SAYA termotivasi betul untuk tak berhenti mengaji dan mengkaji al-Qur’an. Ilmu yang tersimpan di dalamnya bagai laut tak bertepi, luas dan dalam menyimpan khazanah yang terlalu berharga untuk diangkakan.
Tak hanya tentang bagaimana hubungan kita dengan Allah melainkan juga bagaimana hubungan kita dengan makhluk Allah. Pun tak hanya tentang alam kubur dan alam akhirat, melainkan pula tentang alam ruh, alam rahim dan alam dunia. Lengkap sekali, bukan?
Apakah setiap pembaca al-Qur’an menemukan kandungan al-Qur’an, mendulang nilai-nilainya dan merasakan kenikmatan yang disuguhkan al-Qur’an? Tentu saja tidak. Saya setuju dengan dawuh Imam Zarkasyi yang menyatakan, “Barangsiapa tidak memiliki ilmu, pemahaman, ketakwaan dan perenungan, maka dia tak akan menemukan seauatu berupa kelezatan (kenikmatan) al-Qur’an.”
Ternyata, untuk merasakan nikmatnya al-Qur’an dibutuhkan ilmu, baik ilmu yang berkaitan langsung dengannya yang disebut dengan ‘uluum al-Qur’an (ilmu-ilmu al-Qur’an) maupun ilmu pendukung seperti ilmu alam, sosial dan lainnya. Sudahkah kita memilikinya? Lebih dari itu, dibutuhkan pula pemahaman dan tadabbur atau perenungan. Sebagai petunjuk, jangan hanya dibaca melainkan juga direnungkan.
Tak kalah pentingnya adalah penataan hati saat mengaji dan megkaji al-Qur’an. Niatkan untuk meningkatkan ketakwaan, maksudkan untuk memupuk cinta kepada Allah, dan tujukan sebagai sebuah bentuk ketaatan. Dijamin akan semakin rekatlah kita degan al-Qur’an, semakin tak mampu diri kita menjauh darinya. Salam perenungan, AIM. [*]