Begitu banyak uraian menyangkut Nabi Muhammad Saw. oleh para ulama dulu hingga sekarang dan tidak pernah habis. Bahkan, walau habis umur seseorang untuk menguraikan Nabi Muhammad pasti ada yang terlewat tentang beliau. Nabi Muhammad diberikan tugas Allah Swt. untuk menjadi penerang bagi umat Islam dan mengajarkan kedamaian, yang semuanya dipraktikkan beliau langsung dalam kehidupannya.
Kata Quraish Shihab, berbicara menyangkut Rasul Saw. itu adalah suatu kehormatan yang tidak lagi menyentuh Rasul Saw., tetapi justru menyentuh pembicara dan para pendengarnya. Di sisi lain, berbicara menyangkut Rasul Saw. itu tidak mungkin mampu seseorang untuk menguraikannya, karena betapapun pandai dan luasnya uraian menyangkut Rasul Saw., tetap saja walau sepanjang usia kita gunakan untuk membicarakannya, pasti ada yang tidak dapat terjangkau.
Pengetahuan kita tentang Rasul Saw., lanjut Quraish Shihab, hanya sampai untuk berkata bahwa dia adalah manusia yang teragung di permukaan bumi ini, bahkan di alam raya ini. Rasulullah Saw. memberikan contoh yang sangat simpel, tetapi sungguh amat berharga. Ketika putra beliau wafat, orang-orang berkata bahwa matahari gerhana karena kematian putranya.
Dalam keadaan sedih dan keadaan bercucuran air mata beliau memberi pencerahan. Kata Nabi, “matahari dan bulan adalah ayat-ayat Tuhan dan tanda-tanda kuasa Tuhan. Dia tidak gerhana karena kematian atau kehidupan seseorang. Kalau kalian menemukan itu, maka bersegeralah mengingat Allah Swt., dan bersegeralah shalat.”
Al-Mughirah ibn Syu’bah RA pernah berkata:
الْكَسَفَتِ الشَّمْسُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ مَاتَ إِبْرَاهِيمُ فَقَالَ النَّاسُ : اِنْكَسَفَتِ الشَّمْسُ لِمَوْتِ إِبْرَاهِيْمَ فَقَالَ رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ لَا يَنْكَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلَا لِحَيَاتِهِ فَإِذَا رَأَيْتُمُوْهُمَا فَادْعُوا اللَّهَ وَصَلُّوْا حَتَّى تَنْكَشِفَ
Artinya: “Pada zaman Rasulullah Saw. Pernah terjadi gerhana matahari, yaitu pada hari wafatnya Ibrahim. Lalu orang-orang berseru, Terjadi gerhana matahari karena wafatnya Ibrahim. Maka Rasulullah Saw. Bersabda, “Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda di antara tanda-tanda kekuasaan Allah. Keduanya tidak mengalami gerhana karena kematian dan kehidupan seseorang. Jika kalian melihat keduanya (mengalami gerhana), berdoalah kepada Allah dan shalatlah hingga kembali seperti semula.” (HR Al- Bukhari dan Muslim. Dalam riwayat Al-Bukhari disebutkan, “Sampai terang kembali.”).
Allah Swt. berfirman dalam surat Yunus:
هُوَ الَّذِيْ جَعَلَ الشَّمْسَ ضِيَآءً وَّالْقَمَرَ نُوْرًا وَّقَدَّرَهٗ مَنَازِلَ لِتَعْلَمُوْا عَدَدَ السِّنِيْنَ وَالْحِسَابَ ۗ مَا خَلَقَ اللّٰهُ ذٰلِكَ اِلَّا بِالْحَـقِّ ۚ يُفَصِّلُ الْاٰيٰتِ لِقَوْمٍ يَّعْلَمُوْنَ
Artinya: “Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya, dan Dialah yang menetapkan tempat-tempat orbitnya, agar kamu mengetahui bilangan tahun, dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan benar. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui.” (QS. Yunus [10]: 5).
Sebenarnya, bisa saja Rasul Saw. tidak memberikan pencerahan, apalagi ketika itu situasi psikologis kondisi kejiwaan beliau cukup sedih. Tetapi, karena tugas beliau adalah memberi pencerahan, maka beliau memberikan pencerahan yang amat berharga. Karena itu, Allah Swt. melukiskan Rasulullah Saw. dengan firman-Nya:
يٰۤـاَيُّهَا النَّبِيُّ اِنَّاۤ اَرْسَلْنٰكَ شَاهِدًا وَّمُبَشِّرًا وَّنَذِيْرًا وَّدَاعِيًا اِلَى اللّٰهِ بِاِذْنِهٖ وَسِرَاجًا مُّنِيْرًا
Artinya: “Wahai Nabi! Sesungguhnya Kami mengutusmu untuk menjadi saksi, pembawa kabar gembira, dan pemberi peringatan. Dan untuk menjadi penyeru kepada (agama) Allah dengan izin-Nya dan sebagai cahaya yang menerangi.” (QS. Al-Ahzab [33]: 45-46).
Menarik sekali. Rasul Saw. dilukiskan oleh ayat ini dengan matahari dan bulan. Matahari memiliki cahayanya atas anugerah Allah Swt., dan tidak bersumber dari siapapun atau apapun kecuali dari Allah Swt. Sedangkan, bulan merupakan pantulan dari cahaya matahari. Itu berarti, dalam sosok Rasulullah Saw. ada penerangan, disamping juga karena manusia sendiri membutuhkan matahari untuk kelangsungan hidupnya. Maka, kehadiran Rasulullah Saw. sepanjang masa kita butuhkan (dan membutuhkan).
Bagaimana dengan persoalan perdamaian?
Tentang bagaimana sikap Rasulullah Saw. menyangkut perdamaian, kata Quraish Shihab, kita cukup melihat sikap dan waktu shulh al-hudaibiyyah. Beliau Nabi bersedia menghapus tujuh kata “Bismillahirrahmanirrahim” dan “Muhammad Rasulullah”.
Sayyidina Ali yang menulis itu, menurut satu riwayat, enggan dan tidak mau untuk menghapusnya. Begitupun juga dengan Sayyidina Umar Ibn al-Khattab ketika membaca atau mengetahui butir-butir dari shulh hudaibiyyah itu juga berkata “Kenapa kita harus menerima sesuatu yang melecehkan kita?” Rasulullah Saw. menjawab “Saya Rasulullah.”
Beliau menghapusnya bahkan lebih dari itu. Beliau membatalkan kunjungan umrah yang bersifat sunnah itu demi mencapai dan menandatangani perjanjian itu. Karena itu, tidak ada alasan untuk berkata bahwa, agama Islam tidak menghendaki perdamaian. Damai ada dua macam; pertama, ada damai yang melahirkan kedamaian masyarakat seluruhnya.
Seorang ulama besar di Mesir mengutip riwayat yang menyatakan bahwa, suatu ketika seorang bernama Unwan datang kepada Imam Ja’far Shadiq untuk meminta nasehat. Beliau memberinya 9 nasehat. Salah satunya adalah nasehat “Hai Unwan, kalau ada yang berucap kepadamu 10 makian, jangan jawab. Katakan kepadanya: “jika engkau berucap 10, engkau tidak akan mendengar dariku satu.” Mengapa demikian? Karena al-Qur’an memerintahkan;
خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَاَعْرِضْ عَنِ الْجٰهِلِيْنَ
Artinya: “Jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta jangan pedulikan orang-orang yang bodoh.” (QS. Al-A’raf [7]: 199).
وَعِبَادُ الرَّحْمٰنِ الَّذِيْنَ يَمْشُوْنَ عَلَى الْاَرْضِ هَوْنًا وَّاِذَا خَاطَبَهُمُ الْجٰهِلُوْنَ قَالُوْا سَلٰمًا
Artinya: “Adapun hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih itu adalah orang-orang yang berjalan di bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang bodoh menyapa mereka (dengan kata-kata yang menghina), mereka mengucapkan, “salam,”. (QS. Al-Furqan [25]: 63).
Kemudian, termasuk juga nasehat Imam Ja’far Shadiq:
من شتمك فقل له إن كانت شتيمتك حق فأرجو الله ان يغفر لي، وان كانت غير ذلك فأرجو الله ان يغفر لك
Artinya: “Jika ada yang memaki mu, katakan padanya: kalau makian mu benar, maka aku bermohon semoga Tuhan mengampuniku. Dan kalau makianmu tidak demikian, maka aku bermohon semoga Tuhan mengampunimu.”
Pertanyaannya sekarang adalah adakah kedamaian lebih dari ini? Apakah kedamaian-kedamaian seperti ini masih ada sekarang? Tetapi, itulah contoh-contoh yang diberikan oleh Rasulullah Saw. dan keluarga beliau dalam konteks memantapkan perdamaian.
Wallahu a’lam bishawab.