REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah merupakan dua ormas Islam terbesar di Tanah Air. Baik NU dan Muhammadiyah sama-sama sedang menyelenggarakan perhelatan lima tahunan. Muktamar NU ke-33 digelar di Jombang pada 1-5 Agustus, dan Muktamar Muhammadiyah ke-47 dihelat di Makassar pada 3-7 Agustus.
Ternyata, pendiri NU dan Muhammadiyah memiliki keterkaitan satu sama lain. KH Hasyim Asy’ari dan KH Ahmad Dahlan sama-sama menuntut ilmu dari guru yang sama.
Berikut penjelasan di akun Facebook Wakil Sekjen Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI), Fahmi Salim tentang sepak terjang KH Hasyim Asy’ari dan KH Ahmad Dahlan dalam menegakkan Islam di Indonesia sejak sebelum bangsa ini merdeka, yang dikutip dari Ustaz Salim A. Fillah:
Menyambut Muktamar NU dan Muhammadiyah..
Sebuah bincang tentang 4 orang murid Syaikhana Cholil Bangkalan yang akan jadi tonggak dakwah Indonesia. Dari 4 orang murid Syaikhana Cholil itu, NU, Muhammadiyah,MIAI dan Masyumi terpondasi.
1. Awal 1900-an 4 murid tamatkan pelajarannya pada Kyai Cholil di Bangkalan Madura. Menyeberangi selat, 2 ke Jombang, 2 ke Semarang.
2. Dua murid yang ke Jombang, 1 dibekali cincin (kakek Cak Nun), 1 lagi KH Romli (ayah KH Mustain Romli) dibekali pisang mas.
3. Dua murid yang ke Semarang; Hasyim Asy’ari & Muhammad Darwis, masing masing diberi kitab untuk dingajikan pada Kya Soleh Darat.
4. Kyai Soleh Darat adalah ulama terkemuka, ahli nahwu, ahli tafsir, ahli falak; keluarga besar RA Kartini mengaji pada beliau. Bahkan atas masukan Kartini-lah, Kyai Soleh Darat menerjemahkan Al Quran ke dalam bahasa Jawa agar bisa difahami.
5. Pada Kyai Soleh Darat, Hasyim dan Darwis (yang kemudian berganti nama jadi Ahmad Dahlan) belajar tekun dan rajin,lalu ‘diusir’. Kedua sahabat itu; Hasyim Asy’ari dan Ahmad Dahlan diperintahkan Kyai Soleh Darat segera ke Mekkah untuk menlanjutkan belajar