ADA orang yang terus gelisah karena ditinggal pergi oleh seseorang dengan tingkat kegelisahan yang menjadikan hidup seakan hanya berwarna kelabu. Mungkin saja seseorang itu adalah teman akrab, kekasih, mitra kerja ataupun ‘orang penting’ yang sebelumnya mengakrabinya. Bagaimanakah menyikapi kegelisahan ini? Haruskah terus dipikirkan dengan nuansa kesedihan?
Ada orang yang juga terus gelisah karena hubungannya dengan orang lain tidaklah bersambung dengan baik. Bisa jadi juga orang lain itu adalah tetangga, teman, mitra, ‘orang penting’ yang diharapkan pertolongannya ataupun orang yang dicinta. Lalu, bagaimanakah menyikapi kegelisahan semacam ini? Perlukah terus gelisah?
Ada untaian kalimat yang menarik untuk direnungkan: “Siapa yang ingin keluar dari kehidupanmu, dia melihat jalan keluar walau dari lubang pintu. Dan siapa yang ingin masuk dalam kehidupanmu, dari tembok dinding pun dia membuat jalan masuk.”
“Tak usah beratkan hati dengan orang yang ingin keluar dan pergi jauh darimu. Biarkan dia bebas, cukup curahkan perhatian kepada mereka yang lebih berhak mendapatkan perhatian. Tak usah pula sedihkan hati karena belum bisa dekat dan masuk ke hati seseorang, barangkali Allah akan kirimkan orang lain yang lebih pantas menerima perhatianmu.” Demikian penjelasan guru alif-alifan di surau kuno yang hampir roboh itu.
Teman sang guru ikut berkomentar: “Jangan pusingkan hatimu dengan orang yang tak menginginkanmu. Orang yang mengharapkanmu akan mencarimu dan mendapatkanmu walau dalam keramaian. Sementara orang yang tak menginginkanmu tak akan mencari dan melihatmu walau dirimu di hadapannya.”
Seorang santri senior ikut berkomentar: “Guru, berarti kita harus membuka pintu kehidupan kita lebar-lebar. Persilahkan yang mau masuk dan persilahkan yang mau keluar. Tak usah tergantung pada yang sudah ada di dalam dan tak usah pusing dengan yang mau dan telah keluar.” Saya, sebagai santri unior ikut bicara: “Bukalah pintu hati seperlunya, jangan biarkan semua jenis manusia masuk. Saat ada yang keluar, tak usahlah terlalu gelisah, jalani dan tontonlah jalan takdir”. [*]