Tidak dapat dipungkiri bahwa manusia tidak menyadari sebuah kenikmatan ketika ia terlena didalamnya. Ia pun tidak merasakan nilai kenikmatan itu, karena baginya terasa biasa saja. Dan akhirnya ia tidak tergugah untuk bersyukur, bahkan ia lupa dari mana nikmat itu berasal.
Jika seorang tidak pernah sakit, ia tidak akan tau betapa nikmatnya sehat. Betapa mahalnya anugerah yang diberikan Allah SWT ini.
Jika tidak ada bencana dan gempa bumi, manusia tidak akan tau besarnya nikmat bumi yang tenang selama ini.
Al-Qur’an pun tidak lupa untuk menyinggung hal ini, walaupun tidak menjelaskannya secara gamblang. Bahwa sebuah nikmat akan benar-benar terasa saat kita berada di posisi sebaliknya.
Allah berfirman,
وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا
“Dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, maka kalian menjadi bersaudara karena nikmat-Nya.” (QS.Ali Imran:103)
Dari ayat ini Al-Qur’an ingin menjelaskan betapa besarnya nikmat hidup berdampingan dengan menceritakan kondisi sebelumnya yang terbalik 180°. Yaitu disaat masyarakat hidup ditengah permusuhan dan pertumpahan darah.
Dan ketika api fitnah dan kemunafikan kembali berkorban, kaum muslimin baru merasakan begitu besarnya kenikmatan damainya hidup yang Allah berikan.
Semoga kita bisa memandang sebuah musibah sebagai jalan untuk bisa merasakan dan mensyukuri nikmat Allah SWT.