Tindak Lanjuti RS Indonesia, MER-C Kirim Tim ke Myanmar

Pada Rabu pagi (6/9), dua relawan insinyur MER-C yang berpengalaman dalam program pembangunan RS Indonesia di Jalur Gaza Palestina, yaitu Ir. Faried Thalib dan Ir. Nur Ikhwan Abadi bertolak ke Myanmar.

Kedua relawan dari Divisi Konstruksi MER-C ini akan menindaklanjuti program pembangunan RS Indonesia di Rakhine State, Myanmar yang akan memasuki tahap dua dari tiga tahap yang direncanakan.

Meski situasi di Myanmar belum kondusif, proses pembangunan RS Indonesia di wilayah ini terus berjalan. Pembangunan tahap pertama telah selesai, akan dilanjutkan pembangunan tahap dua berupa pembangunan asrama dokter dan perawat. Pada keberangkatan kali ini tim akan melakukan finalisasi kontrak dengan para kontraktor lokal.

RS Indonesia di Rakhine State, Myanmar diharapkan bisa segera selesai dan memberikan bantuan pelayanan kesehatan jangka panjang bagi para korban konflik di wilayah ini.

Pembangunan RS Indonesia di wilayah konflik Rakhine State, Myanmar adalah sebuah langkah diplomasi kemanusiaan di dunia internasional kerja sama MER-C (Medical Emergency Rescue Committee) dan PMI (Palang Merah Indonesia), didukung oleh pemerintah Republik Indonesia.

 

REPUBLIKA

Biksu Anti Muslim Myanmar Samakan Dirinya dengan Donald Trump

Wajah Ashin pernah menghias sample Majalah Time, ’The Face of Buddhist Terror’. Time juga menjulukinya sebagai Bin Laden Bangsa Burma

 

Biksu anti-Islam, Ashin Wirathu mengaitkan dirinya dan bakal Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump sebagai sosok yang memiliki persamaan terhadap pandangan mereka tentang Islam.

Pemimpin kelompok radikal Buddha Myanmar Ma Ba Tha ini  mengatakan, dia mendukung tindakan pemilih AS memilih Trump sebagai Presiden setelah pemimpin partai Republik itu dalam kampanyenya berencana ingin melarang umat Islam dari memasuki negara tersebut selain meningkatkan pengawasan terhadap masjid.

“Kami dipersalahkan oleh dunia yang menganggap kami berpikiran sempit tapi kami hanya melindungi penduduk dan negara kami. Namun ketika penduduk di AS yang merupakan negara di mana dimulainya demokrasi dan hak asasi manusia memilih Trump, dia juga sama seperti saya karena menekankan kepada nasionalisme, mungkin kami akan kurang disalahkan masyarakat internasional setelah ini,” katanya dikutip laman the Hindu, Jumat (18/11/2016).

Wirathu pada waktu sama, mengusulkan ide untuk bekerjasama dengan kelompok nasionalis di AS.

“Di AS, ada organisasi seperti kami yang melindungi mereka dari ancaman Islam dan kelompok itu bisa datang ke Myanmar untuk membahas atau mengajukan proposal.

“Myanmar tidak perlu mendapatkan pandangan dari negara-negara lain tetapi mereka bisa mendapatkan ide dari Myanmar,” katanya.

Komnas HAM Menilai Ashin Wirathu Dan Myanmar Lakukan Tindakan Genoside

Ashin Wirathu terkenal karena pidatonya yang mendeklarasikan kebencian terhadap umat Islam. Wirathu telah didakwa sebagai individu yang memicu kekerasan kebencian, mengeluarkan pernyataan retorika anti-Islam di negara itu sehingga mendorong penduduk Buddha Myanmar merusuh yang mengakibatkan lebih 200 orang etnis Rohingya tewas pada tahun 2012 sementara ribuan lainnya terpaksa mengungsi.

Baru-baru ini ia memposting sebuah puisi empat baris di Facebook yang berisi pujian terhadap Donald Trump.

“Keamanan publik adalah pertimbangan yang paling penting. Donald Trump adalah pemimpin sejati. Orang-orang begitu mencintainya. Nasionalisme adalah prioritas,” tulis Wirathu dalam puisi tersebut, seperti dilansir Nextshark, Selasa, 15 November 2016.

“Semoga warga AS bebas dari jihad. Mungkin dunia bebas dari pertumpahan darah,” tulis pesan Wirathu di bawah puisinya.

Wirathu dianggap sebagai teroris berwajah Budha yang memberikan pidato anti-Islam kepada sebagian besar warga Myanmar untuk melawan etnis Rohingya, minoritas Muslim yang tinggal do Rakhine.

Biksu Ashin Wirathu Bisa Jadi Penjahat Perang

Wajahnya yang tenang dan pakaiannya yang sederhana dinilai bertolak belakang apa yang dilakukannya. Sejak itu media Barat, termasuk Majalah Time, New York Times dan Washington Post melabelinya sebagai ‘teroris’ pembenci muslim.

Wajah Ashin pernah menghias sample Majalah Time, ’The Face of Buddhist Terror’. Time juga menjulukinya sebagai Bin Laden Bangsa Burma.

Sementara itu di saat yang sama,  warga Bangladesh di daerah Teknaf yang tinggal dekat dengan daerah perbatasan negara itu dan Myanmar menceritakan pengalaman mereka menyaksikan nasib malang etnis Rohingya menghadapi tindakan kekerasan militer.

“Selama minggu lalu, kami menyaksikan api besar mengacaukan ratusan buah rumah ketika helikopter militer melepaskan tembakan ke lantai area yang dihuni penduduk Islam,” kata Mohammad Hossain.*

 

sumber: Hidayatullah