Pakar Amerika: ‘Israel’ yang Kuat akan Kalah Perang dengan Hamas yang Sabar

Ketua Zbigniew Brzezinski Bidang Keamanan Global dan Geostrategi, dan Direktur Program Timur Tengah di Pusat Studi Strategis dan Internasional (CSIS)  di Washington, DC, Jon B. Alterman mengatakan bahwa ‘Israel’ mungkin bisa kalah dengan kelompok Hamas dalam perang kali ini.

Menurutnya, ‘Israel’, selama ini dianggap memiliki rekor kemenangan luar biasa. Ia memenangkan perang konvensional tahun 1948, 1967, dan 1973 sampai memaksa Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) menghentikan perjuangan bersenjata tahun 1996;  telah menghalangi Hizbullah sejak kampanye tahun 2006 yang menghancurkan kelompok tersebut.

“Kebanyakan diskusi mengenai perang di Gaza berasumsi bahwa pada akhirnya ‘Israel’ akan menang. Taruhannya sangat besar bagi ‘Israel’, dan keunggulan ‘Israel’ atas Hamas begitu besar, sehingga hasil apa pun selain kemenangan tidak dapat dibayangkan. Satu-satunya pertanyaan adalah jangka waktu berapa dan berapa biayanya? Begitu pertanyaan yang menggelitik.

Menurut dia, militer ‘Israel’ selama ini menjadi kuat bukan hanya karena dukungan AS, namun juga karena segala sesuatu tentang militer ‘Israel’—mulai dari doktrin, organisasi, dan pelatihan hingga kepemimpinan dan personelnya—menjadikannya kekuatan tempur paling tangguh di Timur Tengah.

“Sangat mungkin bahwa perang di Gaza akan menjadi perang pertama dalam sejarah ‘Israel’ yang tentaranya kalah. Kerugian ini akan menjadi bencana besar bagi ‘Israel’ dan sangat merugikan Amerika Serikat,” ujarnya dalam artikel berjudul “Israel Could Lose” yang ditulis di laman CSIS tanggal 7 November 2023.  

Ia membandingkan dengan perang yang diciptakan Amerika di dalam sejarah, yang akhirnya juga kalah. Sejarah buruk menimpa Amerika Serikat sejak pecahnya Perang Vietnam, yang setelah itu mulai mencatat hasil yang kacau, katanya.

Militer AS bahkan mengakhiri pertempuran di Lebanon, Somalia, Haiti tanpa kemenangan yang jelas. Perang pasca-11/9 di Iraq, Afghanistan, dan daerah perbatasan Suriah-Iraq merupakan upaya serius dengan sumber daya yang besar.

“Namun pertempuran bertahun-tahun, miliaran dolar, dan ribuan kematian di pihak AS gagal mencapai kemenangan,’ ujar mantan anggota Staf Perencanaan Kebijakan di Deplu AS dan asisten khusus asisten menteri luar negeri untuk Urusan Timur Dekat, dan pada tahun 2009-2019.

Orang ‘Israel’ mengklaim bahwa mereka bersatu dalam hal kelangsungan hidup, sementara populasi Barat relatif tidak stabil. Mereka mengatakan ‘Israel’ akan menang karena memang itu sudah seharusnya.

“Tetapi bagaimana jika pelajaran yang ditawarkan AS adalah bahwa bahkan pihak yang lemah dapat menangkis pihak kuat menggunakan strategi yang tepat?,” ujarnya.

Hamas sering dipropagandakan pendukung Israel seperti ISIS dan Al-Qaeda. Namun hal ini dapat mengalihkan perhatian dari hal yang sebenarnya justru sangat penting, bahwa konsep kemenangan militer Hamas, seperti organisasi-organisasi lainnya, adalah tentang mencapai hasil politik jangka panjang.

Hamas melihat kemenangan bukan dalam satu atau lima tahun, tetapi melalui keterlibatan dalam perjuangan puluhan tahun yang meningkatkan solidaritas Palestina dan semakin mengisolasi ‘Israel’ itu sendiri.

“Dalam skenario ini, Hamas dengan kemarahan mampu mengumpulkan penduduk Gaza yang terkepung di sekitarnya dan membantu mewujudkan runtuhnya pemerintah Otoritas Palestina (PA) dengan memastikan bahwa Palestina memandangnya sebagai embel-embel lemah dari otoritas militer ‘Israel’.”

Sementara itu, negara-negara Arab semakin menjauh dari normalisasi dengan ‘Israel’, negara-negara selatan justru mulai mendukung perjuangan Palestina. Eropa sangat kecewa dengan tindakan militer Zionis yang berlebihan, menyebabkan hancurnya dukungan bipartisan yang telah dinikmati ‘Israel’ sejak awal tahun 1970-an.

Menurutnya, gemuruh perang regional ini justru sangat menguntungkan Hamas, sehingga memicu perdebatan global mengenai dampak membangun dengan ‘Israel’. Kemampuan Hamas lain dengan adanya perang ini adalah menjauhkan ‘Israel’ dari mitra internasionalnya dan mengubahnya menjadi negara paria (golongan terendah dan hina dalam agama Hindu).

Menurut analisanya, Hamas selama ini tidak perlu menunggu menjadi kuat. Namun yang dilakukan justru perlu kesabaran, daripada mengandalkan kekuatan yang cukup untuk mengalahkan ‘Israel’.

Sebaliknya, Hamas justru memanfaatkan kekuatan ‘Israel’ yang jauh lebih besar untuk mengalahkan ‘Israel’ sendiri. Agresi ‘Israel’ membunuh warga sipil Palestina, menghancurkan infrastruktur, dan menentang seruan global untuk menahan diri, justru akan menjadikan dunia mendukung Hamas.

Hamas tahu banyak mengalami kekalahan dalam banyak pertempuran sebelumnya. Namun keberhasilan luar biasa yang dicapai kelompok ini pada tanggal 7 Oktober 2023 justru akan menginspirasi generasi masa depan Palestina yang menghargai kemenangan kecil sekalipun melawan rintangan yang mustahil.

Ia juga menyoroti pejabat militer yang ‘Israel’ bertaruh mereka dapat membunuh cukup banyak pejuang Hamas dengan waktu cepat untuk menang, setelah itu akan menyelesaikan Gaza setelahnya. Sementara Hamas adalah tetap berpegang teguh pada jalan buntu.

“Apa yang harus dilakukan ‘Israel’ untuk memastikan Hamas dikalahkan?,” tulis dia.

Di akhir tulisannya menyiratkan dia tetap mendukung penjajah ‘Israel’ bisa menang melawan Hamas. Ia bahkan menyarankan agar ‘Israel’ memanfaatkan negara Arab sekitar yang memiliki permusuhan dengan Hamas,  seperti; Mesir, Yordania, dan Arab Saudi agar mendanai pembangunan kembali wilayah yang hancur.

“Negara-negara ini perlu mendukung masuknya pasokan, memberikan perlindungan polisi, mendanai rekonstruksi, dan melegitimasi struktur pemerintahan apa pun yang muncul,” tulisnya.

‘Israel’ juga perlu membantu memperkuat kembali Otoritas Palestina (PA), meski organisasi ini sebenarnya telah runtuh dan dianggap tidak memiliki komitmen penuh terhadap perjuangan Palestina.

Yang menarik, dalam survei terbaru, 75% warga Tepi Barat dan Jalur Gaza saat ini justru lebih percaya Hamas, bukan Otoritas Palestina, untuk merebut kembali tanah Palestina yang telah dirampok ‘Israel’. Hal ini jauh dari harapan penulis yang menginginkan agar ‘Israel’ memanfaatkan Otoritas Palestina memperlemah pengaruh Hamas. *

HIDAYATULLAH