Sudah Mampu Secara Harta, Berdosakah Menunda Haji?

SEBAGIAN ulama lain menyebutkan bahwa kewajiban melaksanakan ibadah haji boleh diakhirkan atau ditunda pelaksanaannya sampai waktu tertentu, meski sesungguhnya telah terpenuhi semua syarat wajib. Istilah lainnya yang juga sering dipakai untuk menyebutkan hal ini adalah al-wujubuala at-tarakhi.

Kalau segera dikerjakan hukumnya sunah dan lebih utama, sedangkan mengakhirkannya asalkan dengan azam (tekad kuat) untuk melaksanakan haji pada saat tertentu nanti, hukumnya boleh dan tidak berdosa. Dan bila sangat tidak yakin apakah nanti masih bisa berangkat haji, entah karena takut hartanya hilang atau takut nanti terlanjur sakit dan sebagainya, maka menundanya haram.

Di antara yang berpendapat demikian adalah Mazhab As-Syafi’iyah serta Imam Muhammad bin Al-Hasan. Dalil yang digunakan oleh pendapat ini bukan dalil sembarang dalil, namun sebuah dalil yang sulit untuk ditolak.

a. Semua Hadis di Atas Lemah

Meski hadis-hadis yang disodorkan para ulama pendukung kewajiban menyegerakan haji itu kelihatan sangat mengancam, namun jawaban para ulama yang mendukung mazhab ini tidak kalah kuatnya. Mereka bilang bahwa semua hadis di atas itu tidak ada satu pun yang sahih. Semua hadis itu bermasalah, sebagiannya ada yang lemah dan sebagian lagi malah hadis palsu.

Maka kita tidak perlu repot dengan dalil-dalil yang nilai derajat hadisnya masih bermasalah. Karena hadis lemah apalagi palsu, jelas tidak bisa dijadikan sandaran dalam berdalil.

b. Praktek Rasulullah & 124 ribu Sahabat

Sementara di sisi lain justru Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sendiri yang mencontohkan dan juga diikuti oleh 124 ribu sahabat untuk menunda pelaksanan ibadah haji. Sekadar untuk diketahui, ayat tentang kewajiban melaksanakan ibadah sudah turun sejak tahun keenam Hijriah. Sedangkan beliau bersama 124 ribu sahabat baru melakukannya di tahun kesepuluh Hijriah.

Mengerjakan ibadah haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Siapa mengingkari, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya dari semesta alam. (QS. Ali Imran: 97)

Itu berarti telah terjadi penundaan selama empat tahun, dan empat tahun itu bukan waktu yang pendek. Padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sejak peristiwa Fathu Mekkah di tahun kedelapan hijriyah sudah sangat mampu untuk melaksanakannya.

Seandainya orang yang menunda ibadah haji itu berdosa bahkan diancam akan mati menjadi Yahudi atau Nasrani, tentu Rasulullah dan 124 ribu sahabat beliau adalah orang yang paling berdosa dan harusnya mati menjadi Yahudi atau Nasrani. Sebab mereka itu menjadi panutan umat Islam sepanjang zaman.

Namun karena haji bukan ibadah yang sifat kewajibannya fauri (harus segera dikerjakan), maka beliau mencontohkan langsung bagaimana haji memang boleh ditunda pelaksanaannya, bahkan sampai empat tahun lamanya.

Wallahu a’lam bishshawab. [Ahmad Sarwat, Lc., MA]

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2322517/sudah-mampu-secara-harta-berdosakah-menunda-haji#sthash.IY9GInR2.dpuf

Menunda Haji, Diancam Mati Sebagai Yahudi/Nasrani?

BILA seseorang telah dapat memenuhi syarat kemampuan dalam arti dia punya uang untuk berangkat haji, tentu sangat diutamakan agar menyegerakan berangkat haji.

Namun muncul perbedaan pendapat di kalangan para ulama, apakah hukum menyegerakan berangkat haji, apakah wajib sehingga kalau tidak segera berangkat maka dia berdosa? Ataukah dibolehkan baginya untuk menunda keberangkatannya sampai tahun-tahun mendatang?

Para ulama berbeda pandangan tentang apakah sifat dari kewajiban itu harus segera dilaksanakan, ataukah boleh untuk ditunda.

1. Harus Segera

Jumhur ulama di antaranya Mazhab Al-Hanafiyah, Al-Malikiyah dan A-Hanabilah menegaskan bahwa ibadah haji langsung wajib dikerjakan begitu seseorang dianggap telah memenuhi syarat wajib, tidak boleh ditunda-tunda. Dalam istilah yang sering dipakai oleh para ulama, kewajiban yang sifatnya seperti ini disebut dengan al-wujubu ala al- fauri.

Menunda berangkat haji padahal sudah mampu termasuk dosa yang harus dihindari menurut pendapat mereka. Dan bila pada akhirnya dilaksanakan, maka hukumnya menjadi haji qadha’, namun dosanya menjadi terangkat.

Ada banyak dalil yang dikemukakan oleh mereka yang mewajibkan, antara lain:

a. Diancam Mati Sebagai Yahudi atau Nasrani

Orang yang punya harta dan mampu pergi haji, kalau dia menunda-nunda keberangkatannya, maka diancam kalau mati bisa mati sebagai Yahudi atau Nasrani. Hal itu didasarkan pada hadis berikut ini:

“Orang yang punya bekal dan kendaraan yang bisa membawanya melaksanakan ibadah haji ke Baitullah tapi dia tidak melaksanakannya, maka jangan menyesal kalau mati dalam keadaan yahudi atau nasrani.” (HR. Tirmizy)

b. Berhajilah Sebelum Tidak Bisa Haji

Ada sebuah hadis yang dijadikan dasar oleh banyak ulama tentang kewajiban untuk menyegerakan ibadah haji begitu seseorang sudah mampu, dalam arti sudah memiliki harta yang cukup, yaitu:

“Laksanakan ibadah haji sebelum kamu tidak bisa haji.” (HR. Al-Hakim dan Al-Baihaqi)

Keadaan tidak bisa haji bisa saja dengan sakit, kematian atau tidak ada keamanan dalam perjalanan haji. Maka mumpung ada jalan, diwajibkan segera mengerjakannya.

c. Tidak Tahu Apa Yang Akan Terjadi

Seorang yang sudah mampu dan punya kesempatan, wajib segera mengerjakan ibadah haji. Alasannya karena kita tidak pernah tahu apa yang terjadi kemudian, sebagaimana bunyi hadis berikut ini:

“Bersegeralah kamu mengerjakan haji yang fardu, karena kamu tidak tahu apa yang akan terjadi.” (HR. Ahmad)

Banyak orang yang kurang pandai memelihara kekayaan. Kecenderungan banyak orang akan segera menghabiskan hartanya, kalau tidak segera dipakai untuk sesuatu yang berarti. Ada orang yang kalau punya harta di tangannya, terasa amat panas, jadi rasanya ingin segera membelanjakan. Dan kalau tidak segera berangkat haji, hartanya cepat menguap entah kemana.

Selain itu menurut pendapat ini, menunda pekerjaan yang memang sudah sanggup dilakukan adalah perbuatan terlarang, sebab khawatir nanti malah tidak mampu dikerjakan.

Namun sebagian ulama lain menyebutkan bahwa kewajiban melaksanakan ibadah haji boleh diakhirkan atau ditunda pelaksanaannya sampai waktu tertentu, meski sesungguhnya telah terpenuhi semua syarat wajib. Istilah lainnya yang juga sering dipakai untuk menyebutkan hal ini adalah al-wujubuala at-tarakhi.

 

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2322516/menunda-haji-diancam-mati-sebagai-yahudinasrani#sthash.ShuRiROF.dpuf