5 Nasehat Al-Qur’an Untuk Orang Kaya (Bag 2)

Islam tidak pernah menuntut pengikutnya untuk menjadi seorang miskin. Bahkan Rasulullah pernah bersabda,

“Ibadah itu ada 70 bagian, dan yang paling afdhol dari itu semua adalah mencari (harta) yang halal”

Kali ini kita akan mengambil pelajaran dari kisah Qorun. Sebelumnya dia adalah pengikut setia Nabi Musa as. Bukan hanya itu, dia juga kerabat dekat Nabi Musa. Ada riwayat yang menyebutkan bahwa dia sepupu Musa dan menurut riwayat lain, dia adalah paman beliau.

Qorun begitu setia hingga termasuk 70 sahabat pilihan nabi Musa. Namun, ketika taraf hidupnya mulai naik, dia mulai berubah. Ketika telah bergelimang harta, dia mulai lupa. Dia seakan tidak pernah menjadi pengikut Musa as. Dia begitu sombong hingga menuduh dan memfitnah beliau. Dan ketika nabi Musa memerintahkan untuk membagi hartanya kepada orang-orang yang membutuhkan, dengan congkak dia berkata,

قَالَ إِنَّمَا أُوتِيتُهُ عَلَى عِلْمٍ عِندِي-٧٨-

Dia (Qarun) berkata, “Sesungguhnya aku diberi (harta itu), semata-mata karena ilmu yang ada padaku.”
(Al-Qashas 78)

Dia begitu kaya raya, gudang penyimpanan hartanya begitu banyak. Hingga kunci-kuncinya pun harus dipikul oleh 10 orang. Sampai suatu saat dia keluar dengan seluruh kemegahannya, dengan congkak dia berjalan ditengah orang-orang miskin. Para pecinta dunia silau dengan kekayaan Qorun dan berkhayal menjadi sepertinya. Sementara orang -orang berilmu yang mengharapkan akhirat tidak terpengaruh dan menasehati Qorun. Dan nasehat inilah yang akan kita ambil pelajaran untuk semua orang kaya.

إِنَّ قَارُونَ كَانَ مِن قَوْمِ مُوسَى فَبَغَى عَلَيْهِمْ وَآتَيْنَاهُ مِنَ الْكُنُوزِ مَا إِنَّ مَفَاتِحَهُ لَتَنُوءُ بِالْعُصْبَةِ أُولِي الْقُوَّةِ -٧٦-

“Sesungguhnya Qarun termasuk kaum Musa, tetapi dia berlaku zalim terhadap mereka, dan Kami telah Menganugerahkan kepadanya perbendaharaan harta yang kunci-kuncinya sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat-kuat.”
(Al-Qashas 77)

Saat itu ada orang-orang mukmin yang tidak silau dengan gemerlap kemegahan Qorun, dan mereka menasehatinya, ada 5 pesan yang mereka berikan untuk si konglomerat ini.

إِذْ قَالَ لَهُ قَوْمُهُ لَا تَفْرَحْ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْفَرِحِينَ -٧٦-

“Janganlah engkau terlalu bangga. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang membanggakan diri.”

Pertama, janganlah kita berbangga diri atas kekayaan yang kita miliki. Dalam ayat ini Allah menggunakan kata Yafrohu yang artinya adalah “Janganlah engkau bergembira!”. Kata bergembira yang dimaksud adalah gembira yang membuat kita berbangga diri. Euforia yang membuat seorang lupa daratan. Lupa dari tuhannya, lupa dari masa lalunya. Dan para ahli tafsir bersepakat bahwa kata “Janganlah kau bergembira” dalam ayat ini memiliki arti “Janganlah kau menyombongkan diri!”.

Karena dalam ayat lain Allah memperbolehkan kita untuk bergembira. Kegembiraan dalam menyambut nikmat Allah swt. Karena Allah senang melihat hambanya menggunakan nikmat yang telah Dia berikan.

قُلْ بِفَضْلِ اللّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُواْ هُوَ خَيْرٌ مِّمَّا يَجْمَعُونَ -٥٨-

“Katakanlah (Muhammad), “Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Itu lebih baik daripada apa yang mereka kumpulkan.”
(Yunus 58)

Imam Ali bin Abi tholib pernah berkata,

“Aku heran kepada orang yang sombong, padahal awalnya dia adalah air sperma sementara akhirnya adalah bangkai.”

Kedua, jadikanlah kekayaan kita untuk memakmurkan rumah kita di akhirat. Karena seseorang bisa membangun surganya dengan kekayaannya di dunia. Harta adalah pembantu terbaik untuk menemani kita menuju akhirat. Kita bisa meng-investasikan kekayaan kita untuk diambil nanti di surga. Dengan menitipkannya kepada anak yatim dan kepada orang-orang yang membutuhkan.

وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ-٧٧-

“Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah Dianugerahkan Allah kepadamu.”

Jangan menjadi seorang yang sibuk memperindah rumahnya di dunia tapi tak pernah memperhatikan rumah abadinya nanti. Siapkah kita untuk berpindah dari rumah yang indah di dunia menuju gubuk yang menakutkan di akhirat sana? Semua itu karena kita tidak pernah membangunnya ketika kita hidup di dunia.

Bukankah Rasulullah saw pernah bersabda bahwa harta yang sebenarnya milik kita adalah yang telah kita berikan kepada orang lain. Harta yang ada ditangan kita jika dimakan akan menjadi kotoran dan jika kita gunakan akan habis tak bersisa.
Ketiga, Jangan lupakan bagian kita di dunia.

وَلَا تَنسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا -٧٧-

“Janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia”

Nasehat yang ketiga ini memiliki dua makna. Makna yang pertama adalah jangan kita habiskan seluruh harta kita untuk diberikan kepada orang lain. Sehingga keluarga kita kekurangan demi mencukupi orang lain. Jangan habiskan semua harta kita untuk akhirat. Sisakan untuk kita nikmati di dunia. Karena Allah tidak pernah mengharamkan kebaikan yang akan kita nikmati.

قُلْ مَنْ حَرَّمَ زِينَةَ اللّهِ الَّتِيَ أَخْرَجَ لِعِبَادِهِ وَالْطَّيِّبَاتِ مِنَ الرِّزْقِ -٣٢-

Katakanlah (Muhammad), “Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah disediakan untuk hamba-hamba-Nya dan rezeki yang baik-baik?”
(Al-A’raf 32)

Namun Imam Ali memiliki pandangan lain mengenai ayat ini, beliau berkomentar,

“Janganlah kamu lupakan kesehatanmu, kekuatanmu, waktu luangmu, masa mudamu dan semangatmu untuk memperoleh akhirat dengan semua itu.”

Menurut Imam Ali, ayat ini mendukung nasehat yang kedua untuk memperoleh akhirat dengan kesempatan di dunia.
Ke-empat, berbuat baiklah seperti Allah telah berbuat baik kepada kita.

وَأَحْسِن كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ -٧٧-

“Dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah Berbuat baik kepadamu.”

Sebagaimana kita ingin selalu mendapatkan kebaikan dari Allah begitupula orang lain yang mengharapkan kebaikan dari kita. Jangan pernah menganggap semua yang kita miliki karena hasil usaha kita sendiri. Bagaimana petani yang menganggap benih tumbuh karena usahanya, sementara air telah tersedia. Kesehatan dia miliki dan Sinar matahari terpancar dengan luasnya. Darimana semua itu jika bukan dari Allah swt.

أَأَنتُمْ تَزْرَعُونَهُ أَمْ نَحْنُ الزَّارِعُونَ -٦٤-

“Kamukah yang menumbuhkannya ataukah Kami yang Menumbuhkan?”
(Al-Waqi’ah 64)

Ironis sekali jika manusia selalu mengharap kebaikan dari Tuhannya namun dia tidak pernah memberikan kebaikan untuk sesamanya. Mulailah kita membuang sifat kikir, karena toh kita juga yang akan mendapat manfaat saat memberi orang lain.

إِنْ أَحْسَنتُمْ أَحْسَنتُمْ لِأَنفُسِكُمْ وَإِنْ أَسَأْتُمْ فَلَهَا-٧-

“Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik untuk dirimu sendiri. Dan jika kamu berbuat jahat, maka (kerugian kejahatan) itu untuk dirimu sendiri.”
(Al-Isra’ 7)

Kelima, jangan merusak bumi Allah dengan harta yang telah Dia berikan. Kini harta titipan Allah digunakan untuk merusak bumi-Nya. Menimbulkan perpecahan antar manusia dan menghilangkan rasa aman dari mereka. Sungguh benar jika kita mengatakan bahwa harta akan menjadi bencana jika dipegang oleh seorang yang tidak siap. Bahkan undang-undang pun bisa dirubah ketika uang telah berbicara.

وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِي الْأَرْضِ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ -٧٧-

“Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berbuat kerusakan.”

5 nasehat itu terangkum dalam Surat Al-Qashas ayat 76-77.

 

 

sumber: Khazanah Quran

5 Nasehat Al-Qur’an Untuk Orang Kaya (Bag 1)

Kali ini kita akan berbicara tentang harta. Berbicara tentang kekayaan dan kemewahan. Sesuai dengan judulnya, kita akan belajar tentang pesan-pesan Allah swt untuk orang-orang kaya. Namun sebelumnya, kita harus tau terlebih dahulu bagaimana islam memandang harta. Apakah islam melarang seseorang untuk kaya?

Sebagai pendahuluan, kita harus tau bagaimana Al-Qur’an memandang harta. Apakah harta itu adalah murni nikmat, atau malah menjadi ujian? Apakah harta itu barang tercela atau mulia? Apakah kita harus meninggalkannya atau berusaha mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya?

 

Pertama, menurut Al-Qur’an harta adalah ujian. Kita tidak bisa menghukuminya sebagai barang yang jelek atau baik. Karena harta adalah hal yang relatif. Sebagaimana ujian pada umumnya, seorang bisa lulus setelah menjalani ujian itu atau gagal dan rugi.

وَاعْلَمُواْ أَنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلاَدُكُمْ فِتْنَةٌ -٢٨-

“Dan ketahuilah bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan”
(Al-Anfal 28)

Harta akan menjadi nikmat apabila diperoleh dari hasil yang halal serta digunakan sesuai dengan jalan keridhoan Allah. Dan harta yang sama akan menjadi bencana ketika diperoleh menggunakan cara yang dibenci Allah, juga digunakan untuk hal-hal yang dimurkai-Nya.

Karena itu, kita tidak bisa mengatakan harta adalah barang yang buruk atau hal yang baik. Harta itu hal yang relatif, tergantung jalan masuk dan keluarnya. Rasulullah saw pernah bersabda,

“Seluruh umat memiliki ujian dan ujian bagi umatku adalah harta”

 

Mengherankan jika ada orang yang berbangga dengan hartanya padahal ini hanyalah ujian dan dia belum tentu lulus ketika memilikinya.

Kedua, harta hanyalah hiasan. Sebagaimana hiasan yang lain, ia tidak selalu digunakan. Ia juga tidak kekal. Dan dia hanya digunakan untuk memperindah tampilan.

الْمَالُ وَالْبَنُونَ زِينَةُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَالْبَاقِيَاتُ الصَّالِحَاتُ خَيْرٌ عِندَ رَبِّكَ ثَوَاباً وَخَيْرٌ أَمَلاً -٤٦-

“Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amal kebajikan yang terus-menerus adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhan-mu serta lebih baik untuk menjadi harapan.”
(Al-Kahfi 46)

Harta hanyalah hiasan. Kita tidak bisa menyebut hiasan sebagai hal yang buruk atau baik. Tergantung bagaimana seorang menggunakan hiasan itu dan bagaimana cara dia mendapatkannya.

Namun yang lebih penting dari sekedar hiasan itu adalah amal kebaikan yang akan selalu bermanfaat sampai kehidupan selanjutnya. Harta pun jika digunakan untuk amal kebaikan akan menjadi investasi terbaik yang akan menolong kita dikehidupan yang sebenarnya. Rasulullah saw bersabda,

“Harta adalah sebaik-baik penolong untuk taat kepada Allah”

Ketiga, harta bukanlah tolak ukur kemuliaan manusia. Dengan tegas, Allah swt telah menolak pemikiran itu. Berawal dari kata-kata seorang yang menganggap dirinya dimuliakan oleh Allah karena diberi kekayaan. Dan merasa dihinakan oleh Allah karena hidup dalam kemiskinan.

فَأَمَّا الْإِنسَانُ إِذَا مَا ابْتَلَاهُ رَبُّهُ فَأَكْرَمَهُ وَنَعَّمَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَكْرَمَنِ -١٥- وَأَمَّا إِذَا مَا ابْتَلَاهُ فَقَدَرَ عَلَيْهِ رِزْقَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَهَانَنِ -١٦-

“Maka adapun manusia, apabila Tuhan Mengujinya lalu Memuliakannya dan Memberinya kesenangan, maka dia berkata, “Tuhan-ku telah Memuliakanku.” Namun apabila Tuhan Mengujinya lalu Membatasi rezekinya, maka dia berkata, “Tuhan-ku telah Menghinaku.”
(A-Fajr 15-16)

Dengan tegas Allah katakan “Tidak!” karena ini adalah konsep yang salah. Pada ayat selanjutnya Allah berfirman,

كَلَّا بَل لَّا تُكْرِمُونَ الْيَتِيمَ -١٧- وَلَا تَحَاضُّونَ عَلَى طَعَامِ الْمِسْكِينِ -١٨- وَتَأْكُلُونَ التُّرَاثَ أَكْلاً لَّمّاً -١٩- وَتُحِبُّونَ الْمَالَ حُبّاً جَمّاً -٢٠-

“Sekali-kali tidak! Bahkan kamu tidak memuliakan anak yatim, dan kamu tidak saling mengajak memberi makan orang miskin, dan kamu tidak saling mengajak memberi makan orang miskin, dan kamu mencintai harta dengan kecintaan yang berlebihan.”
(Al-Fajr 17-20)

Mulia di mata Allah adalah dengan memuliakan anak yatim, saling memberi dan berbagi dengan orang miskin. Sementara harta itu tidaklah menambah kemuliaan seseorang dimata Allah.

أَيَحْسَبُونَ أَنَّمَا نُمِدُّهُم بِهِ مِن مَّالٍ وَبَنِينَ -٥٥- نُسَارِعُ لَهُمْ فِي الْخَيْرَاتِ بَل لَّا يَشْعُرُونَ -٥٦-

“Apakah mereka mengira bahwa Kami Memberikan harta dan anak-anak kepada mereka itu (berarti bahwa), Kami segera Memberikan kebaikan-kebaikan kepada mereka? (Tidak), tetapi mereka tidak menyadarinya.”
(Al-Mukminun 55-56)

Ke-empat, orang kafir beranggapan bahwa harta akan membuat mereka selamat dan kekal. Allah berfirman,

وَيْلٌ لِّكُلِّ هُمَزَةٍ لُّمَزَةٍ -١- الَّذِي جَمَعَ مَالاً وَعَدَّدَهُ -٢- يَحْسَبُ أَنَّ مَالَهُ أَخْلَدَهُ -٣-

“Celakalah bagi setiap pengumpat dan pencela, yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitungnya, dia (manusia) mengira bahwa hartanya itu dapat mengekalkannya.”
(AL-Humazah 1-3)

Mereka berusaha menimbun harta. Berusaha menjadi seorang yang memiliki harta terbanyak. Dan tidak pernah sadar bahwa semua itu akan berakhir. Dia akan meninggalkannya tanpa membawa sepeser pun. Dia akan sadar ketika telah berbusana kafan dan dibawa menuju liang sempit itu.

أَلْهَاكُمُ التَّكَاثُرُ -١- حَتَّى زُرْتُمُ الْمَقَابِرَ -٢-

“Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur.”
(At-Takatsur 1-2)

Ke-lima, setelah manusia memiliki harta dan kecukupan, dia akan lupa daratan. Akan bertindak sewenang-wenang. Allah berfirman,

كَلَّا إِنَّ الْإِنسَانَ لَيَطْغَى -٦- أَن رَّآهُ اسْتَغْنَى -٧-

“Sekali-kali tidak! Sungguh, manusia itu benar-benar melampaui batas, apabila melihat dirinya serba cukup.”
(AL-Alaq 6-7)

Begitulah manusia, setelah merasa serba cukup, dia mulai ingin bertindak semaunya. Karena dia merasa tidak butuh lagi pada orang lain. Jika harta telah bertempat dihati seseorang, maka dia bisa lebih kejam dari penguasa yang dzolim. Bukankah dalam Surat Al-Ankabut, Allah menyebut Qorun terlebih dahulu sebelum Fir’aun. Ini menunjukkan bahwa orang kaya itu bisa lebih jahat dari penguasa.

وَقَارُونَ وَفِرْعَوْنَ وَهَامَانَ-٣٩-

“Dan (juga) Qarun, Fir‘aun, dan Haman…”
(Al-Ankabut 39)

Jangan heran jika lobi zionis bisa mengendalikan negara seperti Amerika, hanya karena mereka memiliki pundi-pundi kekayaan yang berlimpah. Jangan heran jika seorang penguasa tunduk pada seorang hartawan. Bahkan hukum pun bisa tunduk dibawah uang. Seperti yang terjadi di sekitar kita, ketika seorang kaya bersalah dia dengan mudah bebas dari hukuman atau hanya mendapat hukuman kecil.

Orang berduit biasanya tidak mau diatur. Hanya dia yang berhak mengatur. Teringat kisah Nabi Syuaib ketika berdakwah kepada umatnya, apa jawaban dari mereka yang memiliki harta,

“قَالُواْ يَا شُعَيْبُ أَصَلاَتُكَ تَأْمُرُكَ أَن نَّتْرُكَ مَا يَعْبُدُ آبَاؤُنَا أَوْ أَن نَّفْعَلَ فِي أَمْوَالِنَا مَا نَشَاء -٨٧-

“Mereka berkata, “Wahai Syu‘aib! Apakah agamamu yang menyuruhmu agar kami meninggalkan apa yang disembah nenek moyang kami atau melarang kami mengelola harta kami menurut cara yang kami kehendaki?”
(Huud 87)

Memang biasanya, orang yang pertama kali melawan dakwah para nabi adalah orang-orang kaya dan kuat. Karena mereka enggan untuk mengikuti syariat Allah yang selalu memerintahkan untuk saling berbagi kepada yang membutuhkan bantuan.

Ketika orang-orang kafir diperintahkan untuk berbagi dengan orang yang miskin, apa jawaban mereka?

وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ أَنفِقُوا مِمَّا رَزَقَكُمْ اللَّهُ قَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا لِلَّذِينَ آمَنُوا أَنُطْعِمُ مَن لَّوْ يَشَاءُ اللَّهُ أَطْعَمَهُ إِنْ أَنتُمْ إِلَّا فِي ضَلَالٍ مُّبِينٍ -٤٧-

Dan apabila dikatakan kepada mereka, “Infakkanlah sebagian rezeki yang diberikan Allah kepadamu,” orang-orang yang kafir itu berkata kepada orang-orang yang beriman, “Apakah pantas kami memberi makan kepada orang-orang yang jika Allah Menghendaki Dia akan Memberinya makan? Kamu benar-benar dalam kesesatan yang nyata.”
(Yaasin 47)

Ke-enam, orang yang sibuk dengan hartanya tidak akan berpegang teguh pada agama. Dia akan memberikan banyak alasan untuk tidak mengikuti perintah nabi. Seperti halnya ketika nabi Muhammad saw menyuruh mereka untuk ikut berjihad, orang-orang munafik menolak dengan alasan menjaga hartanya.

شَغَلَتْنَا أَمْوَالُنَا وَأَهْلُونَا فَاسْتَغْفِرْ لَنَا يَقُولُونَ بِأَلْسِنَتِهِم مَّا لَيْسَ فِي قُلُوبِهِمْ -١١-

“Kami telah disibukkan oleh harta dan keluarga kami, maka mohonkanlah ampunan untuk kami.” Mereka mengucapkan sesuatu dengan mulutnya apa yang tidak ada dalam hatinya.
(Al-Fath 11)

Inilah yang disebut Allah sebagai musuh, karena harta dan keluarga dapat menghalangi seseorang untuk menjalankan perintah Allah swt.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّ مِنْ أَزْوَاجِكُمْ وَأَوْلَادِكُمْ عَدُوّاً لَّكُمْ فَاحْذَرُوهُمْ -١٤-

“Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya di antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati- hatilah kamu terhadap mereka.”
(At-Taghabun 14)

Ke-tujuh, tidak ada harta sedikitpun yang akan kita bawa di Hari Pembalasan. Semua akan kita tinggal di dunia. Kecuali harta yang telah kita investasikan di dunia untuk diambil keuntungannya di akhirat. itulah harta yang telah kita berikan kepada orang-orang yang membutuhkan. Hanya itulah yang dapat bermanfaat.

يَوْمَ لَا يَنفَعُ مَالٌ وَلَا بَنُونَ -٨٨- إِلَّا مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ -٨٩-

“(yaitu) pada hari (ketika) harta dan anak-anak tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih”(Asy-Syuara 88-89)

Ke-delapan, harta itu milik Allah swt. Semua yang kita miliki adalah titipannya. Kita lahir tidak membawa apa-apa dan akan mati dengan berteman kafan saja.

وَآتُوهُم مِّن مَّالِ اللَّهِ الَّذِي آتَاكُمْ -٣٣-

“Dan berikanlah kepada mereka sebagian dari harta Allah yang Dikaruniakan-Nya kepadamu.”
(An-Nur 33)

Sebenarnya Islam tidak pernah melarang kita untuk menjadi orang kaya. Bahkan dalam banyak riwayat dan hadist sering mendorong kita untuk berusaha mencari harta. Bahkan mati dalam keadaan mencari nafkah untuk keluarga tergolong orang yang syahid. Namun islam menegaskan bahwa jangan sampai harta menjadi tujuan hidup. Cukuplah ia menjadi kendaraan kita menuju Allah swt.

“Seburuk-buruk orang adalah yang hidupnya dihabiskan untuk mencari dunia sementara dia pergi kepada Allah tidak membawa apa-apa”

 

 

sumber:Khazanah Quran