Mandiri Secara Finansial, Jalan Pintas Tuntaskan Sunnah Nabi

Nabi Muhammad SAW merupakan sosok Nabi akhir zaman bagi umat Islam. Keteladanan serta pengorbanannya membawa banyak perubahan positif bagi dunia, bukan hanya bagi muslim saja. Nama Muhammad bahkan masuk ke dalam urutan pertama di antara 99 manusia paling berpengaruh di dunia dalam buku fenomenal karya Michael H. Hart. Hart mengungkapkan dalam ppengantarnya bahwa para tokoh yang ia pilih bukan semata si paling pandai, kaya, dan hebat melainkan tokoh yang mampu memberi pengaruh besar bagi peradaban juga menarik manusia dari peradaban kegelapan menuju masa keemasan. Tak heran ia diletakkan di urutan paling awal mengingat keboborokan umat di mana ia diutus kala itu.

Begitu mulianya pemuda Quraisy itu sehingga bersholawat kepadanya saja membawa pahala teramat besarnya. Allah SWT sendiri telah memproklamirkan sosok Muhammad sebagai nkekasihNya bahkan Syekh Al-Jazari menyebutkab bahwa Allah menciptakan cahaya atau nur Muhammad sebelum alam semesta ini diciptakan. Allah juga telah memberikan mandat agung kepadanya sebagai salah satu pemberi syafaat di hari akhir kelak bagi umat manusia.

Oleh karena sederet kemuliaannya, umat Islam berbondong-bondong melaksanakan berbagai upaya sebagai perwujudan cinta kepada Nabi Muhammad dengan cara meneladani sunnah-sunnahnya. Sunnah Muhammad memiliki banyak bentuk mulai yang paling ringan hingga paling rumit sekalipun, tanpa sadar bahwa ada salah satu sunnahnya yang bisa menjadi jalan ninja untuk menyapu habis sunnah yang lainnya, yaitu mandiri secara finansial.

Nabi yang Kaya

Muhammad adalah sosok yang senantiasa mengedepankan daya dibandingkan gaya, sehingga bagi orang yang kekurangan literasi mengangga[ bahwa dirinya miskin mengingat seberapa sederhana pakaiannya, makanannya, alas tidurnya dan sebagainya. Fakta bahwa Muhammad adalah manusia kaya bukanlah asumsi belaka karena nyatanya Allah SWT sudah menyebutkannya dalam banyak firmannya, salah satunya dalam surat ad-Duha ayat 8 yang artinya: “Dan Dia (Allah) mendapatimu sebagai orang miskin lalu ia memberimu kekayaan.” Sebab, usai ditinggal mati kakeknya, Muhammad diserahkan ke bawah asuhan Abu Thalib, salah satu paman Muhammad yang sederhana namun paling berbudi luhur di antara pamannya yang lain.

Muhammad kecil bahkan mesti menggembalakan kambing demi membantu finansial Abu Thalib. Namun, justru opengembalaan ini merupakan ajang pelatihan kesabaran dan keuletan Muahmmad sehingga menggiringnya menjadi pengusaha sukses di usia muda. Namanya tersohor di kalangan bangsa Arab hingga diberi julukan Al-Amin. Kesuksesan Mhammad dan keluhuran budi pekertinya juga lah yang membawa Khadijah jatuh hati kepadanya, hingga akhirnya sepasang manusia yang mandiri secara intelektual dan finansial itu pun Bersatu, mengkolaborasikan kekayaan mereka di jalan Allah SWT.

Tak terhitung berapa hadits yang menyebutkan siratan, ucapan, dan perilaku Nabi yangn  membutktikan betapa dermawan dirinya. Ketika seseorang berhasil dermawan maka artonya ia memiliki kecukupan finansial sehingga bisa diberikan sebagiannya kepada yang lebih membutuhkan. Lalau apakah jika Nabi dermawan maka artinya ia kaya? Bukankah menyumbangkan harta benda tidak hanya dilakukan oleh orang kaya saja? Memang benar kedermawanan bukan mutlak diperuntukkan bagi orang kaya saja, namun menilik pada intensitas sedekah Muhammad juga nominalnya tentu sangat mustahil jika Muhammad adalah orang biasa yang dermawan, melainkan memang Muhammad ialah orang kaya yang dermawan.

Salah satu contoh buktinya ialah ketika ia membebaskan seorang hudak bernama Salman Al-Farisi dengan harga 40 uqiyah. 40 uqiyah sama dengan 1.600 dirham, sedangkan 1 dirham senilai Rp.69.174, jadi jika dijumlah maka 40 uqiyah sama dengan Rp.110.678.400. Nominal tersebut baru hanya untk membebaskan satu budak saja, padahal Muhammad tercatat telah membebaskan puluhan budak semasa hidupnya. Bukti kekayaan Muhammad juga bisa dilihat dari jumlah mahar yang ia berikan kepada istri-istrinya. Kekayaan tersebut bersumber dari berbagai aspek mulai dari berniaga hingga ghanimah.

Keuntungan Kemandirian Finansial bagi Ibadah

Jika dipikir lebih mendalam, hampir semua amalan sunnah Nabi bisa dengan mudah dilampaui ketika seseorang sudah mencapai kemandirian finansial; sedekah misalnya sebuah amalan yang teramat sering Nabi. Nabi dalam menjalankan dakwah tentunya membutuhkan harta yang cukup karena zaman dahulu bepergian dari satu kota ke kota lain bisa memakan waktu beberapa minggu bahkan bulan, sedangkan Muhammad sangat membenci perbuatan meminta-minta. Itu artinya dalam menunjang kelancaran dakwahnya, Muhammad telah mempersiapkan bekal yang cukup berupa finansial yang matang guna berdakwah.

Bukan hanya sunnah Nabi saja yang bisa mudah dilaksanakan ketika seseorang sudah mandiri finansialnya, ibadah-ibadah yang Allah perintahkan pun demikian, haji misalnya, tidakkah ia lebih mudah dilaksanakan jika sudah memiliki finansial yang cukup? Dilansir dari laman CNN.com biaya haji tahun 2023 kini naik menjadi Rp.49.800.000, angka yang cukup fantastis sehingga membuat beberapa jamaah menunda ibadah mereka karena kurang sanggupnya pembiayaan. Selain haji, ada juga qurban yang tentu butuh finansial yang cukup. Muhammad bahkan pernah berqurban 100 ekor unta pada tahun terakhir pelaksanaan haji wada’, padahal satu ekor unta bisa mencapai harga Rp.25.000.000.

Masih banyak lagi bukti bahwa Muhammad ialah Nabi yang finansialnya bukan main banyaknya, namun ia lebih mengedepankan daya ketimbang gaya sehingga beberapa umatnya mengira dirinya miskin karena terlampau sederhana gaya hidupnya. Kemandirian finansial ini jga merupakan pengamalan Muhammad atas perintah Allah SWT dalam firman-Nya dalam surat At-Taubah ayat 41 yang artinya “Berjihadlah dengan harta dan jiwa kalian.” Ayat ini bukan satu-satunya firman Allah yang berisi anjuran mandiri secara finansial, masih banyak ayat-ayat lainnya. Tentnya bukan tanpa maksud Allah memberikan perintah ini kepada hamba-Nya, Allah bermaksud memberikan kode special supaya manusia bisa lkebih leluasa berjihad yaitu dengan harta, namun dengan harta tidak cukup melainkan dibutuhkan jiwa yang taqwa lillahi ta’ala. Jihad dalam hal ini bukan hanya peperangan saja, melainkan juga ibadah amaliyah lainnya.

ISLAM KAFFAH