Melawan Nafsu

Menjadi orang beriman dan selalu mengendalikan nafsu menjadi dambaan kita semua.

Oleh AUNUR ROFIQ

Ada ungkapan bahwa orang cerdas adalah yang menaklukkan nafsunya dan berbuat untuk kehidupan sesudah mati. Dan orang bodoh adalah yang memperturutkan nafsu pada hasrat sambil berharap kepada Allah SWT.

Dalam Kitab Tanbihul Ghafilin (Peringatan bagi Orang yang Lalai) karya Abu Laits As-Samarqandi, diceritakan kisah penciptaan akal (al-aql) dan nafsu (nafsun atau nufusun). Saat penciptaan keduanya, akal menyadari sebagai hamba ciptaan-Nya dan nafsu memiliki karakter yang degil, keras, dan membangkang kepada Allah SWT.

Ingatlah selalu saat akan melakukan suatu perbuatan, apakah perbuatan ini dikerjakan karena nafsu? Jika nafsu condong ke perbuatan maksiat dan syahwatnya begitu kuat, maka bersungguh-sungguhlah mengalihkan nafsu dari perbuatan tersebut. Jika nafsu yang berhasil mengalahkan serta membelenggu pikiran dan hati, maka sungguh-sungguhlah menarik diri dan beristighfar.

Ketika nafsu menang dan melakukan perbuatan maksiat, maka segeralah melakukan tobat dan jangan menunda-nunda tobatnya.

Ketika nafsu menang dan melakukan perbuatan maksiat, maka segeralah melakukan tobat dan jangan menunda-nunda tobatnya. Bertobat dengan menyesali kelalaian untuk menaati Allah SWT, bertekad tidak mengulangi perbuatan itu pada masa mendatang, dan menyingkirkan diri dari perbuatan maksiat.

Salah satu contoh langkah Amirul Mukminin Umar bin Khattab untuk introspeksi atas perbuatannya dan berharap perbuatan selanjutnya semakin baik. Beliau melakukan introspeksi malam demi malam.

Jika seseorang itu pemimpin dan berbuat zalim pada pagi dan siang hari, hendaknya segera meminta maaf pada orang yang dizalimi, jika itu memungkinkan. Dengan introspeksi ini, seseorang yang telah berbuat salah dan dilandasi nafsu, maka hal itu bisa dihindari.

Ada empat tingkat jihad melawan hawa nafsu –menurut Syekh Izzuddin bin Abdussalam.

Pertama, mempelajari agama. Buah dari mempelajari agama adalah seseorang menjadi beriman. Sesungguhnya iman kepada Allah SWT merupakan benteng untuk melawan segala sesuatu yang berbau haram dan kemaksiatan.

Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah seorang pezina berzina ketika dia dalam keadaan beriman.” (HR Bukhari dan Muslim).

Kedua, mengamalkan ilmu. Nafsu itu jika dilakukan pada tempat yang halal, maka pahala buahnya, dan juga sebaliknya. Untuk bisa mengetahui agar nafsu pada tempat halal adalah dengan ilmu.

Ketiga, mengajarkan orang yang tidak tahu. Memang bagi seorang hamba yang tidak banyak tahu akan sulit membedakan langkahnya apakah didorong oleh hawa nafsu atau tidak?

Keempat, menyeru untuk mengesakan Tuhan. Nafsu merupakan musuh terbesar, karena ia ada dalam diri dan selalu mendapatkan bisikan setan. Hal ini seperti diungkap dalam hadis.

Abu Malik Al Asyari meriwayatkan sabda Rasulullah SAW yang artinya, “Musuhmu yang paling berbahaya adalah hawa nafsu yang ada di antara lambungmu, anakmu yang keluar dari tulang rusukmu, istrimu yang kamu gauli, dan sesuatu yang kamu miliki.” (HR al-Baihaqi).

Mengendalikan hawa nafsu dapat kita lakukan, di antaranya dengan hal berikut.

Pertama, berpuasa. Dengan menjalankan puasa, wajib ataupun sunnah, maka seseorang juga berlatih untuk mengatur hawa nafsunya. Puasa akan membuat seseorang menjadi terlindungi dari kerusakan akibat nafsu syahwat.

Dalam firman Allah SWT pada surah al-Baqarah ayat 183, ”Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaima diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”

Kedua langkah ini cukup efektif untuk mengendalikan hawa nafsu, sehingga kita akan terhindar dari perbuatan maksiat.

Kedua, perbanyak istighfar. Dengan naiknya nafsu syahwat, maka setan akan semakin menggoda manusia untuk melampiaskan nafsu tersebut kepada hal-hal yang dilarang oleh Allah SWT. Salah satunya adalah berbuat zina.

Untuk itu, agar tidak mudah tergoda oleh godaan setan yang terkutuk, perbanyaklah membaca istighfar agar senantiasa ingat dengan-Nya. Dalam surah al-A’raf ayat 200 yang artinya, ”Dan jika setan datang menggodamu, maka berlindunglah kepada Allah. Sungguh, Dia Maha Mendengar, Maha Mengetahui.”

Kedua langkah ini cukup efektif untuk mengendalikan hawa nafsu, sehingga kita akan terhindar dari perbuatan maksiat. Setan selalu merongrong dan berkawan dengan nafsu. Saat setan putus asa menggoda orang yang tobat untuk melakukan maksiat nyata, maka ia akan menggodanya untuk melakukan maksiat yang samar yang tidak disadari.

Setan mempunyai sifat selalu berjuang mengajak agar ia mendapatkan kawan di neraka. Saat kita terlintas suatu kebaikan, jangan terburu-buru menyegerakan hingga tahu betul apakah hal itu termasuk perbuatan yang harus disegerakan atau diakhirkan atau ditengahkan oleh Allah SWT.

Jika hal itu mesti disegerakan, maka hendaknya perbuatan itu benar-benar ikhlas dan hanya mengharap Allah SWT.

Ingatlah bahwa setan mendorong sedemikian rupa agar nafsu mendapatkan kenikmatan dan syahwat dunia. Setan merupakan musuh manusia.

Adapun yang meringankan dari bisikan setan adalah dengan membandingkan kenikmatan dunia dan kenikmatan akhirat. Masalahnya, jika seseorang yang tidak beriman pastinya tidak akan bisa merasakan nikmat yang kekal di akhirat.

Bagi orang yang berakal tidak mengutamakan sesuatu yang rendah, sedikit, lagi fana di atas sesuatu yang melimpah lagi kekal. Oleh karena itu menjadi orang beriman dan selalu mengendalikan nafsu menjadi dambaan kita semua.

Semoga kita selalu dalam lindungan Allah SWT, sehingga bisa mengendalikan hawa nafsu dan lebih mengutamakan bekal akhirat daripada tergoda kenikmatan dunia.

REPUBLIKA