Sabda-Sabda Rasulullah SAW Berikut Ungkap Kondisi Jasad Para Syahid, Termasuk di Gaza?

Allah SWT memuliakan para syahid yang gugur akibat perang

Serangan Hamas ke zionis Israel pada Sabtu (7/10/2023) mengejutkan banyak pihak. Aksi heroik ini dibalas dengan serangan Israel yang membabi buta ke Jalur Gaza. 

Hingga berita ini ditulis, sedikitnya 2.370 warga Palestina di Jalur Gaza telah meninggal akibat serangan Israel yang dimulai pada 7 Oktober 2023 lalu. Sementara warga Israel yang tewas akibat serangan Hamas mencapai setidaknya 1.300 jiwa.

Saat ini kehidupan warga di Jalur Gaza diperburuk karena ketiadaan pasokan pangan, listrik, air, dan barang-barang esensial lainnya. Israel diketahui telah memberlakukan blokade total terhadap wilayah tersebut. 

Gugurnya Muslim Gaza akibat serangan Zionis Israel ini mengingatkan kita tentang keutamaan meninggal secara syahid. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam sejumlah hadits berikut ini:

Pertama, darah syahid harum semerbak 

Seorang mujahid yang mati di medan pertempuran yang sesungguhnya, boleh jadi darahnya berceceran dimana-mana. Orang awam yang melihatnya pasti akan ngeri, atau malah merasa jijik.

Namun di akhirat nanti, darah yang berceceran di sekujur tubuh itu justru akan berubah menjadi bau harum semerbak. Dan hal itu memang merupakan salah satu keutamaan bagi mujahid yang mati syahid di jalan-Nya, sebagaimana telah dijelaskan  Rasulullah SAW dalam sabdanya:  

زَمِّلُوهُمْ بِدِمَائِهِمْ فَإِنَّهُ لَيْسَ كَلَّمْ يُكْلَمُ فِي اللَّهِ إِلَّا يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَدْمَى لَوْتُهُ لون الدم وَريحُهُ رِيحُ الْمِسْكِ

“Bungkuslah jasad mereka (syuhada’) sekalian dengan darah-darahnya juga. Sesungguhnya mereka akan datang di hari kiamat dengan berdarah-darah, warnanya warna darah namun aromanya seharum kesturi.”(HR An-Nasai dan Ahmad)

photo

Tiga Front Perlawanan Palestina – (Republika) Meski hadits ini berbicara tentang apa yang terjadi nanti di hari kiamat, namun kenyataannya begitu banyak bukti di masa sekarang ini, mereka yang mati syahid, justru darahnya sudah berubah menjadi bau harum semerbak.

Misalnya tatkala umat Islam berjihad mengusir Uni Sovyet di tanah Afghan, banyak sekali mujahidin yang mengalami hal seperti itu. Semua menjadi bukti dan tanda dari Allah, bahwa mereka betul-betul telah menjadi syahid di jalannya.

Dr Abdullah Azzam membuat buku khusus yang mengabadikan karamah para mujahidin itu dalam satu tulisan yang berjudul, Tanda-tanda Kekuasaan Allah di dalam Jihad Afghanistan. 

Kedua, tetesan darahnya dicintai Allah SWT

Selain berbau wangi, tetesan darah orang yang mati syahid itu dicintai Allah SWT. Bagi Allah SWT ada dua macam tetesan yang dicintainya, yaitu tetesan darah para syuhada, dan tetesan air mata orang yang takut kepada Allah SWT. Dan tetes darah para syuhada adalah satu tetesan yang paling dicintai Allah, sebagaimana sabda beliau SAW:

لَيْسَ شَيْءٌ أَحَبَّ إِلَى اللهِ مِنْ قَطْرَتَيْنِ وَأَثْرَيْنِ : قَطْرَةٌ مِنْ دُمُوع في خَشْيَةِ اللَّهِ وَ قَطْرَةً دَمٍ تُهْرَقُ فِي سَبِيْلِ اللَّهِ وَأَمَّا الْأَتَرَانِ : فَأَتْرٌ فِي سَبِيْلِ اللهِ وَأَثَرُ فِي فَرِيْضَةٍ مِنْ فَرَائِضِ اللَّهِ

“Tidak ada sesuatu yang dicintai Allah dari pada dua macam tetesan atau dua macam bekas, tetesan air mata karena takut kepada Allah dan tetesan darah yang tertumpah dijalan Allah dan adapun bekas itu adalah bekas (berjihad) dijalan Allah dan bekas penunaian kewajiban dari kewajiban- kewajiban Allah.” (HR at-Tirmidzi)

Ketiga, jasadnya tidak dimakan tanah

Orang yang mati syahid mendapatkan kemuliaan dimana jasadnya setelah dikubur tidak dimakan tanah, tetapi utuh seperti ketika baru dikuburkan, meski sudah lama meninggal dunia.

ثُمَّ لَمْ تَطِبْ نَفْسِي أَنْ أَتْرَكَهُ مَعَ الْآخَرَ فَاسْتَخْرَجْتُهُ بَعْدَ سِتَّةِ أَشْهُرٍ فَإِذَا هُوَ كَيَوْمٍ وَضَعَتْهُ هَنِيَّةٌ غَيْرَ أُذُنِهِ

“Kemudian aku tidak tega meninggalkannya dengan yang lainnya, maka aku keluarkan jasadnya setelah ena bulan. Ternyata bentuknya masih sama dengan bantuk ketika dikuburkan, kecuali bagian telinganya.” (HR Bukhari)

IQRA REPUBLIKA

Mati Syahid, Apakah Dimandikan dan Disalatkan?

Berkaitan dengan jenazah orang yang mati syahid, terdapat sebuah hadis dari sahabat Jabir radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan,

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَجْمَعُ بَيْنَ الرَّجُلَيْنِ مِنْ قَتْلَى أُحُدٍ فِي ثَوْبٍ وَاحِدٍ، ثُمَّ يَقُولُ: أَيُّهُمْ أَكْثَرُ أَخْذًا لِلْقُرْآنِ ، فَإِذَا أُشِيرَ لَهُ إِلَى أَحَدِهِمَا قَدَّمَهُ فِي اللَّحْدِ، وَقَالَ: أَنَا شَهِيدٌ عَلَى هَؤُلاَءِ يَوْمَ القِيَامَةِ ، وَأَمَرَ بِدَفْنِهِمْ فِي دِمَائِهِمْ، وَلَمْ يُغَسَّلُوا، وَلَمْ يُصَلَّ عَلَيْهِمْ

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah menggabungkan dalam satu kubur dua orang laki-laki yang gugur dalam perang Uhud dan dalam satu kain, lalu bersabda, ‘Siapakah di antara mereka yang lebih banyak mempunyai hafalan Al-Qur’an?’

Ketika beliau telah diberi tahu kepada salah satu di antara keduanya, beliau pun mendahulukannya di dalam lahad, lalu bersabda, ‘Aku akan menjadi saksi atas mereka pada hari kiamat.’ Kemudian beliau memerintahkan agar menguburkan mereka dengan darah-darah mereka, tidak dimandikan dan juga tidak disalatkan.” (HR. Bukhari no. 1343)

Terdapat dua masalah yang akan kami uraikan dari hadis di atas.

Pertama, apakah jenazah mati syahid itu dimandikan?

Hadis di atas menunjukkan bahwa jenazah orang yang mati syahid di peperangan itu tidak dimandikan. Yang dimaksud dengan peperangan di sini adalah peperangan melawan musuh dari orang-orang kafir. Ini adalah mazhab jumhur (mayoritas) ulama. Hikmah mengapa jenazah orang mati syahid itu tidak dimandikan adalah sebagaimana yang ditunjukkan oleh hadis Jabir radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, bahwa beliau mengatakan tentang para sahabat yang gugur pada saat perang Uhud,

لَا تُغَسِّلُوهُمْ، فَإِنَّ كُلَّ جُرْحٍ – أَوْ كُلَّ دَمٍ – يَفُوحُ مِسْكًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ

Janganlah kalian mandikan, karena setiap luka atau setiap darah akan menjadi minyak misk pada hari kiamat.” (HR. Ahmad 22: 97, sanadnya sahih)

Syekh Dr. Shalih Al-Fauzan hafizahullah mengatakan, “Hadis ini menunjukkan bahwa orang yang mati syahid terbunuh di peperangan untuk meninggikan kalimat Allah, jenazah mereka itu tidak dimandikan. Akan tetapi, dibiarkan bersama dengan darah-darah mereka. Hal ini karena bekas darah tersebut adalah bekas (tanda) yang baik, sehingga tanda ketaatan tersebut dibiarkan untuk memuliakannya. Mereka akan datang pada hari kiamat dengan membawa darah tersebut sebagai tanda ketaatan. Sebagaimana yang telah disebutkan tentang kondisi orang ihram, mereka dibiarkan sebagaimana kondisi ketika ihram agar datang pada hari kiamat dalam bentuk yang mulia tersebut.” (Tashilul Ilmam, 3: 34-35)

Adapun selain mati syahid karena peperangan, seperti: 1) meninggal karena sakit perut; 2) meninggal karena wabah penyakit tha’un; 3) seorang wanita yang meninggal pada masa nifas; 4) meninggal karena tertimpa benda keras; 5) meninggal karena tenggelam; atau 6) meninggal karena terbakar, maka mereka itu tetap dimandikan sebagaimana jenazah kaum muslimin pada umumnya. Ini adalah pendapat jumhur (mayoritas) ulama. (Lihat Al-Mughni, 3: 476)

Hal ini karena jenazah tersebut itu disebut syahid berkaitan dengan pahala yang akan mereka dapatkan di akhirat, bukan berkaitan dengan hukum dimandikan dan disalatkan ketika di dunia. Hal ini berbeda dengan hukum mati syahid karena peperangan melawan orang-orang kafir (yang tidak dimandikan dan tidak disalatkan).

Baca juga: Fikih Pengurusan Jenazah

Kedua, apakah jenazah mati syahid itu disalatkan?

Masalah kedua, apakah jenazah mati syahid itu disalatkan? Hadis ini menunjukkan bahwa jenazah mati syahid itu tidak disalatkan. Ini adalah mazhab Imam Malik, Asy-Syafi’i, dan Ahmad. (Lihat Bidayah Al-Mujtahid, 2: 41 dan Al-Majmu’, 5: 260)

Adapun pendapat kedua mengatakan bahwa jenazah mereka tetap disalatkan. Ini adalah pendapat Imam Abu Hanifah dan salah satu riwayat dari Imam Ahmad. Ibnu Qudamah rahimahullah mengatakan, “Hadis ini dibawa ke makna anjuran, karena perkataan Imam Ahmad mengisyaratkan hal tersebut.” (Al-Mughni, 3: 467)

Para ulama tersebut berdalil dengan hadis yang diriwayatkan dari sahabat ‘Uqbah bin Amir radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan,

خَرَجَ يَوْمًا فَصَلَّى عَلَى أَهْلِ أُحُدٍ صَلَاتَهُ عَلَى الْمَيِّتِ

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pada suatu hari keluar untuk menyalatkan syuhada perang Uhud sebagaimana salat untuk mayit.” (HR. Bukhari no. 1344 dan Muslim no. 2296)

Dalam riwayat Bukhari disebutkan dari sahabat ‘Uqbah bin Amir radhiyallahu ‘anhu,

قَالَ صَلَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى قَتْلَى أُحُدٍ بَعْدَ ثَمَانِي سِنِينَ كَالْمُوَدِّعِ لِلْأَحْيَاءِ وَالْأَمْوَاتِ

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyalati para korban Uhud setelah delapan tahun, seolah-olah seperti perpisahan antara orang yang hidup dengan orang yang telah mati.” (HR. Bukhari no. 4042)

Kesimpulan yang lebih mendekati adalah bahwa imam (pemimpin) kaum muslimin diperbolehkan untuk memilih apakah akan menyalati jenazah mati syahid ataukah tidak. Hal ini karena terdapat dalil untuk dua kondisi tersebut, yaitu ada dalil yang menunjukkan jenazah mereka tidak disalati dan ada dalil yang menunjukkan jenazah mereka disalati. Pendapat ini merupakan salah satu riwayat dari pendapat Imam Ahmad, juga pendapat yang dipilih oleh Syekhul Islam Ibnu Taimiyah, Ibnul Qayyim, sebagian ulama Syafi’iyyah dan sebagian ulama Hanabilah. (Lihat Tahdzib Mukhtashar As-Sunan, 4: 295; Al-Majmu’, 5: 260; Al-Ikhtiyarat, hal. 87; dan Al-Inshaf, 2: 500)

Zahir hadis ‘Uqbah bin Amir di atas menunjukkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam itu menyalati mereka sebagaimana salat jenazah pada umumnya. Akan tetapi, zahirnya menunjukkan bahwa salat itu adalah salat perpisahan, bukan salat jenazah, karena salat jenazah dilaksanakan sebelum jenazah dimakamkan. Wallahu Ta’ala a’lam.

Adapun hikmah mengapa jenazah orang yang mati syahid itu boleh untuk tidak disalatkan adalah karena Allah Ta’ala telah memuliakannya, sehingga tidak butuh untuk disalati. Allah Ta’ala telah memuliakan orang yang mati syahid di peperangan dengan persaksian-Nya,

وَلاَ تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ قُتِلُواْ فِي سَبِيلِ اللّهِ أَمْوَاتاً بَلْ أَحْيَاء عِندَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُونَ

Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati, bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezeki.” (QS. Ali Imran: 169)

Allah Ta’ala juga berfirman,

وَلاَ تَقُولُواْ لِمَنْ يُقْتَلُ فِي سَبيلِ اللّهِ أَمْوَاتٌ بَلْ أَحْيَاء وَلَكِن لاَّ تَشْعُرُونَ

Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah, (bahwa mereka itu ) mati. Bahkan, (sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya.” (QS. Al-Baqarah: 154)

Orang yang mati syahid karena peperangan itu boleh untuk tidak disalati, karena salat itu hakikatnya adalah syafaat (doa) untuk mereka. Sedangkan Allah Ta’ala telah memuliakan mereka dengan persaksian-Nya, sehingga tidak butuh disalatkan. (Lihat Tashilul Ilmam, 3: 35) Wallahu Ta’ala a’lam.

***

@Rumah Kasongan, 16 Ramadan 1444/ 7 April 2023

Penulis: M. Saifudin Hakim

Catatan kaki:

Disarikan dari kitab Minhatul ‘Allam fi Syarhi Bulughil Maram (4: 272-274) dan Tashilul Ilmam bi Fiqhil Ahadits min Bulughil Maram (3: 34-35).

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/84263-jenazah-mati-syahid.html

Siapa Saja Orang yang Dapat Disebut Mati Syahid?

Para ulama berbeda pendapat mengenai makna mati syahid.

Dalam syariat Islam dikenal istilah mati syahid yang mendapatkan tempat istimewa di sisi Allah SWT. Orang yang mati syahad nantinya akan masuk surga tanpa dihisab, dan jenazahnya tidak wajib dimandikan atau dikafani. Lantas, siapa saja yang dapat disebut mati syahid dalam Islam?

Dalam buku Mati Syahid karya Ustadz Ahmad Sarwat dijelaskan, orang yang mati syahid adalah mereka yang menjadi saksi. Para ulama berbeda pendapat mengenai makna saksi dalam hal ini. Sebagian ulama berpendapat bahwa mereka yang mati syahid akan menyaksikan pahala dan kemuliaan yang Allah SWT berikan pada saat mereka meninggal dunia.

Sebagian yang lain mengatakan orang yang mati syahid itu menyaksikan datangnya para malaikat yang menaungi mereka dengan sayap-sayap mereka di saat kematiannya. Serta ada juga ulama yang berpendapat mereka yang mati syahid itu menyaksikan dunia dan akhirat.

Ulama lainnya mengatakan orang yang mati syahid menjadi saksi atas perjuangan membela kebenaran dari Allah SWT. Sehingga dirinya menemui kematian dalam melakukan pembelaan itu. Ulama kalangan Al-Azhari bahkan menyebut, seorang syahid akan menyaksikan Darus Salam sebelum terjadinya hari kiamat.

Allah berfirman dalam Alquran Surah Ali Imran ayat 169: “Wa laa tahsabanna alladzina qutiluu fi sabilillahi amwaatan bal ahyaa inda Rabbihim yurzaqun,”. Yang artinya: “Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati. Bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapatkan rezeki,”.

Namun demikian, ternyata ada sebagian ulama memaknai kata syahid bukan sebagai orang yang menjadi saksi. Namun justru bermakna sebaliknya, yaitu orang yang disaksikan (masyhud).

Dasar pendapat mereka bahwa terkadang wazan (susunan grammatikal Arab) berupa fa’il bisa juga bermakna bukan sebagai pelaku. Namun, dapat menjadi objek yang kepadanya dilakukan suatu pekerjaan.

Sehingga orang yang mati syahid itu bukanlah orang yang menjadi saksi, justru maknanya adalah orang yang kematiannya disaksikan. Umumnya kalangan ulama menyatakan, yang menyaksikan atau yang menjadi saksi bagi orang yang mati syahid tidak lain adalah para malaikat yang mulia.

Hal ini sebagaimana firman Allah SWT dalam Alquran Surah Al-Hajj ayat 78: “Innalladzina qaalu Rabbunallahu tsumma-staqaamuu tatanazzalu alaihim al-malaa-ikatu alla takhaafuu wa laa tahzanuu wa absyiruu bil-jannati allati kuntum tuw’adun,”. Yang artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: ‘Tuhan kami adalah Allah, kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: ‘janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih dan gembirakanlah mereka dengan surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu,”.

Disebutkan juga para malaikat dapat menjadi saksi atas kebaikannya pula serta atas haknya masuk ke surga. Bagi ulama kalangan Hanafiyah, orang yang mati syahid ialah semua orang mukallaf, Muslim, suci dari hadas, dan mereka yang terbunuh secara zalim dengan luka-luka.

Ulama dari kalangan Malikiyah berpendapat orang yang mati syahid adalah mereka yang hanya ikut dalam perang fisik saja. Meski matinya di negeri Islam dan tidak ikut membunuh, meskipun berjanabah, dan bukan orang yang keluar dalam keadaan hidup meski ditolong oleh lawan, serta bukan orang yang maghmur. Sedangkan ulama dari kalangan Syafiiyah menyebut definisi orang yang mati syahid adalah mereka yang mati karena sebab memerangi orang-orang kafir ketika terjadi peperangan.

KHAZANAH REPUBLIKA

Beberapa Jenis Mati Syahid di Jalan Allah

Syaikh Masyhur Hasan Alu Salman

Mati syahid di jalan Allah ada beberapa macam:

  1. Syahid di dunia dan akhirat
  2. Syahid di dunia, namun bukan syahid di akhirat
  3. Syahid di akhirat, namun bukan syahid di dunia

Syahid di dunia dan akhirat, akan mendapatkan pahala syahadah (yang sempurna). Orang yang dihukumi sebagai syahid di dunia dan akhirat adalah orang yang gugur dalam perang dalam, keadaan sedang maju bukan sedang kabur, dalam rangka menegakkan kalimat (agama) Allah. Dan ia tidak makan dan minum setelah terluka dan jatuh di pertempuran dalam keadaan belum mendapatkan pengobatan. Sebagian ulama, orang yang terluka di peperangan lalu sempat makan, minum dan mendapat pengobatan setelah terlukanya, maka ia tidak dihukumi syahid. Kecuali jika hanya makan atau minum sedikit saja kemudian wafat setelah terlukanya, (maka masih dihukumi syahid).

Syahid di dunia adalah orang yang gugur dalam perang, dalam keadaan maju bukan kabur, namun niatnya bukan dalam rangka menegakkan kalimat (agama) Allah. Maka di dunia ia dihukumi sebagai syahid secara zahirnya. Namun di akhirat, di sisi Allah, ia tidak mendapatkan pahala syahid.

Adapun syahid di akhirat yang bukan syahid dunia, ia diperlakukan di akhirat kelak sebagaimana orang yang mati syahid dan mendapatkan pahala syahid. Adapun di dunia, jenazahnya tetap dimandikan, dikafankan, dishalati, dan jenazahnya diperlakukan sebagaimana jenazah kaum Muslimin pada umumnya. Yang termasuk jenis ini di antaranya:

  • Al Mabthun, orang yang meninggal karena penyakit di perutnya
  • Al Ghariq (orang yang mati tenggelam)
  • Al Hariq (orang yang mati terbakar)
  • Orang yang sakit dzatul janbi (semacam penyakit paru-paru)
  • Wanita yang meninggal ketika nifas
  • Al Gharib, orang yang meninggal jauh di luar daerah tempatnya tinggal sehingga ia asing di sana

Dan yang lainnya semisal mereka, mendapatkan syahid di akhirat. Namun bukan syahid di dunia.

Inilah beberapa jenis mati syahid yang dijelaskan para ulama. Wallahu a’lam.

***

Sumber: http://ar.islamway.net/fatwa/31300

Penerjemah: Yulian Purnama

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/26616-beberapa-jenis-mati-syahid-di-jalan-allah.html

19 Tanda Mati Syahid Menurut Syekh Albani

SYEKH Albani rahimahullah telah mengumpulkan dalam kitabnya (Ahkamul Janaiz) tanda-tanda ini dari Alquran dan Sunah shahihah, beliau mendapatinya ada 19 tanda.

Inilah ke-19 tanda tersebut, ringkasannya:

Sesungguhnya Dzat Yang Mensyariatkan telah menjadikan beberapa tanda yang jelas untuk menunjukkan husnul khatimah Allah Taalaa telah menetapkannya dengan kurnia dan kenikmatanNya maka siapa saja yang meninggal dengan memiliki salah satu tandanya maka itu merupakan berita gembira:

Pertama: Mereka yang dapat mengucapkan syahadat menjelang kematian sebagaimana ditunjukkan dalam banyak hadis yang shahih di antaranya; Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: (barangsiapa yang ucapan terakhirnya Laa ilaaha illallah maka dia masuk surga) (hadis hasan).

Kedua: Kematian yang disertai dengan basahnya kening dengan keringat atau peluh berdasarkan hadis Buraidah bin Hushaib radhiallahu anhu:

“Dari Buraidah bin Khusaib radhiallahu anhu: (bahwa ketika dia berada di Khurasan sedang membesuk seorang sahabatnya yang sakit dia mendapatinya sudah meninggal tiba-tiba keningnya berkeringat maka dia berkata: Allahu Akbar, aku mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: (kematian seorang mukmin disertai keringat dikeningnya) (hadis sahih).

Ketiga: Mereka yang meninggal pada malam Jumat atau siangnya berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam (hadits dengan seluruh jalurnya hasan atau shahih).

“Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: (tidaklah seorang muslim yang meninggal pada hari Jumat atau malam Jumat melainkan Allah Melindunginya dari siksa kubur).”

Keempat: Meninggal dalam keadaan syahid di medan perang sebagaimana firman Allah Taalaa :

Artinya: (dan janganlah sekali-kali kamu mengira bahwa orang-orang yang terbunuh dijalan Allah mati, tetapi mereka hidup diberi rezeki disisi Tuhan mereka (169) Mereka bergembira dengan kurnia yang diberikan Allah kepada mereka, dan memberi khabar gembira kepada orang-orang yang belum mengikuti mereka dibelakang janganlah mereka takut dan sedih (170) Mereka memberi khabar gembira dengan kenikmatan dari Allah dan kurniaNya dan bahwa Allah tidak menyia-nyiakan balasan bagi orang-orang beriman) (QS Ali Imran :169-171).

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: (orang yang syahid mendapatkan enam perkara: diampuni dosanya sejak titisan darahnya yang pertama, diperlihatkan tempatnya dalam surga, dijauhkan dari siksa kubur, diberi keamanan dari goncangan yang dahsyat dihari kiamat, dipakaikan mahkota keimanan, dinikahkan dengan bidadari surga, diizinkan memberi syafaat bagi tujuh puluh anggota keluarganya) (hadis sahih).

Kelima: Mereka yang meninggal ketika berjuang dijalan Allah (bukan terbunuh) berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam:

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: “apa yang kalian nilai sebagai syahid diantara kalian?” Mereka berkata: “Ya Rasulullah siapa yang terbunuh dijalan Allah maka dia syahid.” Beliau berkata: “jadi sesungguhnya para syuhada umatku sedikit.” Mereka berkata: “lalu siapa mereka Ya Rasulullah?” Beliau berkata: “barang siapa yang terbunuh dijalan Allah syahid, barangsiapa yang mati dijalan Allah syahid, barangsiapa yang mati karena wabah taun syahid, barangsiapa yang mati karena penyakit perut syahid, dan orang yang tenggelam syahid.”

Keenam: Mati kerana satu wabah penyakit taun, berdasarkan beberapa hadits diantaranya:

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: (wabah thaun merupakan kesyahidan bagi setiap muslim). (hadis sahih)

Ketujuh: Mereka yang mati kerana penyakit dalam perut berdasarkan hadis di atas.

Kedelapan dan kesembilan: Mereka yang mati karena tenggelam dan terkena runtuhan berdasarkan sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam: “Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: (syuhada ada lima: yang mati kerana wabah taun, karena penyakit perut, yang tenggelam, yang terkena runtuhan dan yang syahid dijalan Allah) (hadis sahih).

Kesepuluh: Mereka yang matinya seorang wanita dalam nifasnya disebabkan melahirkan anaknya:

“Dari Ubadah bin Shamit radhiallahu anhu bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menjenguk Abdullah bin Rawahah dan berkata: beliau tidak berpindah dari tempat tidurnya lalu berkata: tahukah kamu siapa syuhada dari umatku? mereka berkata: terbunuhnya seorang muslim adalah syahid. Beliau berkata: (jadi sesungguhnya para syuhada umatku, terbunuhnya seorang muslim syahid, mati karena wabah taun syahid, wanita yang mati kerana janinnya syahid [ditarik oleh anaknya dengan tali arinya kesurga]) ( hadis sahih ).

Kesebelas dan kedua belas: Mereka yang mati kerana terbakar dan sakit bengkak panas yang menimpa selaput dada ditulang rusuk, ada beberapa hadis yang terkait yang paling masyhur:

“Dari Jabir bin Atik dengan sanad marfu : (syuhada ada tujuh selain terbunuh di jalan Allah: yang mati kerana wabah taun syahid, yang tenggelam syahid, yang mati kerana sakit bengkak yang panas pada selaput dada syahid, yang sakit perut syahid, yang mati terbakar syahid, yang mati terkena runtuhan syahid, dan wanita yang mati setelah melahirkan syahid) (hadis sahih).

Ketiga belas: Mereka yang mati karena sakit Tibi berdasarkan hadis: “Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: (terbunuh dijalan Allah syahid, wanita yang mati kerana melahirkan syahid, orang yang terbakar syahid, orang yang tenggelam syahid, dan yang mati karena sakit Tibi syahid, yang mati karena sakit perut syahid) (hadis hasan).

Keempat belas: Mereka yang mati kerana mempertahankan hartanya yang hendak dirampas. Dalam hal itu ada beberapa hadis di antaranya:

“Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: ( barang siapa yang terbunuh karena hartanya ( dalam riwayat: barang siapa yang hartanya diambil tidak dengan alasan yang benar lalu dia mempertahankannya dan terbunuh) maka dia syahid) (hadis sahih).

Kelima belas dan keenam belas: Mereka yang mati mempertahankan agama dan dirinya:

“Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: (barang siapa yang terbunuh kerana hartanya syahid, barang siapa yang terbunuh kerana keluarganya syahid, barang siapa yang terbunuh kerana agamanya syahid, barang siapa yang terbunuh kerana darahnya syahid) (hadis sahih).

Ketujuh belas: Mereka yang mati dalam keadaan ribath (berjaga di perbatasan) di jalan Allah. Ada dua hadis dalam hal itu salah satunya:

“Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: ( ribath sehari semalam lebih baik dari berpuasa dan qiyamul lail selama sebulan, dan jika mati maka akan dijalankan untuknya amalan yang biasa dikerjakannya, akan dijalankan rezekinya dan diamankan dari fitnah) (hadis sahih).

Kelapan belas: Mati ketika melakukan amal soleh berdasarkan hadist:

“Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: (barangsiapa yang mengucapkan: Laa ilaaha illallah mengharapkan wajah Allah lalu wafat setelah mengucapkannya maka dia masuk surga, barangsiapa berpuasa satu hari mengharapkan wajah Allah lalu wafat ketika mengerjakannya maka dia masuk surga, barangsiapa yang bersedekah dengan satu sedekah mengharapkan wajah Allah lalu wafat ketika mengerjakannya maka dia masuk surga) (hadis sahih).

Kesembilan belas: Mereka yang dibunuh oleh penguasa yang zalim kerana memberi nasihat kepadanya:

“Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: (penghulu para syuhada adalah Hamzah bin Abdul Muththalib dan seseorang yang mendatangi penguasa yang zalim lalu dia memerintahkan yang baik dan melarang dari yang mungkar lalu dia dibunuhnya).

Subhanallah wabihamdihi Subhanakallahumma Wabihamdika Asyhadu Allailaaha Illa Anta Astaghfiruka Waatuubu Ilaik . [lampuislam]

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2351488/19-tanda-mati-syahid-menurut-syekh-albani#sthash.SKoO4kLO.dpuf