Andai Al-Fatih Silau Harta, Konstantinopel Mungkin tak Tertaklukan

Imbalan harta yang ditawarkan Kaisar Byzantium kepada Muhammad Al-Fatih tak membuatnya silau. Andai sultan ketujuh Dinasti Ustmani itu menerima tawaran harta, mungkin Konstantinopel akan lebih lama tertaklukan.

Sebelum Kontantinopel jatuh ke tangan Islam, Kekaisaran Byzantium sempat melakukan negosiasi-negosiasi dengan Sultan Mehmet II, nama lain Al-Fatih. Namun, negosiasi tersebut ditolak Al-Fatih yang memilih tetap mengepung Konstantinopel.

Dikutip dari buku Muhammad Al-Fatih: Penakluk Konstantinopel karya Syaikh Ramzi Al-Munyawi, negosiasi tersebut dilakukan Kaisar Byzantium untuk menarik mundur pasukan Turki Utsmani dengan imbalan harta. Namun, Al-Fatih menolak tawaran tersebut.

Sultan ingin agar Konstantinopel diserahkan saja kepadanya, dan dengan begitu ia berjanji tidak akan mengganggu penduduk dan gereja-gerejanya. Keinginan Sultan itu ditulis dalam bentuk surat-surat. Adapun isi kandungan surat yang dikirimkan Sultan adalah:

“Maka hendaklah kekaisaran Anda menyerahkan kota Konstantinopel kepadaku, dan saya bersumpah pasukan saya tidak akan mengganggu seorang pun (dari penduduk kota), baik jiwa, harta dan kehormatannya. Dan siapa yang mau tetap tinggal dan hidup di kota tersebut, maka ia akan aman dan selamat. Dan siapa yang ingin meninggalkannya ke mana saja ia mau, maka ia juga akan aman dan selamat”.

Keinginan Sultan Mehmet itu pun tidak dipenuhi oleh Kaisar, hingga akhirnya perang terus berkecamuk diantara kedua belah pihak. Selama berhari-hari perang, pasukan Islam yang dipimpin Sultan Mehmet yakin bahwa Konstantinopel tidak lama lagi akan jatuh. Meski demikian, ia tetap berusaha untuk memasuki kota itu dengan cara damai.

Maka ia kembali menulis surat kepada kaisar untuk memintanya menyerahkan kota itu tanpa pertempuran darah lagi. Sultan juga menawarkan jaminan keamanan bagi kaisar dan keluarganya serta para pendukungnya dan semua penduduk yang ingin keluar dari kota itupun akan dijaga dan tidak akan mendapatakan perlakuan buruk sedikitpun.

Ketika surat sampai ke tangan kaisar, ia segera mengumpulkan para penasehatnya untuk merundingkan surat yang diterima dari Sultan. Sebagian dari mereka cenderung menyerah, sementara yang lain bersikeras untuik melanjutkan upaya perlawanan melindungi kota itu hingga mati.

Ternyata kaisar cenderung untuk terus berperang hingga detik terakhir. Kaisar pun membalas surat Sultan dengan menyatakan: Ia bersyukur kepada Tuhan jika Sultan menawarkan perdamaian dan bahwa ia bersedia membayar jizyah (pajak non-Muslim) kepadanya. Namun untuk Konstantinopel, ia telah bersumpah untuk melindunginya hingga napas terakhir dalam hidupnya. Jika tidak berhasil menjaga singgasananya, maka ia akan dikuburkan di bawah pagar-pagar benteng Konstantinopel.

Setelah membaca balasan kaisar, pada Ahad, 18 Jumadil Ula, Sultan Mehmed mengarahkan pasukannya untuk meningkatkan kekhusyu’annya, mensucikan diri dan mendekatkan diri kepada Allah Swt dengan melakukan shalat, ibadah lain secara umum, merendahkan diri dan berdo’a dihadapan-Nya. Dengan begitu ia berharap, kemenangan besar yang akan diraih akan menambah kemuliaan dan keagungan Islam.

 

REPUBLIKA

29 Mei, Mengenang Jatuhnya Konstantinopel ke Tangan Umat Islam

Menjelang waktu Ashar pada Selasa, 29 Mei 1453, Konstantinopel berhasil dibebaskan. Takluknya ibu kota Romawi tersebut di tangan pasukan Muhammad Al Fatih menjadi pembuktian bisyarah (kabar gembira) Rasulullah saw delapan abad sebelumnya.

Di sela-sela persiapan perang Khandaq, Rasulullah ditanya salah seorang sahabat. “Ya Rasul, mana yang lebih dahulu jatuh ke tangan kaum Muslimin, Konstantinopel atau Romawi?” Nabi menjawab, “Kota Heraklius (Konstantinopel).” (Hadits riwayat Ahmad, Ad-Darimi, Al-Hakim). Dan hampir 800 tahun kemudian bisyarah Rasulullah terbukti.

Dengan kekuatan tak kurang 100 ribu pasukan, pasukan kekalifahan Utsmani di bawah komando Mehmed II, panggilan Muhammad Al-Fatih, menaklukkan jantung peradaban Kristen terbesar saat itu. Mirip Tembok Besar di Cina, kota Konstantinopel dinaungi benteng yang terbentang sejauh total 20 kilometer guna menghindari serangan musuh. Serangan pasukan Al-Fatih sudah dimulai sejak 6 April atau lebih dari sebulan sebelumnya tanpa hasil memuaskan.

Tak mudah menundukkan Konstantinopel. Upaya penaklukan bahkan sudah dilakukan sejak tahun 44 Hijriah pada era Muawiyah bin Abu Sofian.

Pasukan artileri Al-Fatih gagal menusuk dari sayap barat lantaran dihadang dua lapis benteng kukuh setinggi 10 meter. Mencoba mendobrak dari selatan Laut Marmara, pasukan laut Al-Fatih terganjal militansi tentara laut Genoa pimpinan Giustiniani. Sadarlah Al-Fatih, titik lemah Konstantinopel adalah sisi timur yakni selat sempit Golden Horn (tanduk emas).

Selat ini dibentang rantai besar, memusykilkan armada kecil sekali pun untuk melewatinya. Tapi Al-Fatih saat itu usianya 21 tahun tak kehabisan akal.

Ia membawa kapal-kapalnya dari laut ke darat, demi menghindari rantai besar. Sebanyak 70 kapal digotong ramai-ramai ke sisi selat dalam waktu singkat pada malam hari. Inilah awal dari kejatuhan Konstantinopel yang fenomenal.

Jatuhnya Konstantinopel menjadi pintu gerbang bagi kekalifahan Utsmani untuk melebarkan sayap kekuasaanya ke Mediterania Timur hingga ke semenanjung Balkan. Peristiwa ini kelak menjadi titik krusial bagi stabilitas politik Utsmani sebagai kekuatan adikuasa kala itu, jika bukan satu-satunya di dunia. Tanggal 29 Mei 1453 juga ditandai sebagai era berakhirnya Abad Pertengahan.

Nama Konstantinopel kemudian diubah menjadi Istanbul yang berarti kota Islam. Istanbul, kerap dilafalkan Istambul, kemudian sebagai ibu kota kekalifahan Utsmani hingga kejatuhannya pada 1923. Kota pelabuhan laut ini menjadi pusat perdagangan utama Turki moderen saat ini.

Secara geografis, wilayah Istanbul ‘terbelah’ dua dan masing-masing terletak di Asia dan Eropa. Berpenduduk hingga 16 juta jiwa, Istanbul adalah salah satu kota terpadat di Eropa.

 

Kisah Ahli Tahajud: Kisah Pedang Malam Al Fatih (Sang Pembuka)

Dalam sejarah, Islam pernah menaklukkan benua Eropa. Siapa sangka salah satu dari Panglima Perang saat itu adalah seorang pemuda yang sangat saleh, berusia 21 tahun, yang bernama Sultan Muhammad Al Fatih (30 Maret 14323 Mei 1481). Ia merupakan seorang sultan Turki Utsmani yang menaklukkanKekaisaran Romawi Timur. Mempunyai kepakaran dalam bidang ketentaraan, sains, matematika & menguasai 6 bahasa saat berumur 21 tahun.

Seorang pemimpin yang hebat, pilih tanding, dan tawadhu’ setelah Sultan Salahuddin Al-Ayyubi(pahlawan Islam dalam perang Salib) dan Sultan Saifuddin Mahmud Al-Qutuz (pahlawan Islam dalam peperangan di ‘Ain Al-Jalut melawan tentara Mongol).

 

 

Kejayaannya dalam menaklukkan Konstantinopel menyebabkan banyak kawan dan lawan kagum dengan kepimpinannya serta taktik & strategi peperangannya yang dikatakan mendahului pada zamannya dan juga kaedah pemilihan tenteranya. Ia jugalah yang mengganti nama Konstantinopel menjadi Islambul (Islam keseluruhannya) . Kini nama tersebut telah diganti oleh Mustafa Kemal Ataturk menjadi Istanbul. Untuk memperingati jasanya, Masjid Al Fatih telah dibangun di sebelah makamnya.

 

Diceritakan bahwa tentara Sultan Muhammad Al Fatih tidak pernah meninggalkan solat wajib sejak baligh & separuh dari mereka tidak pernah meninggalkan solat tahajjud sejak baligh. Hanya Sulthan Muhammad Al Fatih saja yang tidak pernah meninggalkan solat wajib, tahajud & rawatib sejak baligh hingga saat kematiannya.

 

Kejayaan dan kesuksesan hidup ia telah raih di usia yang begitu muda. Ia-pun dikenang jutaan manusia sepanjang abad. Harum nama Sultan Al Fatih diperoleh berkat keshalehan, keberanian dan kemuliaan akhlaknya. Sebagai jenderal beliau memimpin laskar islam menaklukkan benteng terkuat imperium Byzantium , Konstantinopel. Kota ini diubahnya menjadi kota Istambul. Dari sini beliau menebarkan kasih sayang islam di bumi eropa.

Apa rahasia dibalik semua kesuksesan beliau? Ternyata rahasianya beliau sangat kuat shalat malamnya yaitu tahajud.Bukankah Rasulullah saw  SAW menegakkan shalat tahajud sepanjang malam dan setiap hari? Bukankah beliau Rasulullah saw  SAW shalat tahajud merupakan kewajiban yang tak bisa beliau tinggalkan dalam setiap perjuanganya.

Jika anda bertanya, apakah benar Muhammad Al Fatih sudah melakukan tindakan besar yang megubah sejarah peradaban dunia? Ya, dalam sejarah, hal ini tidak aneh. Bukankah sahabat Rasulullah saw  SAW bernama Usamah juga menjadi panglima perang dalam usia 18 tahun. Sementara yang menjadi prajuritnya adalah Umar bin Khatab sahabat Rasulullah saw  SAW yang waktu itu sudah tua. Ini menunjukkan betapa kualitas keimanan dan kekuatan ruhani Usamah menjadi salah satu ukuran yang dipertimbangkan Rasulullah saw  SAW ketika menetapkan Usamah memimpin ekspedisi militer menghadapi kekuatan super power Romawi?

Namun Sang Pedang Malam, orang asia bernama Muhammad Al Fatih merontokkan super power Romawi pada 1453, agak unik. Beliau ahli shalat malam (tahajud), ahli qiyamul lail. Beliau selau kontak dengan energi terbesar di alam semesta ini, Allah SWT. Beliau selalu taqarrub, mendekatkan diri kepada Allah SWT, Pemilik dan Penguasa Tunggal Alam semesta.

Sejak kecil  Sultan Muhammad Al Fatih dididik oleh seorang wali. Beliau tumbuh menjadi remaja yang memiliki kepribadian unggul. Beliau jadi Sultan, dalam usia 19 tahun menggantikan sang ayah.

Bagaimana sifat Sultan Muhammad Al Fatih sehingga beliau mampu memetik keberhasilan dalam hidupnya dengan sangat efektif, merebut benteng Konstantinopel yang kokoh itu. “sifatnya tenang, berani, sabar menanggung penderitaan, tegas dalam membuat keputusan dan mempunyai kemampuan mengawasi diri (self control) yang luar biasa. Kemampuanya dalam memimpin dan mengatur pemerintahan sangat menonjol.”

Sultan Muhammad Al Fatih sangat tegas terhadap musuh. Namun, lembut qolbunya bagai selembar sutra dalam menghadapi rakyat yang dipimpinnya. Kebiasaan Sultan Muhammad Al Fatih, unik. Beliau selalu berkeliling di malam hari, memeriksa kondisi teman dan rakyatnya. Sengaja beliau berkeliling untuk memastikan agar rakyat dan kawan-kawanya menegakkan shalat malam dan qiyamullail.

Qiyamul lail, shalat tahajud, inilah senjata utama Muhammad Al Fatih dalam mengarungi kehidupan di dunia yang fana ini. Inilah Pedang Malam, yang selalu diasahnya dengan tulus ikhlas dan khusuk, ditegakkan setiap malam. Dengan pedang malam ini timbul energi yang luar biasa dari pasukan Muhammad Al Fatih. Sjarah mencatat Muhammad Al Fatih yang baru berusia 21 tahun berhasil menggapai sukses besar, menerobos benteng Konstantinopel, setelah dikepung beberapa bulan maka takluklah Konstantinopel.

Suatu hari timbul soal ketika pasukan islam hendak melaksanakan shalat jum’at yang pertama kali di kota itu.

 

“Siapakah yang layak menjadi imam shalat jum’at?” tak ada jawaban. Tak ada yang berani yang menawarkan diri ! lalu Muhammad Al Fatih tegak berdiri. Beliau meminta kepada seluruh rakyatnya untuk bangun berdiri.

 

Kemudian beliau bertanya. “ Siapakah diantara kalian yang sejak remaja, sejak akhil baligh hingga hari ini pernah meninggalkan meninggalkan shalat wajin lima waktu, silakan duduk!!” Subhanalloh……!!! Maha suci Allah ! tak seorangpun pasukan islam yang duduk. Semua tegak berdiri. Apa artinya? Itu berarti, tentara islam pimpinan Muhammad Al Fatih sejak masa remaja mereka hingga hari ini, tak seorangpun yang meninggalkan shalat fardhu. Tak sekalipun mereka melalaikan shalat fardhu. Luar biasa…..!!!!! !

Lalu Muhammad Al Fatih kembali bertanya: “ Siapa diantara kalian yang sejak baligh dahulu hingga hari ini pernah meninggalkan shalat sunah rawatib? Kalau ada yang pernah meninggalkan shalat sunah sekali saja silakan duduk!!!”. Sebagian lainya segera duduk. Artinya, pasuka islam sejak remaja mereka ada yang teguh hati, tidak pernah meninggalkan shalat sunah setelah maghrib, dua roka’at sebelu shubuh dan shalat rowatib lainaya. Namun ada yang pernah meninggalkanya. Betapa kualitas karakter dan keimanan mereka sebagai muslim sungguh bernilai tinggi, sungguh jujur, pasukan islam Al Fatih.

Dengan mengedarkan matanya ke seluruh rakyat dan pasukanya Muammad Al Fatih kembali berseru lalu bertanya: “Siapa diantara kalian yang sejak masa akhil baligh sampai hari ini pernah meninggalkan shalat tahajud di kesunyian malam? Yang pernah meninggalkan atau kosong satu malam saja, silakan duduk!!”

 

Apa yang terjadi…???? Terlukislah pemandangan yang menakjubkan sejarawan barat dan timur. Semua yang hadir dengan cepat duduk!!” Hanya ada seorang saja yang tetap tegak berdiri. Siapakah dia??? dialah, Sultan Muhammad Al Fatih, sang penakluk benteng super power Byzantium Konstantinopel. Beliaulah yang pantas menjadi imam shalat jumat hari itu. Karena hanya Al Fatih seorang yang sejak remaja selalu mengisi butir-butir malam sunyinya dengan bersujud kepada Allah SWT, tidak pernah kosong/absen semalampun.

 

Dalam sejarah ditulis, bahwa pasukan Sultan Muhammad Al-Fatih tiba di kota Konstantinopel pada hari Kamis 26 Rabiul Awal 857 H atau 6 April 1453 M. Di hadapan tentaranya, Sulthan Al-Fatih lebih dahulu berkhutbah mengingatkan tentang kelebihan jihad, kepentingan memuliakan niat dan harapan kemenangan di hadapan AllahSubhana Wa Ta’ala. Dia juga membacakan ayat-ayat Al-Qur’an mengenainya serta hadis Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tentang pembukaan kota Konstantinopel. Ini semua memberikan semangat yang tinggi pada bala tentera dan lantas mereka menyambutnya dengan zikir, pujian dan doa kepada Allah Subhana Wa Ta’ala.

 

Sultan Muhammad Al-Fatih pun melancarkan serangan besar-besaran ke benteng Bizantium di sana. Takbir “Allahu Akbar, Allahu Akbar!” terus membahana di angkasa Konstantinopel seakan-akan meruntuhkan langit kota itu. Pada 27 Mei 1453, Sultan Muhammad Al-Fatih bersama tentaranya berusaha keras membersihkan diri di hadapan Allah Subhana Wa Ta’ala. Mereka memperbanyak shalat, doa, dan dzikir. Hingga tepat jam 1 pagi hari Selasa 20 Jumadil Awal 857 Hatau bertepatan dengan tanggal 29 Mei 1453 M, serangan utama dilancarkan. Para mujahidin diperintahkan supaya meninggikan suara takbir kalimah tauhid sambil menyerang kota. Tentara Utsmaniyyah akhirnya berhasil menembus kota Konstantinopel melalui Pintu Edirne dan mereka mengibarkan bendera Daulah Utsmaniyyah di puncak kota. Kesungguhan dan semangat juang yang tinggi di kalangan tentara Al-Fatih, akhirnya berjaya mengantarkan cita-cita mereka.

 


Sejak abad kedelapan sahabat Rasulullah saw  berusaha merebut benteng ini. Salah satunya Abu Ayyub Al Anshari namun gagal. Baru setelah enam abad kemudian benteng itu berhasil direbut dibawah pimpinan Muhammad Al Fatih.Karena jasanya inilah beliau diberi gelar Al Fatih (sang pembuka) yaitu membuka kota Byzantium yang dulunya adalah Konstantinopel. Beliau adalah seorang pemberani, ahli strategi militer, juga istiqomah dalam shalat tahajudnya.

Itulah sebuah kisah sejarah yang sungguh indah dalam bungkai ketakwaan kepada Allah SWT. Kisah Pedang Malam yang merupakan rahasia sukses dari seorang pribadi penggubah sejarah, bernama Muhammad Al Fatih, orang asia asal Turki, yang baru berusia 21 tahun. Shalat Tahajud merupakan modal yang sangat penting untuk membangun kekuatan ruhiyah dalam kesuksesan Al Fatih dikemudian hari. Sehingga islam jaya, berpendar-pendar cahayanya selama 500 tahun di bumi eropa sejak abad ke-15. Semuanya berasal dari Pedang Malam Al Fatih yang amat begitu luar biasa.

 

Keberadaan Muhammad Al-Fatih telah diprediksi oleh Rasulullah SAW dalam sabdanya: “Kota Konstantinopel akan jatuh ke tangan Islam. Pemimpin yang menaklukkannya adalah sebaik-baik pemimpin dan pasukan yang berada di bawah komandonya adalah sebaik-baik pasukan.[H.R. Ahmad bin Hanbal Al-Musnad 4/335].

 

Dalam hadist lain diriwayatkan, :”Aku mendengar baginda Rasulullah S.A.W mengatakan seorang lelaki soleh akan dikuburkan di bawah tembok tersebut & aku juga ingin mendengar derapan tapak kaki kuda yang membawa sebaik-baik raja yang mana dia akan memimpin sebaik-baik tentara seperti yang telah diisyaratkan oleh baginda(Abu Ayyub al-Anshari)

 

Maasyaa Allah, Luar biasa……Sultan Muhammad Al Fatih (Sang Pembuka)……!!!!

 

Ya Allah, aku bermohon pada-Mu agar Engkau jadikan kami dan sahabat kami semua yang membaca artikel ini semua, menjadi ahli Tahajjud, ahli Qiyamul lail, seperti halnya Rasulullah dan Keluarganya, sahabatnya dan seperti Si Pedang Malam, Sultan Muhammad Al Fatih. Amiin

 

sumber: Daarul Muwahhid

Muhammad Al-Fatih Sang Ghazi dan Vlad III Dracula Sang Pemancang

Apa yang muncul di benak kita saat mendengar nama “Dracula”? apakah gambar yang muncul adalah vampir? orang bertaring? kastil abad pertengahan? atau kesemuanya?. Kebanyakan orang mengenal Dracula dari novel besutan Bram Stoker, namun jarang sekali yang mengetahui bahwa Dracula itu memang ada nyatanya dan Bram Stoler terinspirasi dari kekejaman tokoh aslinya.

Tidak hanya nyata, sampai sekarang Dracula masih jadi pahlawan rakyat Rumania, dan masih ada hubungannya dengan sejarah Islam. Lebih jelas lagi, Dracula atau Vlad Dracul III ini adalah salah satu lawan perang yang berpengaruh dari Sultan Muhammad II Al-Fatih sang penakluk Konstantinopel.

“Dracul-ae” itu sebutan bahasa Rumania untuk bangsawan Ordo Naga (Rumania; Draco = Naga), dan akhiran “-ae” bermakna “putranya dari”. Adapun “Ordo Naga” ini sendiri adalah salah satu kelompok ksatria yang disiapkan oleh Sigismund sang Raja Suci Romawi sebagai ksatria khusus dalam perang salib

Nama Dracula sendiri merujuk pada Vlad III “Tepes”, anak dari Vlad II voivode (gubernur) Wallachia, Rumania. Pada masa Vlad II ayahnya, Wallachia dikuasai oleh Kesultanan Utsmani, dan sebagai jaminan kesetiaan, Vlad III (Dracula) kemudian disekolahkan di Kesultanan Utsmani

Dracula/Vlad III lalu dididik di kesatuan Yeniseri bersama adiknya Radu cel Frumos, dan mereka belajar di kesatuan militer terbaik di masanya. Usia Dracula waktu itu masih belia, 13 tahun saja, hanya selisih satu tahun dari Muhammad Al-Fatih yang berusia 12 tahun. Namun walau masih belia, Dracula sudah disumpah dalam Ordo Naga yang dibentuk untuk memerangi kaum Muslim, dan itulah yang jadi niatnya. Karenanya dia sangat membenci Muhammad Al-Fatih dan Islam, walau adiknya Radu cel Frumos menjadi Muslim dan kepercayaan Al-Fatih pada gilirannya

Saat ayahnya Dracula, Vlad II dibunuh dan dikudeta pada 1447 oleh John Hunyad dari Hungaria, Kesultanan Utsmani lalu membantu membebaskan Wallachia dari cengkeraman John Hunyad. Selepas itu Sultan Murad II, ayah Muhammad Al-Fatih, lalu meminta pada Dracula untuk menggantikan ayahnya memimpin di Wallachia

Diluar dugaan, inilah kesempatan yang ditunggu-tunggu Dracula, yang sedari awal pun membenci ayahnya karena mau tunduk pada Muslim. Berbekal bahasa Arab, Turki dan pengetahuan militer di Yeniseri, Dracula menyamar menjadi bagian dari kaum Muslim di setiap benteng-benteng kaum Muslim dan menghabisi benteng-benteng Islam di Rumania dari dalam

Baru pasca penaklukkan Konstantinopel di 1453, Sultan Muhammad Al-Fatih baru sempat menghadapi Dracula secara khusus. Pada 1462 Muhamad Al-Fatih memerintahkan Hamzah Bey membawa 1.000 pasukan untuk menangkap Dracula, dan nasib 1.000 pasukan ini berakhir tragis.

Dracula menggunakan kemampuan infiltrasinya dengan apa yang dia pelajari di Yeniseri, dia benar-benar memahami taktik dan strategi berperang ummat Muslim, lalu dengan gerakan-gerakan yang efektif, Dracula kemudian mengalahkan dan membantai 1.000 pasukan Muslim itu. Dracula menyula (menusuk dengan kayu dari anus hingga tembus ke kerongkongan) 1.000 pasukan ini, hingga jadi hutan mayat manusia. Hamza Bey, komandan pasukan ini, ditempatkan ditengah hutan mayat dan ditaruh di kayu paling tinggi sebagai simbol

Sejak itu Vlad III Dracul mendapat gelar “Tepes” atau “The Impaler” – “Sang Penyula”, kekejamannya dikenal dan diakui dunia

 

Mendapati hal ini, Sultan Muhammad Al-Fatih lalu menugaskan Radu Cel Frumos, adik dari Vlad III Dracula untuk memimpin 90.000 pasukan guna menghentikan Dracula. Perlu serigala untuk hentikan serigala, Al-Fatih paham bahwa Radu orang yang tepat karena dataran Rumania hanya bisa dipahami orang aslinya

 

Berbeda dengan kakaknya Vlad III Dracula, adiknya Radu Cel Frumos (The Handsome) ini memeluk Islam dan menjadi Muslim serta pemimpin pasukan khusus Yeniseri. Radu memimpin 90.000 menerobos hutan dan tanah berbukit Rumania untuk menyerang kakaknya Dracula yang bertahan di benteng ‘Poenari’ miliknya

 

Pertempuran ini sangat tidak mudah, mengingat Cetatea Poenari (Benteng Poenari), sangat terjal tanahnya dan sulit ditembus. Akhirnya serangan Radu pada 1462 puncaknya di Benteng Poenari terjadi malam hari yang dikenal “Atacul de Noapte” – “The Night Attack”

Radu cel Frumos menggantikan Dracula jadi pemimpin Wallachia setelah mengalahkannya. Dracula yang kalah dalam peperangan menyelamatkan diri dan lari meminta perlindungan pada John Hunyadi Raja Hungaria. Dracula menghabiskan sisa hidupnya dibawah pembunuh ayahnya, John Hunyad yang juga musuh Al-Fatih lainnya, sebelum akhirnya Dracula meninggal pada 1478 ditebas pedang pasukan Utsmani juga.

Namun warisan Dracula tetap kekal bagi dunia, kekejaman tiada banding yang dia contohkan, dan kebiadaban tanpa batas. Sampai saat ini Rumania mengakuinya sebagai pahlawan negara dalam perang salib, dan patung-patungnya bertebaran di Rumania. Bagi kaum Muslim, Dracula adalah simbol kekejaman musuh kemanusiaan, penusuk manusia, dan penghisap darah. Namun saat ini konsep Dracula, Vampir, dibuat dan dibungkus dengan bagus hingga memikat ummat Muslim dan melupakan wajah aslinya

Sedangkan Muhammad Al-Fatih, selepas memadamkan pergerakan Dracula lalu menghadapi John Hunyad, dan George Skanderberg, lawan lainnya. Kisah Muhammad Al-Fatih disamping kisah pembebasan Konstantinopel 1453 ini yang kami hadirkan dalam serial “The Chronicles Of GHAZI”

Saya dan penulis lainnya Sayf Muhammad Isa membesut novel sejarah untuk menghadirkan karakter ksatria yang dulu dimiliki punggawa perang dalam Islam, khususnya Sultan Muhammad Al-Fatih dan para ksatria Allah “Ghazi”, para mujahid Turki Utsmani yang berada di garda terdepan di masanya

Seri The Chronicles Of GHAZI ini akan dirampungkan dalam 3 buku, dan buku pertama sudah bisa didapat di toko-toko buku seluruh indonesia. Karena pembentukan karakter bisa didapat dengan sejarah, dan cara penyampaian yang mudah dengan Novel

Buku “The Chronicles Of GHAZI” dan buku-buku saya lainnya sudah bisa didapatkan di toko-toko buku di seluruh Indonesia
atau bisa juga lewat pemesanan online ke www.alfatihbookstore.com atau di FB pages /alfatihbookstore dan akun twitter @alfatihcenter

akhukum,
Felix Siauw

Muhammad Al-Fatih, Penakluk Konstatinopel

Muhammad al-Fatih adalah salah seorang raja atau sultan Kerajaan Utsmani yang paling terkenal. Ia merupakan sultan ketujuh dalam sejarah Bani Utsmaniah. Al-Fatih adalah gelar yang senantiasa melekat pada namanya karena dialah yang mengakhiri atau menaklukkan Kerajaan Romawi Timur yang telah berkuasa selama 11 abad.

Sultan Muhammad al-Fatih memerintah selama 30 tahun. Selain menaklukkan Binzantium, ia juga berhasil menaklukkan wilayah-wilayah di Asia, menyatukan kerajaan-kerajaan Anatolia dan wilayah-wilayah Eropa, dan termasuk jasanya yang paling penting adalah berhasil mengadaptasi menajemen Kerajaan Bizantium yang telah matang ke dalam Kerajaan Utsmani.

Karakter Pemimpin Yang Ditanamkan Sejak Kecil

Muhammad al-Fatih dilahirkan pada 27 Rajab 835 H/30 Maret 1432 M di Kota Erdine, ibu kota Daulah Utsmaniyah saat itu. Ia adalah putra dari Sultan Murad II yang merupakan raja keenam Daulah Utsmaniyah.

Sultan Murad II memiliki perhatian yang besar terhadap pendidikan anaknya. Ia menempa buah hatinya agar kelak menjadi seorang pemimpin yang baik dan tangguh. Perhatian tersebut terlihat dari Muhammad kecil yang telah menyelesaikan hafalan Alquran 30 juz, mempelajari hadis-hadis, memahami ilmu fikih, belajar matematika, ilmu falak, dan strategi perang. Selain itu, Muhammad juga mempelajari berbagai bahasa, seperti: bahasa Arab, Persia, Latin, dan Yunani. Tidak heran, pada usia 21 tahun Muhammad sangat lancar berbahasa Arab, Turki, Persia, Ibrani, Latin, dan Yunani, luar biasa!

Walaupun usianya baru seumur jagung, sang ayah, Sultan Murad II, mengamanati Sultan Muhammad memimpin suatu daerah dengan bimbingan para ulama. Hal itu dilakukan sang ayah agar anaknya cepat menyadari bahwa dia memiliki tanggung jawab yang besar di kemudian hari. Bimbingan para ulama diharapkan menjadi kompas yang mengarahkan pemikiran anaknya agar sejalan dengan pemahaman Islam yang benar.

Menjadi Penguasa Utsmani

Sultan Muhammad II diangkat menjadi Khalifah Utsmaniyah pada tanggal 5 Muharam 855 H bersamaan dengan 7 Febuari 1451 M. Program besar yang langsung ia canangkan ketika menjabat sebagai khalifah adalah menaklukkan Konstantinopel.

Langkah pertama yang Sultan Muhammad lakukan untuk mewujudkan cita-citanya adalah melakukan kebijakan militer dan politik luar negeri yang strategis. Ia memperbarui perjanjian dan kesepakatan yang telah terjalin dengan negara-negara tetangga dan sekutu-sekutu militernya. Pengaturan ulang perjanjian tersebut bertujuan menghilangkan pengaruh Kerajaan Bizantium Romawi di wilayah-wilayah tetangga Utsmaniah baik secara politis maupun militer.

Menaklukkan Bizantium

Sultan Muhammad II juga menyiapkan lebih dari 4 juta prajurit yang akan mengepung Konstantinopel dari darat. Pada saat mengepung benteng Bizantium banyak pasukan Utsmani yang gugur karena kuatnya pertahanan benteng tersebut. Pengepungan yang berlangsung tidak kurang dari 50 hari itu, benar-benar menguji kesabaran pasukan Utsmani, menguras tenaga, pikiran, dan perbekalan mereka.

Pertahanan yang tangguh dari kerajaan besar Romawi ini terlihat sejak mula. Sebelum musuh mencapai benteng mereka, Bizantium telah memagari laut mereka dengan rantai yang membentang di semenanjung Tanduk Emas. Tidak mungkin bisa menyentuh benteng Bizantium kecuali dengan melintasi rantai tersebut.

Akhirnya Sultan Muhammad menemukan ide yang ia anggap merupakan satu-satunya cara agar bisa melewati pagar tersebut. Ide ini mirip dengan yang dilakukan oleh para pangeran Kiev yang menyerang Bizantium di abad ke-10, para pangeran Kiev menarik kapalnya keluar Selat Bosporus, mengelilingi Galata, dan meluncurkannya kembali di Tanduk Emas, akan tetapi pasukan mereka tetap dikalahkan oleh orang-orang Bizantium Romawi. Sultan Muhammad melakukannya dengan cara yang lebih cerdik lagi, ia menggandeng 70 kapalnya melintasi Galata ke muara setelah meminyaki batang-batang kayu. Hal itu dilakukan dalam waktu yang sangat singkat, tidak sampai satu malam.

Di pagi hari, Bizantium kaget bukan kepalang, mereka sama sekali tidak mengira Sultan Muhammad dan pasukannya menyeberangkan kapal-kapal mereka lewat jalur darat. 70 kapal laut diseberangkan lewat jalur darat yang masih ditumbuhi pohon-pohon besar, menebangi pohon-pohonnya dan menyeberangkan kapal-kapal dalam waktu satu malam adalah suatu kemustahilan menurut mereka, akan tetapi itulah yang terjadi.

 

Peperangan dahsyat pun terjadi, benteng yang tak tersentuh sebagai simbol kekuatan Bizantium itu akhirnya diserang oleh orang-orang yang tidak takut akan kematian. Akhirnya kerajaan besar yang berumur 11 abad itu jatuh ke tangan kaum muslimin. Peperangan besar itu mengakibatkan 265.000 pasukan umat Islam gugur. Pada tanggal 20 Jumadil Awal 857 H bersamaan dengan 29 Mei 1453 M, Sultan al-Ghazi Muhammad berhasil memasuki Kota Konstantinopel. Sejak saat itulah ia dikenal dengan nama Sultan Muhammad al-Fatih, penakluk Konstantinopel.

Saat memasuki Konstantinopel, Sultan Muhammad al-Fatih turun dari kudanya lalu sujud sebagai tanda syukur kepada Allah. Setelah itu, ia menuju Gereja Hagia Sophia dan memerintahkan menggantinya menjadi masjid. Konstantinopel dijadikan sebagai ibu kota, pusat pemerintah Kerajaan Utsmani dan kota ini diganti namanya menjadi Islambul yang berarti negeri Islam, lau akhirnya mengalami perubahan menjadi Istanbul.

Selain itu, Sultan Muhammad al-Fatih juga memerintahkan untuk membangun masjid di makam sahabat yang mulia Abu Ayyub al-Anshari radhiallahu ‘anhu, salah seorang sahabat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam yang wafat saat menyerang Konstantinopel di zaman Khalifah Muawiyah bin Abu Sufyanradhiallahu ‘anhu.

Apa yang dilakukan oleh Sultan Muhammad tentu saja bertentangan dengan syariat, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

أَلاَ وَإِنَّ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ كَانُوْا يَتَّخِذُوْنَ قُبُوْرَ أَنْبِيَائِهِمْ وَصَالِحِيْهِمْ مَسَاجِدَ، أَلاَ فَلاَ تَتَّخِذُوا الْقُبُوْرَ مَسَاجِدَ، إِنِّي أَنْهَاكُمْ عَنْ ذَلِكَ.

“… Ketahuilah, bahwa sesungguhnya umat-umat sebelum kamu telah menjadikan kuburan Nabi-Nabi mereka sebagai tempat ibadah, tetapi janganlah kamu sekalian menjadikan kuburan sebagai tempat ibadah, karena aku benar-benar melarang kamu melakukan perbuatan itu.” (HR. HR. Muslim no.532)

Kekeliruan yang dilakukan oleh Sultan Muhammad tidak serta-merta membuat kita menafikan jasa-jasanya yang sangat besar. Semoga Allah mengampuni kesalahan dan kekhilafannya beliau rahimahullah.

Setelah itu rentetat penaklukkan strategis dilakukan oleh Sultan Muhammad al-Fatih; ia membawa pasukannya menkalukkan Balkan, Yunani, Rumania, Albania, Asia Kecil, dll. bahkan ia telah mempersiapkan pasukan dan mengatur strategi untuk menaklukkan kerajaan Romawi di Italia, akan tetapi kematian telah menghalanginya untuk mewujudkan hal itu.

Peradaban Yang Dibangun Pada Masanya

Selain terkenal sebagai jenderal perang dan berhasil memperluas kekuasaan Utsmani melebihi sultan-sultan lainnya, Muhammad al-Fatih juga dikenal sebagai seorang penyair. Ia memiliki diwan, kumpulan syair yang ia buat sendiri.

Sultan Muhammad juga membangun lebih dari 300 masjid, 57 sekolah, dan 59 tempat pemandian di berbagai wilayah Utsmani. Peninggalannya yang paling terkenal adalah Masjid Sultan Muhammad II dan Jami’ Abu Ayyub al-Anshari

Wafatnya Sang Penakluk

Pada bulan Rabiul Awal tahun 886 H/1481 M, Sultan Muhammad al-Fatih pergi dari Istanbul untuk berjihad, padahal ia sedang dalam kondisi tidak sehat. Di tengah perjalanan sakit yang ia derita kian parah dan semakin berat ia rasakan. Dokter pun didatangkan untuk mengobatinya, namun dokter dan obat tidak lagi bermanfaat bagi sang Sultan, ia pun wafat di tengah pasukannya pada hari Kamis, tanggal 4 Rabiul Awal 886 H/3 Mei 1481 M. Saat itu Sultan Muhammad berusia 52 tahun dan memerintah selama 31 tahun. Ada yang mengatakan wafatnya Sultan Muhammad al-Fatih karena diracuni oleh dokter pribadinya Ya’qub Basya, Allahu a’lam.

Tidak ada keterangan yang bisa dijadikan sandaran kemana Sultan Muhammad II hendak membawa pasukannya. Ada yang mengatakan beliau hendak menuju Itali untuk menaklukkan Roma ada juga yang mengatakan menuju Prancis atau Spanyol.

Sebelum wafat, Muhammad al-Fatih mewasiatkan kepada putra dan penerus tahtanya, Sultan Bayazid II agar senantiasa dekat dengan para ulama, berbuat adil, tidak tertipu dengan harta, dan benar-benar menjaga agama baik untuk pribadi, masyarakat, dan kerajaan.

Semoga Allah membalas jasa-jasamu wahai Sultan Muhammad al-Fatih…

Sumber: islamstory.com

Oleh Nurfitri Hadi
Artikel www.KisahMuslim.com

Belajar Membangun Umat dari Muhammad Al Fatih (2-Habis)

Sektor pendidikan menjadi fokus utama Al Fatih dalam memimpin. Pendidikan bagi Al Fatih adalah titik penting bangunan peradaban. Karena itu, semua rakyat diberikan pendidikan yang layak. Al Fatih memberlakukan kebijakan dari rakyat biasa hingga anak raja wajib mengikuti kelas pengajian agama dan ilmu-ilmu umum. Dari sinilah muncul individu-individu berkualitas hingga mampu membebaskan Konstantinopel.

Muhammad Syari dalam bukunya Kuasa Kepemimpinan Muhammad Al Fateh, menjelaskan, Sistem pendidikan inilah yang berlaku kepada Al Fatih sejak dari kecil. Ini bukan pemandangan baru di masa Pemerintahan Utsmani. Ini hanyalah rentetan tradisi yang mengakar ratusan tahun dalam setiap pemimpin besar Pemerintahan Utsmani termasuk anak-anak raja. Mereka dituntut untuk menguasai Al Qur’an, hadis, akidah, fiqih, bahasa Arab, sejarah, militer, dan lain sebagainya.

Ulama dilibatkan penuh dalam kurikulum pendidikan. Mereka mengawasi pembinaan para prajurit. Semuanya diselenggarakan melalui keputusan pemerintahan Utsmani.  Aspek ibadah selalu dititikberatkan. Bahwa perjuangan harus dilandasi semangat iman, takwa, dan semangat ukhuwah, karena Islam adalah rahmat bagi sekalian alam.

Buah dari tempaan pendidikan itulah lahir 250.000 pasukan pembebas konstantinopel. Mereka adalah para tunas terpilih yang selama ini dibina dengan pendidikan agama dan militer yang matang.

250.000 pasukan itu tidak pernah meninggalkan shalat berjamaah di masjid sejak mereka akil baligh. Setengahnya tidak pernah meninggalkan shalat sunnah rawatib walau hanya sekali.

250.000 prajurit itu dipimpin seorang panglima yang tidak pernah masbuq dalam shalatnya. Senantiasa mendirikan shalat malam. Dan tak pernah tertinggal menjalankan shalat rawatib. Sejak baligh hingga dirinya berdiri tegak dalam detik-detik operasi pembebasan Konstantinopel. Panglima itu adalah Muhamamad Al Fatih.

Kematangan ilmu dari para pejuang Utsmani ini dapat terlihat saat Konstantinopel bebas. Saat itu, keadilan Islam dirasakan hampir seluruh warga Konstatinopel, baik Muslim maupun warga Kristen Yunani dan Italia. Bayangan mereka tentang bayangan Muslim yang kejam dan beringas, berbanding terbalik dengan kondisi yang mereka lihat. Kearifan ajaran Islam pun segera membekas di hati warga Konstantinopel.

Adapun terhadap tawanan-tawanan perang, sebagian besar mereka dibebaskan dan sebagian yang lain lagi ditebus dengan emas dan perak. Al Fatih bahkan menebus beberapa tawanan perang dengan harta pribadinya. Semua diperlakukan sama sebagai warga negara, baik Muslim maupun non-Muslim, hanya kepada penduduk non-Muslim diterapkan jizyah, sesuai dengan syariat Islam.

Selain itu, Al Fatih membagikan sendiri harta-harta kepada para wanita yang ditinggal mati suaminya sehingga dapat menghidupi keluarganya. Sementara itu, para Yeniseri (Pasukan Khusus) diminta membangun kembali rumah penduduk yang rusak karena perang.

Mereka juga diminta berlaku baik dan penuh kasih sayang kepada warga tanpa memandang agama mereka. Hal ini diperkuat ketika Sultan mengeluarkan surak keputusan pada 1 Juni 1453, tiga hari setelah pembebasan Konstatinopel. Sebagaimana dicatat oleh Sphrantzes.

“Pada hari ketiga setelah jatuhnya kota kami, Sultan merayakan kemenangannya dengan perayaan yang besar. Dan mengeluarkan pengumuman: bahwa penduduk segala usia yang berhasil lolos dari deteksi ataupun yang bersembunyi di seluruh penjuru kota untuk keluar dan mereka dijamin kebebasannya dan tidak akan dipertanyakan apapun kepada mereka. Lalu, ia mengumumkan bahwa setiap properti yang ditinggal pemiliknya ketika pengepungan akan tetap menjadi miliknya. Semua penduduk akan diperlakukan sebagaimana pangkat dan agamanya sebagaimana sediakala, seolah tidak ada sesuatupun yang berubah.”

Jumat pertama setelah usai pembebasan, pada 1 Juni 1453, Al Fatih mengadakan Shalat Jum’at kali pertamanya di Konstantinopel. Beliau memberikan khutbah sekaligus mengimami para pasukannya. Nama Konstantinopel berganti menjadi Islambol, yang artinya “penuh dengan Islam”. [Lihat: Felix Y. Siauw, Muhammad Al Fatih 1453, Khilafah Press: Jakarta, 2011).

Muhammad Al Fatih wafat pada 3 Mei 1481. Di akhir hayatnya, Al Fatih berpesan kepada anaknya Yazid II, sebagaimana dilansir Zuhair Mahmud al Humawi dalam kitabnya Washaaya wa`Izhaat Qiilat fi Aakhiril-Hayaat:

“Aku akan meninggal tapi aku tidak akan sedih. Karena aku akan meninggalkan orang sepertimu wahai anakku. Berlakulah adil, soleh, dan penyayanglah. Bekerjalah untuk menyebarkan agama Islam karena itu kewajiban raja-raja di muka bumi ini. Dahulukanlah perhatian kepada agama. Dan janganlah kamu jemu dan bosan untuk terus menjalaninya. Janganlah engkau angkat jadi pegawaimu mereka yang tidak peduli dengan agama, yang tidak menjauhi dosa besar, dan yang tenggelam dalam dosa. Ketahuilah, sesungguhnya para ulama adalah poros kekuatan di tengah tubuh negara, maka muliakanlah mereka. Semangati mereka. Bila ada dari mereka yang tinggal di negeri lain, hadirkanlah dan hormatilah mereka. Cukupilah keperluan mereka. Berhati-hatilah, waspadalah, jangan sampai engkau tertipu oleh harta maupun tentara. Jangan sampai engkau jauhkan ahli syari’at dari pintumu. Jangan sampai engkau cenderung kepada pekerjaan yang bertentangan dengan ajaran islam. Karena sesungguhnya agama itulah tujuan kta, hidayah itulah jalan kita. Dan oleh sebab itu kita dimenangkan.”

 

 

Oleh: Muhammad Pizaro, Redaktur Pelaksana Islampos

Sumber : Bina Qalam Digiest (Dicuplik dari Bumi Syam )

Belajar Membangun Umat dari Muhammad Al Fatih (1)

Oleh: Muhammad Pizaro, Redaktur Pelaksana Islampos

BUMISYAM –Suatu ketika Aq Syamsuddin membawa seorang murid bersama kudanya ke tengah Selat Bosphorus. Hingga di tengah selat, kuda keduanya tidak berani melanjutkan langkah. Kini, di depan mereka berdiri megah Istana Kontanstinopel.

Aq Syamsuddin lantas membacakan hadis di depan muridnya tersebut:

“Kota Konstantinopel akan jatuh ke tangan Islam. Sehebat-hebat Amir (panglima perang) adalah Amir-nya dan sekuat-kuatnya pasukan adalah pasukannya [H.R. Ahmad bin Hanbal Al-Musnad 4/335].

Kemudian Aq Syamsuddin menoleh ke wajah muridnya dan berkata, “Nak, itu adalah istananya dan engkaulah panglimanya! Nak, itu adalah istananya dan engkaulah panglimanya!”

Siapa sangka, pada tanggal 29 Mei 1453, Kota Konstantinopel ini benar-benar jatuh ke tangan umat Islam. Dan penakluknya adalah pemuda yang dibacakan hadis tersebut.

Dialah Muhammad Al Fatih! Panglima yang berhasil membebaskan Konstantinopel bersama 250 ribu pasukan yang tidak pernah lepas Shalat Jamaah di Masjid!

Tak Pernah Jauh dari Ulama

Usia Al Fatih baru 19 tahun ketika ia harus menerima tampuk kepemimpinan tertinggi kekhilafahan Turki Utsmani dari ayahnya Sultan Murad II. Mesti bersahaja, ia adalah seorang anak muda yang cerdas. Ia hafal Qur’an sejak usia kanak-kanak. Menguasai 7 bahasa: Arab, Turki, Yunani, Serbia, Latin, Persia, dan Ibrani.

Sebenarnya sejak kecil, Al Fatih kecil bukanlah anak istimewa. Ayahnya, sultan Murad, mengeluhkan Al Fatih sebagai anak pemalas yang tidak mau belajar. Maklum sebagai anak bangsawan, Al Fatih kerap bersikap egois. Ketika ada guru datang, Al Fatih selalu menolak dan merendahkannya.

Namun, sang ayah, tahu kepada siapa dia harus mendidik anaknya. Tidak lain adalah para ulama. Sang ayah, Sultan Murad II, berpesan kepada sang ulama, agar tidak segan memukul anaknya jika tak menghormati kedatangannya.

Adalah Ahmad bin Ismail Al Kurani, yang memberikan pukulan itu. Ketegasan Al Kurani menjadi tamparan keras dan membekas dalam Al Fatih. “Aku dikirim ayahmu untuk pendidikanmu, bahkan jika diperlukan, pukulan pun aku keluarkan bagimu yang gemar membangkang,” ujar Al Kurani.

Pukulan kedua datang dari guru lainnya. Kali ini “hadiah” itu datang dari sang guru yang mendampinginya hingga ia kelak menjadi sultan: Aq Syamsuddin.

Kedua ulama ini bukanlah orang sembarangan. Mengenai Ahmad Kurani, Imam Suyuthi menulis, “Sesungguhnya ia adalah seorang yang berilmu lagi faqih, para ulama pada zamannya telah menjadi saksi atas kelebihan serta konsistensinya. Ia melampaui rekan-rekannya dalam ilmu ma’qul, dan munqul. Mahir dalam nahwu, ma’ani, dan bayan, serta fiqh dan masyhur dengan berbagai keutamaan.”

Sedangkan Aq Syamsuddin adalah ulama yang nasabnya tersambung ke Abu Bakar Ash-Shidiq. Aq Syamsuddin menjadi hafidz qur’an di usia 7 tahun dan ahli dalam biologi, kedokteran, astronomi dan pengobatan herbal.

Dari tangan keduanya, Al Fatih dilatih hidup sederhana. Agama menjadi dasar pemikirannya. Ilmu militer tak pernah lepas dari praktek memimpinnya. Peduli terhadap umatnya. Deretan motivasi tiada henti bahwa bebasnya Konstantinopel adalah takdirnya.

Perlahan tapi pasti, tempaan ulama mampu mengubah Al Fatih. Pangeran muda ini tumbuh dari bocah badung menjadi pemimpin sejati.

Tak heran saat dilantik menjadi Khalifah, Al Fatih langsung menancapkan tujuan utamanya: membebaskan Konstantinopel dan dialah pemimpinnya. [Lihat Dr Ali Muhammad Ash-Shalabi, Bangkit dan Runtuhnya Khilafah Utsmaniyah, Pustaka Al Kuatsar: Jakarta, 2002]

Profesor bidang sejarah Turki Usmani, Halil Inalchik menyatakan, ulama  atau syeikh senantiasa mempengaruhi hampir setiap keputusan dan kebijakan strategis pemerintahan Utsmani. Di mana ada Sultan, di situ ada ulama yang selalu menemani, membina, dan memberikan arahan.

Setiap Sultan pun dituntut untuk bertanggung jawab kepada ulama. Hal ini karena mereka mengamban misi sebagai pemimpin Islam dan bertanggung jawab terhadap masa depan umat.

Secara praktis, Kholifah memiliki dua pembantu utama. Pertama, mufti atau syaikhul Islam yang berwenang mewakili pemimpin Turki Utsmani dalam melaksanakan wewenang agama. Kedua, Shadhr al- A’zham (Perdana Menteri) yang berwenang mewakili pemimpin Turki Usmani dalam melaksanakan urusan dunia.

Dalam hirarki tertinggi kepimpinan Khilafah Utsmani, Al Fatih menempatkan ulama. Bahkan kedudukan ulama diletakkan setaraf dengan Perdana Menteri di sisi Sultan yang mengepalai negara.

Kebergantungan kepada ulama ini ditunjukkan Al Fatih dalam upaya membebaskan Konstatinopel. Ketika ia merasa putus asa, Aq Syamsuddin terus memberikan motivasi kepadanya. Arahan dan bimbingan juga diberikan  dalam mempertajam strategi perang pasukan.

Melihat para laskar mulai goyah imannya, Aq Syamsuddin tak segan-segan menyarankan Al Fatih melantik para komandan yang tegas dan berani. [Lihat Muhammad Syaari Abdul Rahman, Kuasa Kepemimpinan Al Fateh, PTS Millenia: Selangor Malaysia, 2011]

Ketika serangan melalui darat, laut, dan udara tetap tak menggoyahkan benteng Konstantinopel, Al Fatih segera mencari Aq Syamsuddin.

Namun ketika menghampiri tenda Aq Syamsuddin, alangka kecewanya Al Fatih lantaran pengawal dan penjaga tenda sang guru menahannya di ujung pintu.

Mereka patuh dan taat pada pesan sang guru agar dirinya tidak diganggu. Mendapat perlakuan itu dirinya marah. Tanpa berpikir dua kali ia mengambil pisau yang terselip di jubanya. Al Fatih pun menancapkan ujung pisau ke tenda dan merobeknya.

Dan tampaklah pemandangan di dalamnya. Aq Syamsudin sedang berdujud dengan sujud panjang. Berdoa untuk kemenangan kaum muslimin. Melihat itu Muhammad Al Fatih menjadi tenang dan kembali bergabung dengan pasukannya. [Lihat Budi Ashari, Seri Parenting Nabawi Inspirasi dari Rumah Cahaya, CS Publishing: Jakarta, 2011].

Misi di Balik Bahasa

Ada tujuan utama di balik penguasaan bahasa yang dimiliki Al Fatih. Di sinilah para ulama telah memiliki visi jangka panjang guna menyiapkan Al Fatih sebagai pemimpin.

Menurut Muhammad Syaari Abdul Rahman dalam bukunya Kuasa Kepemimpinan Al Fateh, setidaknya ada 3 tujuan para ulama melatih Al Fatih hingga menguasai 7 bahasa.

Pertama, menyediakan bekal sebagai negarawan, yang mampu di terima orang dari segala bangsa dan agama. Hanya dengan bahasa Al Fatih dapat diterima baik di tiga  buah benua Utsmani, yakni Afrika, Eropa dan Asia.

Kedua, mempermudah Al Fatih untuk mengetahui peradaban lawan dan mengetahui taktik dan strategi musuh yang ditulis dalam buku-buku sejarah mereka. Bayangkan, saat itu, Istana Khilafah Utsmani memili koleksi berbagai buku klasik dari zaman Yunani hingga Roma.

Ketiga, dengan penguasaan bahasa, Al Fatih ingin memberikan contoh teladan. Bahwa sebelum menginstruksikan petugas khususnya untuk menguasai bahasa, Al Fatih telah melakukannya sendiri.

Bahasa    Negara Penutur
Arab    Bahasa utama Islam dan Al Qur’an
Turki    Bahasa Resmi Khilafah Utsmani
Latin    Itali dan negara-negara mediterania
Persia    Negara yang berhasil dibebaskan Utsmani di Asia Tengah
Yunani    Negara musuh- negara Balkan
Serbia    Negara musuh-Serbia,Bosnia, Montenegro,Kroasia
Ibrani    Negara musuh-Yahudi

Intelektualitas Al Fatih yang mampu menguasai beragam bahasa ini tentu menjadi kebanggan rakyat Ustmani. Mereka merasa nyaman karena tidak sulit berkomunikasi sang pemimpin. Terlebih jangkauan kekuasaan Utsmani membentang di 20 negara.

Kepercayaan rakyat pun meningkat. Umur muda tidak menjadi halangan bagi Al Fatih memimpin. Rakyat menganggap Al Fatih adalah sosok yang tepat menjadi Sultan. Kualitas baik dalam segi ilmu agama dan dunia memudahkan Al Fatih untuk menjadikan Utsmani dipimpin oleh anak muda yang gigih dalam berjuang. Mudah, bagi rakyat untuk menemuinya. Sebab tiap Jum’at, Al Fatih memberikan Khutbah sekaligus mengimami rakyatnya.

 

Sumber : Bina Qalam Digiest ( dicuplik dari Bumi Syam )