Orang Kaya dan Berkecukupan, namun Boleh Diberi Zakat

Diriwayatkan dari sahabat Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

لَا تَحِلُّ الصَّدَقَةُ لِغَنِيٍّ إِلَّا لِخَمْسَةٍ لِغَازٍ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَوْ لِعَامِلٍ عَلَيْهَا أَوْ لِغَارِمٍ أَوْ لِرَجُلٍ اشْتَرَاهَا بِمَالِهِ أَوْ لِرَجُلٍ كَانَ لَهُ جَارٌ مِسْكِينٌ فَتُصُدِّقَ عَلَى الْمِسْكِينِ فَأَهْدَاهَا الْمِسْكِينُ لِلْغَنِيِّ

Tidak halal zakat bagi orang kaya (berkecukupan), kecuali bagi lima orang, yaitu: 1) orang yang berperang di jalan Allah; 2) petugas (amil) zakat; 3) orang yang berutang; 4) seseorang yang membelinya (harta zakat) dengan hartanya; atau 5) orang yang memiliki tetangga miskin, kemudian orang miskin tersebut diberi zakat, lalu ia memberikannya kepada orang yang kaya.” (HR. Ahmad 18: 97, Abu Dawud no. 1636, Ibnu Majah no. 1841, Al-Hakim, 1: 407. Hadis ini dinilai sahih oleh Al-Albani dalam Al-Irwa’, 3: 377-378)

Kandungan hadis

Hadis di atas merupakan dalil bahwa orang yang kaya atau berkecukupan itu bukanlah termasuk golongan yang berhak menerima zakat, kecuali lima orang:

Pertama, orang-orang yang berjihad di jalan Allah Ta’ala. Yaitu, siapa saja yang berperang untuk meninggikan kalimat Allah Ta’ala. Maka, dia boleh diberi zakat, meskipun dia kaya dan berkecukupan. Sehingga dengan harta zakat tersebut, dia bisa menggunakannya untuk membeli persenjataan dan sarana-sarana lain untuk berjihad, baik jihad yang sifatnya ofensif (menyerang) atau defensif (bertahan).

Kedua, orang tersebut adalah amil (panitia) zakat. Yaitu, orang-orang yang mendapatkan tugas dan wewenang dari penguasa untuk mengurus zakat, baik petugas yang memungut (mengambil atau mengumpulkan) zakat, yang bertugas menjaga harta zakat, yang bertugas mendistribusikan zakat, atau yang bertugas dalam pencatatan zakat. Mereka itu berhak menerima zakat, meskipun pada asalnya mereka adalah orang kaya berkecukupan. Mereka diberi zakat karena adanya kebutuhan terhadapnya, yaitu karena mereka bertugas mengurus zakat.

Ketiga, orang yang memiliki utang. Orang kaya yang memiliki utang ini ada dua macam. Pertama adalah orang yang berutang untuk mendamaikan dua pihak atau dua kelompok yang bersengketa atau berselisih. Orang ini berperan sebagai mediator untuk mendamaikan dua kelompok tersebut. Dan untuk mendamaikannya, dia harus menanggung utang. Sehingga utang tersebut membawa manfaat yang besar, yaitu perdamaian antara dua kelompok yang bersengketa. Oleh karena itu, suatu satu hal baik yang perlu dilakukan adalah menanggung utangnya dengan alokasi zakat, sehingga tidak merugikan para tokoh yang berperan dalam proses perdamaian atau melemahkan tekad mereka dalam meredam fitnah dan mencegah kerugian.

Jenis kedua adalah orang yang berutang untuk keperluan dirinya sendiri. Yaitu, orang kaya yang tertimpa musibah yang tidak mampu dia tanggung. Misalnya, dia memiliki utang untuk berobat atau hartanya ludes karena musibah yang bukan karena kecerobohannya. Dalam kondisi semacam ini, dia boleh diberi harta zakat untuk melunasi utang-utangnya. Ini pun dengan syarat bahwa orang tersebut memang benar-benar tidak mampu untuk melunasinya sendiri, baik dengan harta yang dia miliki, atau dari gaji, atau dari hasil berdagang, atau yang lainnya. Syarat yang lain adalah tidak boleh berlebih-lebihan dari kebutuhan untuk melunasi utang tersebut.

Keempat, orang kaya yang membeli harta zakat dengan hartanya sendiri. Maka, tentu saja hal ini diperbolehkan karena dia membeli dengan hartanya sendiri. Jika harta zakat yang dibeli itu berasal dari harta zakat orang lain, maka diperbolehkan membelinya dengan kesepakatan ulama. Adapun apabila dia membeli lagi harta zakat yang sebelumnya dia setorkan sendiri, maka jumhur (mayoritas ulama) menyatakan hukumnya makruh.

Kelima, ada orang kaya yang mengunjungi orang miskin yang telah menerima zakat. Orang miskin tersebut kemudian memberi hadiah kepada orang kaya dari harta zakat yang dia terima. Atau dia ikut makan di rumah orang miskin tersebut dari makanan yang berasal dari zakat. Maka, ini pun diperbolehkan. Karena statusnya adalah hadiah dari orang miskin kepada orang kaya, bukan sedekah kepada orang kaya. Jika hal semacam ini tidak diperbolehkan, nanti bisa mencegah dan menghalangi orang kaya dari mengunjungi orang-orang miskin. Akan tetapi, Allah Ta’ala memperbolehkan hal tersebut dengan rahmat dari-Nya.

Demikian pembahasan singkat ini, semoga bermanfaat.

Wallahu Ta’ala a’lam.

***

@Kantor YPIA Pogung, 12 Rabi’ul akhir 1445/ 27 Oktober 2023

Penulis: M. Saifudin Hakim

Artikel: Muslim.or.id

Catatan kaki:

Disarikan dari kitab Minhatul ‘Allam fi Syarhi Bulughil Maram (4: 494-496).

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/89094-orang-kaya-dan-berkecukupan-namun-boleh-diberi-zakat.html