumat-bag-2.html

Hukum Mandi Jum’at (Bag. 1)

Sahabat muslim, kali ini kita akan membahas tentang hukum mandi Jumat sebelum menghadiri shalat Jumat

Niat Mandi Jumat

Bagi orang-orang yang ingin menghadiri shalat Jum’at, sangat dianjurkan dan ditekankan untuk mandi terlebih dahulu. Baik dia memiliki bau badan yang perlu dihilangkan ataukah tidak. Wajib baginya untuk meniatkan mandi Jum’at, bukan sekedar niat bersih-bersih badan, atau untuk mencari kesegaran, sehingga dia pun mendapatkan pahala atas niatnya tersebut. Terdapat dalil-dalil yang menjelaskan pentingnya mandi Jum’at dan kedudukannya di dalam Islam, sebagaimana yang nanti akan kami sebutkan.

Mandi Spekan Sekali, meski Tidak Shalat Jum’at

Terdapat hadits yang menekankan pentingnya mandi setiap pekan minimal sekali. Diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

حَقٌّ لِلَّهِ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ أَنْ يَغْتَسِلَ فِي كُلِّ سَبْعَةِ أَيَّامٍ، يَغْسِلُ رَأْسَهُ وَجَسَدَهُ

“Menjadi kewajiban atas setiap muslim untuk mandi sekali setiap tujuh hari, dia membasuh kepala dan badannya.” (HR. Bukhari no. 856 dan Muslim no. 849)

Dalil ini menunjukkan bahwa setiap muslim dituntut untuk mandi minimal sekali dalam tujuh hari, agar dia tetap bersih dan segar. Waktunya tidak dikaitkan dengan mandi wajib (mandi junub), misalnya, karena terkadang waktunya bisa lama, lebih-lebih bagi yang tidak memiliki istri. Akan tetapi, ditekankan untuk mandi dan memperbanyak mandi. Inilah mandi rutin yang dianjurkan setiap pekan sekali, meskipun seseorang tidak menghadiri shalat Jum’at. [1]

Hukum Mandi Jum’at: Wajib atau Sunnah?

Tidak ada perselisihan tentang disyariatkannya mandi Jum’at, juga tidak ada perselisihan bahwa shalat Jum’at tetap sah meskipun tidak mandi Jum’at. Yang diperselisihkan oleh para ulama adalah, apakah mandi Jum’at ini wajib? 

Para ulama fiqh rahimahumullah berbeda pendapat tentang hukum mandi Jum’at menjadi tiga pendapat.

Pendapat pertama, wajib secara mutlak. 

Para ulama yang berpendapat wajib, berdalil dengan hadits-hadits berikut ini.

Diriwayatkan dari sahabat Abu Sa’id Al-Khudhri radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

غُسْلُ يَوْمِ الجُمُعَةِ وَاجِبٌ عَلَى كُلِّ مُحْتَلِمٍ

“Mandi Jum’at itu wajib atas setiap orang yang telah baligh.” (HR. Bukhari no. 879 dan Muslim no. 846)

Diriwayatkan dari sahabat ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ جَاءَ مِنْكُمُ الجُمُعَةَ فَلْيَغْتَسِلْ

“Siapa saja yang menghadiri shalat Jum’at di antara kalian, maka mandilah.” (HR. Bukhari no. 894 dan Muslim no. 844)

Dari sahabat Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ هَذَا يَوْمُ عِيدٍ، جَعَلَهُ اللَّهُ لِلْمُسْلِمِينَ، فَمَنْ جَاءَ إِلَى الْجُمُعَةِ فَلْيَغْتَسِلْ، وَإِنْ كَانَ طِيبٌ فَلْيَمَسَّ مِنْهُ، وَعَلَيْكُمْ بِالسِّوَاكِ

“Sesungguhnya ini adalah hari raya yang telah Allah jadikan bagi kaum muslimin. Barangsiapa menghadiri shalat Jum’at, hendaklah mandi. Jika mempunyai minyak wangi, hendaklah mengoleskannya, dan hendaklah kalian bersiwak.” (HR. Ibnu Majah no. 1098, dinilai hasan oleh Syaikh Al-Albani)

Pendapat ke dua, sunnah secara mutlak. 

Para ulama yang mengatakan sunnah secara mutlak, mereka berdalil bahwa mandi yang statusnya wajib itu hanya mandi janabah. Berdasarkan firman Allah Ta’ala,

وَإِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوا

“Dan jika kamu junub, maka mandilah.” (QS. Al-Maidah [5]: 6)

Siapa yang tidak junub, maka tidak wajib mandi, namun yang diwajibkan adalah wudhu.

Mereka juga berargumen bahwa seandainya jamaah itu shalat Jum’at tanpa mandi Jum’at, maka shalat Jum’atnya sah menurut kesepakatan ulama. Seandainya mandi Jum’at itu wajib, tentu shalat Jum’atnya tidak sah. Sebagaimana status seseorang yang junub, lalu menghadiri shalat Jum’at tanpa mandi Jum’at terlebih dahulu. Maka shalat Jum’at orang tersebut tidak sah berdasarkan ijma’. 

Pendapat ke tiga, memberikan rincian.

Ulama yang memberikan rincian mengatakan, jika seseorang itu memiliki bau badan yang berpotensi mengganggu orang lain (misalnya, karena berkeringat), maka wajib mandi. Jika tidak, maka tidak wajib mandi (menjadi sunnah).  Di antara ulama yang memiliki pendapat ini adalah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah. 

Wallahu a’lam, pendapat yang paling kuat dalam masalah ini adalah pendapat pertama, yang menyatakan bahwa hukum mandi Jum’at adalah wajib secara mutlak. Hal ini karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tegas mengatakan, 

غُسْلُ يَوْمِ الجُمُعَةِ وَاجِبٌ عَلَى كُلِّ مُحْتَلِمٍ

“Mandi Jum’at itu wajib atas setiap orang yang telah baligh.” (HR. Bukhari no. 879 dan Muslim no. 846)

Perkataan Rasulullah, “Mandi Jum’at itu wajib”, adalah perkataan yang tegas dan jelas tentang status hukum mandi Jum’at. Bagaimana mungkin mandi wajib itu hukumnya tidak wajib, sedangkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri yang mengatakan wajib?

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata,

“Perintah untuk mandi di hari Jum’at adalah perintah yang sangat ditekankan. Perintah wajibnya lebih kuat daripada wajibnya shalat witir, membaca basmalah ketika shalat, wajibnya wudhu karena menyentuh wanita, wajibnya wudhu karena menyentuh kemaluan … “ (Zaadul Ma’aad, 1: 365)

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah mengatakan,

“Oleh karena itu, jika seseorang melepaskan diri dari sikap ta’ashub (fanatik kepada pendapat seorang ulama), dan dia membaca hadits ini, tidak diragukan lagi bahwa dia akan mengatakan wajibnya mandi Jum’at.” (Syarh ‘Umdatul Ahkaam, 1: 332)

Syaikh ‘Abdullah bin Shalih Al-Fauzan hafidzahullah berkata,

“Pendapat yang mengatakan wajibnya mandi Jum’at adalah pendapat yang kuat, menurut pandanganku. Siapa saja yang meremehkannya, dia telah meremehkan kewajibannya. Shalat Jum’atnya sah jika dia dalam kondisi suci. Hal ini karena hukum asal dari perintah adalah wajib. Kita tidak memalingkan dari wajib menjadi sunnah, kecuali jika ada dalil. Perintah (mandi Jum’at) ini datang dalam bentuk tegas, kemudian kewajiban ini dikuatkan lagi dengan dalil-dalil yang shahih dan sharih (jelas) bahwa mandi Jum’at itu wajib. Dalil semacam ini termasuk dalil yang qath’i. Dalil yang tidak mengandung kemungkinan lain semacam ini tidak boleh ditakwil karena adanya dalil lain (yang tampaknya bertentangan, pen.). Bahkan, dalil lain itulah yang harus ditakwil jika secara sekilas tampak bertentangan dengan dalil yang qath’i. Wallahu a’alam.” (Ahkaam Khudhuuril Masaajid, hal. 236)

Pendapat wajib secara mutlak juga dikuatkan dengan kisah sahabat ‘Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu. Ketika ‘Umar bin Khaththab sedang berkhuthbah pada hari Jum’at di hadapan jama’ah, masuklah seorang laki-laki dari sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu Umar pun memanggilnya seraya bertanya, “Sudah jam berapakah ini?” 

Laki-laki itu menjawab, “Aku sangat sibuk hari ini. Aku tidak sempat pulang, sehingga ketika terdengar adzan, tidak ada yang dapat aku lakukan kecuali berwudhu.” 

Umar berkata, 

وَالوُضُوءُ أَيْضًا، وَقَدْ عَلِمْتَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَأْمُرُ بِالْغُسْلِ

“Engkau hanya berwudhu? Bukankah Engkau tahu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga memerintahkan untuk mandi?” (HR. Bukhari no. 878 dan Muslim no. 845)

[Bersambung]

***

Penulis: M. Saifudin Hakim

Artikel: Muslim.or.id

Catatan kaki:

[1] Lihat Ahkaam Khudhuuril Masaajid, hal. 234.

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/53500-hukum-mandi-jumat-bag-1.html