Muhasabah Diri Menurut Muhasibi

Dalam hiruk pikuk kehidupan, langkah kita kerap tergesa, pikiran terarah pada hal-hal di luar diri. Namun, di sela kesibukan itu, ada satu hal yang tak boleh dilupakan: muhasabah diri. Introspeksi mendalam ini bukan sekadar hobi, melainkan anjuran penting dalam Islam yang memiliki manfaat tak terkira.

Anjuran Muhasabah Diri 

. Tindakan anjuran muhasabah diri ini dianjurkan langsung oleh Allah Swt, dalam QS. Al-Hasyr Ayat 18 Allah berfirman:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ خَبِيْرٌ ۢبِمَا تَعْمَلُوْنَ

Artinya; “Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Maha Teliti terhadap apa yang kamu kerjakan”.

Ketika menafsiri ayat ini, Al-Hafidz Ibnu Katsir menyatakan;

وَقَوْلُهُ: ﴿وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ﴾ أَيْ: حَاسِبُوا أَنْفُسَكُمْ قَبْلَ أَنْ تُحَاسَبُوا، وَانْظُرُوا مَاذَا ادَّخَرْتُمْ لِأَنْفُسِكُمْ مِنَ الْأَعْمَالِ الصَّالِحَةِ لِيَوْمِ مَعَادِكُمْ وَعَرْضِكُمْ عَلَى رَبِّكُمْ، ﴿وَاتَّقُوا اللَّهَ﴾ تَأْكِيدٌ ثَانٍ، ﴿إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ﴾ أَيِ: اعْلَمُوا أَنَّهُ عَالِمٌ بِجَمِيعِ أَعْمَالِكُمْ وَأَحْوَالِكُمْ(٢) لَا تَخْفَى عَلَيْهِ مِنْكُمْ خَافِيَةٌ، وَلَا يَغِيبُ عَنْهُ مِنْ أُمُورِكُمْ جَلِيلٌ وَلَا حَقِيرٌ.

وَقَالَ(٣) ﴿وَلا تَكُونُوا كَالَّذِينَ نَسُوا اللَّهَ فَأَنْسَاهُمْ أَنْفُسَهُمْ﴾ أَيْ: لَا تَنْسَوْا ذِكْرَ اللَّهِ فَيُنْسِيَكُمُ الْعَمَلَ لِمَصَالِحِ أَنْفُسِكُمُ الَّتِي تَنْفَعُكُمْ فِي مَعَادِكُمْ، فَإِنَّ الْجَزَاءَ مِنْ جِنْسِ الْعَمَلِ؛ وَلِهَذَا قَالَ: ﴿أُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ﴾ أَيِ: الْخَارِجُونَ عَنْ طَاعَةِ اللَّهِ، الْهَالِكُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، الْخَاسِرُونَ يَوْمَ مَعَادِهِمْ، كَمَا قَالَ: ﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُلْهِكُمْ أَمْوَالُكُمْ وَلا أَوْلادُكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ﴾ [الْمُنَافِقُونَ: ٩] .

“Firman Allah subhanahu wa ta’ala: dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), (Al-Hasyr: 18) Yakni hitung-hitunglah diri kalian sebelum kalian dimintai pertanggung jawaban, dan perhatikanlah apa yang kamu tabung buat diri kalian berupa amal-amal saleh untuk bekal hari kalian dikembalikan, yaitu hari dihadapkan kalian kepada Tuhan kalian. dan bertakwalah kepada Allah. (Al-Hasyr: 18) mengukuhkan kalimat perintah takwa yang sebelumnya. sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Al-Hasyr: 18) 

Artinya, ketahuilah oleh kalian bahwa Allah mengetahui semua amal perbuatan dan keadaan kalian, tiada sesuatu pun dari kalian yang tersembunyi bagi-Nya dan tiada sesuatu pun baik yang besar maupun yang kecil dari urusan mereka yang luput dari pengetahuan-Nya.

Firman Allah subhanahu wa ta’ala: Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri. (Al-Hasyr: 19) yaitu janganlah kamu lupa dari mengingat Allah, yang akhirnya kamu akan lupa kepada amal saleh yang bermanfaat bagi diri kalian di hari kemudian, karena sesungguhnya pembalasan itu disesuaikan dengan jenis perbuatannya. Maka disebutkanlah dalam firman berikutnya: Mereka itulah orang-orang yang fasik. (Al-Hasyr: 19) 

Yakni orang-orang yang keluar dari jalan ketaatan kepada Allah, yang akan binasa di hari kiamat lagi merugi di hari mereka dikembalikan. Ayat ini semakna dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya: Wahai orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barang siapa yang membuat demikian, maka mereka itulah orang-orang yang rugi. (Al-Munafiqun: 9)”. (Tafsir Al-Qur’an Al-Adzim, Al-Hasyr ayat 18).

Sementara itu, dalam sebuah sabda, Nabi Muhammad menganjurkan orang beriman untuk senantiasa mawas diri, dan evaluasi diri sendiri. Sebab manusia ini tidak luput dari dosa, Rasulullah Saw bersabda;

الكَيِّسُ مَن دَانَ نَفسَهُ وَعَمِلَ لِمَا بَعدَ المَوتِ , وَالعَاجِزُ مَن اَتبَعَ نَفسَهُ هَوَاهَا وَتَمَنَّى عَلَى اللهِ

“Orang yang cerdas ialah yang mengevaluasi dirinya dan berbuat untuk kepentingan sesudah mati, sedangkan orang yang lemah ialah orang yang membiarkan dirinya mengikuti hawa nafsunya dan berangan-angan terhadap Allah dengan berbagai angan-angan.” (HR.At-Tirmidzi)

Lebih lanjut, dalam kitab Dalil Al-Falikhin Syarh Riyadh Al-Shalihin, bahwa orang yang cerdas adalah dia yang bisa mengendalikan hawa nafsunya. Ia bisa menahan diri dari melakukan perbuatan-perbuatan yang bisa merusak agamanya, seperti perbuatan dosa dan maksiat. Selain itu, ia juga senantiasa melaksanakan amal ibadah yang bisa menjadi bekal baginya untuk kehidupan kelak.

(عن النبي قال: الكيس) العاقل (من دان نفسه) أي: حاسبها ومنعها مستلذاتها وشهواتها التي فيها هلاك دينها (وعمل لما بعد الموت) من القبر وما بعده صالح العمل المؤنس له في الوحدة والوحشة. 

“Orang yang cerdas adalah dia yang bisa mengevaluasi dan menjaga dirinya dari terjerumus dalam kubangan syahwat yang bisa menyebabkan rusaknya agamanya. Di samping itu, ia juga senantiasa melaksanakan amal ibadah yang bisa menjadi bekal baginya untuk kehidupan kelak”. (Dalil Al-Falikhin Syarh Riyadh Al-Shalihin, Jilid 1, halaman 243).

Apa Itu Muhasabah Diri

Tentunya keterangan di atas cukup untuk menjadi pelecut semangat kita dalam bermuhasabah, demi menjadi insan yang lebih baik. Lalu bagaimana parameter dari muhasabah ini? Ibnu Allan menyatakan;

ومحاسبة النفس حذر مجاوزة الحدود وعدم الالتفات إلى ذلك بالقلب والركون إليه، بل يكون اعتماده مع ذلك على فضل مولاه سبحانه.

“Maksud dari Muhasabah adalah menjaga diri dari melampaui batas, bahkan hatinya sekalipun juga dijauhkan darinya. Di samping itu, segala aktifitasnya disandarkan kepada Allah Swt”. (Dalil Al-Falikhin Syarh Riyadh Al-Shalihin, Jilid 1, halaman 243) 

Oleh karenanya, salah seorang sufi besar, Al-Harits Al-Muhasibi menyatakanmengingatkan kita bahwa akhirat adalah tujuan hidup kita yang sebenarnya. Oleh karena itu, kita harus selalu memikirkan akhirat dan berusaha untuk mempersiapkan diri sebaik-baiknya. Kita juga harus selalu introspeksi diri untuk mengetahui kekurangan dan kelebihan kita, serta untuk memperbaiki diri menjadi lebih baik;

نعم الصاحبان الْهم والحزن بِأَمْر الْآخِرَة وَنعم الشّغل المحاسبة، وَصَاحب الْهم والحزن والمحاسبة يَجْعَل السَّاعَة الَّتِي لَيْسَ فِيهَا هم وَلَا حزن وَلَا محاسبة سَاعَة بطالة واقل قَلِيل الْغَفْلَة عِنْده كأكثر الذُّنُوب عِنْد غَيره.

“Sebaik-baiknya teman adalah rasa gundah dan kesedihan atas perkara akhirat, dan sebaik-baiknya sibuk adalah bergelut dengan aktivitas introspeksi diri. Mereka yang berperilaku demikian, namun ketika tidak melakukan, maka mereka akan menganggap waktu yang dilalui itu sia-sia. Karena bagi mereka, lupa sedikit (akan hal yang berkaitan dengan akhirat) itu sudah seperti dosa yang besar menurut selainnya “. (Adab Al-Nufus, halaman 127) 

Sehingga seseorang itu harus senantiasa mengevaluasi kekurangan dirinya dan harus berprogress menuju pribadi yang lebih baik, yakni harus memiliki sifat self improvement atau personal development, yaitu usaha untuk menjadi lebih baik dari yang lalu. Hal ini senada dengan kata mutiara yang masyhur;

مَنْ كَانَ يَوْمُهُ خَيْرًا مِنْ أَمْسِهِ فَهُوَ رَابِحٌ، وَمَنْ كَانَ يَوْمُهُ مِثْلَ أَمْسِهَ فَهُوَ مَغْبُوْنَ، وَمَنْ كَانَ يَوْمُهُ شَرًّا مِنْ أَمْسِهِ فَهُوَ مَلْعُوْنَ

“Barangsiapa yang harinya sekarang lebih baik daripada kemarin maka dia termasuk orang yang beruntung. Barangsiapa yang harinya sama dengan kemarin maka dia adalah orang yang merugi. Barangsiapa yang harinya sekarang lebih jelek daripada harinya kemarin maka dia terlaknat”. (Al-Hakim) 

Imam Al-Ghazali dengan tegas menyatakan;

ولا ينبغي أن تكون اوقاتك مهملة فتشتغل في كل وقت بما اتفق كيف اتفق، بل ينبغي أن  تحاسب نفسك وترتب أورادك في ليلك ونهارك، وتعين لكل وقت شغلا لا تتعداه، ولا تؤثر فيه سواه فبذلك تظهر بركة الأوقات. فأما إذا تركت نفسك سدى مهملا إهمال البهائم لا تدري بماذا تشتغل في كل وقت، فينقضي أكثر أوقاتك ضائعا. 

Artinya; Tidak seharusnya waktumu dibiarkan terbengkalai, sehingga kamu mengerjakan apa saja di setiap waktu sesuka hati. Namun, seharusnya kamu mempertanggungjawabkan dirimu sendiri dan mengatur jadwal kegiatanmu di siang dan malam. Tetapkan untuk setiap waktu suatu pekerjaan yang tidak boleh kamu langgar, dan jangan biarkan ada pekerjaan lain yang mengganggunya. Dengan demikian, akan tampak keberkahan waktu.

Sebaliknya, jika kamu membiarkan dirimu terbengkalai dan tidak peduli, seperti halnya hewan yang tidak tahu apa yang harus dikerjakan di setiap waktu, maka sebagian besar waktumu akan terbuang sia-sia. (Bidayat Al-Hidayah, H. 41).

Kapan Waktu yang Tepat Muhasabah Diri?

Menurut Syekh Nawawi Banten, durasi minimal dari proses muhasabah ini adalah satu kali dalam sehari. Beliau memberikan contoh, bahwa guna mempermudah prosesnya bisa ditulis dalam buku. Sehingga aktivitas yang dilakukan ini terekap dengan rapi, maka pada malamnya ia bisa meninjau kembali aktivitasnya.

Jika baik, maka dilanjutkan. Dan jika sebaliknya, maka tidak. Menurut penuturan beliau, sungguh dalam proses muhasabah diri ini terdapat barokah yang agung. (Maraqi Al-Ubudiyyah syarh Bidayat Al-Hidayah, H. 38) 

Maka dari itu, mari berbenah diri, agar tidak terjerumus dalam kesalahan dua kali, atau bahkan berkali-kali. Demikianlah sekilas penjelasan dari muhasabah. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam bi al-Shawab

BINCANG SYARIAH