Manfaat Kesehatan di Balik Anjuran Memaafkan dan Tahan Marah

Memaafkan sangat bermanfaat bagi kesehatan.

Empat belas abad yang lalu Rasulullah SAW secara tegas telah menyebutkan bahwa seorang pemarah merupakan seorang yang lemah.

Hal ini sebagaimana disebutkan dalam sabda Rasulullah SAW: ”Bukanlah orang yang kuat itu adalah seorang pegulat, namun yang disebut orang kuat adalah mereka yang bisa mengendalikan amarahnya.” (HR Bukhari dan Muslim).

Lemah mengadung arti baik secara fisik ataupun mental. Menurut ahli kesehatan jiwa, Dr Guy A Pettitt, dalam artikelnya Forgiveness and Health, secara fisik marah yang berkepanjangan berdampak pada stres dan urat-urat menjadi tegang. Akibatnya, akan timbul rasa sakit di bagian leher, punggung, dan lengan. 

Begitupun sirkulasi darah ke jantung dan anggota tubuh lainnya menjadi terhambat, sehingga kandungan oksigen dan nutrisi dalam sel berkurang, pecernaan dan pernapasan juga akan terganggu. Sistem kekebalan tubuh pun melemah, sehingga tubuh menjadi sangat rawan terserang penyakit. 

Secara mental, marah berdampak sangat fatal terhadap kejiwaan seseorang, karena dengan marah, terkadang seseorang tidak bisa mengontrol diri. Sehingga, sangat memungkinkan untuk berbuat sesuatu di luar kendalinya, seperti mencaci, memukul, bahkan mungkin membunuh.  

Allah SWT mengajarkan kepada hambanya untuk bersikap gampang memaafkan kesalahan seseorang, sebagaimana Allah SWT sangat gampang mengampuni dosa-dosa hambanya. Malah, Allah SWT mencela orang yang suka marah dengan menyebutnya sebagai orang bodoh. Sebagaimana firman-Nya, ”Jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf, serta jangan pedulikan orang-orang yang bodoh.” (QS Al-A’raf [7]:199). 

Dr Frederic Luskin dalam bukunya Forgive for Good sebagaimana yang dikutip Harun Yahya, menjelaskan sifat pemaaf sebagai resep yang telah terbukti bagi kesehatan dan kebahagiaan. Buku tersebut memaparkan bagaimana sifat pemaaf memicu terciptanya keadaan baik dalam pikiran seperti harapan, kesabaran, dan percaya diri, sehingga akan mengurangi kemarahan, penderitaan, lemah semangat, dan stres. 

Hal ini sejalan dengan sabda Rasulullah SAW, ”Tidaklah kelemahlembutan itu berada pada sesuatu kecuali akan membuatnya indah, dan tidaklah kelembutan itu dicabut kecuali akan menjadikannya jelek.” (HR Muslim). Maka, kalau ingin hidup sehat, jadilah seorang pemaaf. 

KHAZANAH REPUBLIKA


Pemaaf

ALHAMDULILLAH. Segala puji hanya milik Allah Swt. Semoga Allah Yang Maha Pemaaf, memberikan hidayah-Nya kepada kita sehingga kita

menjadi hamba-hamba-Nya yang selalu lapang dada dan bersih hati. Sholawat dan salam semoga selalu terlimpah kepada baginda nabi Muhammad Saw.

Allah Swt. berfirman,”Dan, tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan) dengan cara yang lebih baik. Maka tiba-tiba orang yang di antaramu dan dia ada permusuhan, seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia.”(QS. Fushilat [41] : 34)

Memaafkan adalah sikap yang tidak ringan. Oleh karena itu, memaafkan hanya bisa dilakukan oleh pribadi-pribadi yang kuat sejati.

Kuat mengendalikan hawa nafsu, kuat mengontrol amarah dan meredam dendam. Memaafkan adalah kemampuan yang hanya dimiliki oleh orang beriman, karena ia yakin bahwa Allah pasti benar, membalas kejahatan dengan kebaikan justru akan membangkitkan kebaikan yang lebih besar lagi. Sebaliknya, membalas keburukan dengan keburukan hanya akan menimbulkan keburukan yang lebih besar lagi.

Rosululloh Saw. adalah suri teladan terbaik. Disakiti seperti apapun, hatinya senantiasa jauh dari dendam. Beliau senantiasa memaafkan dan membalasnya dengan kebaikan. Sehingga orang yang awalnya berbuat buruk, menjadi berbalik menjadi pengikut, mendapat hidayah, dan masuk kepada barisan orang-orang yang beriman.Maa syaa Allah.

Semoga kita termasuk hamba-hamba Allah Swt. yang memiliki kepribadian kuat, hati yang pemaaf, agar semakin besar kebaikan yang terbangun dan menjadi amal sholeh untuk kita.Aamiin yaa Robbal aalamiin.

 

Oleh : KH Abdullah Gymnastiar

[smstauhiid]

 

Kisah Pemaaf

SEBUAH hadis menceritakan secara menarik kepada kita yang kandungan isinya menyangkut bagaimana Rasulullah SAW mengajarkan kepada kita untuk selalu bersikap sebagai seorang pemaaf. Hadis tersebut diriwayatkan oleh Imam Ahmad.

Lengkapnya, kisah itu sebagai berikut: Abu Hurairah berkata. “Seseorang telah mencela Abu Bakar. Abu Bakar pun diam, sedangkan Nabi SAW ketika itu bersama mereka. Nabi merasa kagum, lalu tersenyum. Ketika orang itu memperbanyak cercaannya, maka Abu Bakar menimpali sebagian yang diucapkannya. Nabi pun marah dan beranjak pergi.

Abu Bakar kemudian menyusul beliau dan bertanya. ‘Wahai Rasulullah, orang itu telah mencerca diriku, dan engkau tetap duduk. Namun, disaat aku menimpali sebagian yang diucapkannya, mengapa engkau marah dan berdiri?’

Rasulullah pun menjawab, ‘Bersamamu tadi ada malaikat yang menimpali orang tersebut, sementara engkau diam. Akan tetapi, ketika engkau menimpali sebagian yang diucapkannya, setan pun datang dan aku pun tidak mau duduk dengan setan.’

Kemudian beliau SAW bersabda, ‘Wahai Abu Bakar, ada tiga perkara yang semuanya adalah hak. Tidaklah seseorang yang dizalimi dengan suatu kezaliman, kemudian ia memaafkannya karena Allah, melainkan Allah akan memuliakannya karena perbuatannya itu dan akan menolongnya. Dan tidaklah seseorang yang membukakan pintu untuk menyampaikan suatu pemberian dengan niat bersilaturahim, melainkan Allah akan memperbanyak hartanya. Dan tidaklah seseorang membuka pintu untuk meminta-minta dengan niat meperbanyak hartanya, melainkan Allah akan menyedikitkan hartanya.”

Pemaaf merupakan sifat yang sangat terpuji dan salah satu sikap yang sangat dianjurkan di dalam Alquran. Allah SWT berfirman, “Jadilah pemaaf dan surulah orang mengerjakan yang makruf, serta jangan pedulikan orang-orang yang bodoh.” (QS 7: 199).

Dalam ayat lain Allah berfiman, “… dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak suka bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS 24: 22)

Mereka yang enggan dan tidak mau mengikuti ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW akan merasa sulit memaafkan kesalahan orang lain. Sebab, boleh jadi hasad dan dengki sudah mengakar di dalam jiwa mereka. Sehingga apapun bentuk perbuatan baik yang dilakukan seseorang akan bernilai jelek di hadapan orang yang pendengki dan pemarah. Padahal, Allah telah menegaskan kepada orang yang beriman bahwa sikap memaafkan adalah lebih baik.

“… dan jika kamu memaafkan dan kamu santuni serta ampuni (mereka), maka sungguh, Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang.” (QS At-Tagabun: 14).
Berlandaskan hal tersebut, maka orang-orang yang beriman adalah mereka yang bersifat pemaaf, pengasih, dan berlapang dada. Alquran surah Ali ‘Imran menegaskan hal itu; “… dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain… “ (QS 3: 134)

Pemahaman orang-orang yang beriman tentang sikap memaafkan sangatlah berbeda dari mereka yang tidak menjalani hidup sesuai dengan ajaran Alquran. Meskipun banyak orang mungkin berkata mereka telah memaafkan seseorang yang menyakiti mereka, namun perlu waktu lama untuk membebaskan diri dari rasa benci dan amarah dalam hati mereka. Sikap mereka cenderung tetap menampakkan amarah.

Di lain pihak, sikap memaafkan orang-orang beriman adalah tulus. Sebab, mereka tahu bahwa manusia diuji di dunia ini dan belajar dari kesalahan mereka. Mereka berlapang dada dan mampu memaafkan, walau sebenernya mereka benar dan orang lain salah.

Ketika memaafkan, mereka tidak membedakan antara kesalahan besar dan kecil. Orang yang yang beriman tahu semua terjadi karena kehendak Allah dan berjalan sesuai takdir tertentu. Oleh sebab itu mereka berserah diri dengan peristiwa tersebut dan tidak pernah terbelenggu oleh amarah.

Menurut penelitian terakhir, para ilmuwan Amerika membuktikan baha mereka yang mampu memaafkan adalah lebih sehat secara kejiwaan maupun ragawi. Orang-orang yang diteliti menyatakan bahwa penderitaan mereka berkurang setelah memaafkan orang yang telah menyakiti hati mereka. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa para pemaaf merasa lebih baik, tidak hanya secara batinah, namun juga jasmaniah.

Dari penelitian yang ada menunjukkan bahwa marah adalah sebuah keadaan pikiran yang sangat merusak kesehatan manusia. Memaafkan di sisi lain –meskipun terasa berat– akan terasa membahagiakan. Memaafkan, selain merupakan bagian dari akhlak terpuji, ia juga dapat menghilangkan segala dampak yang merusak yang ditimbulkan oleh amarah, juga membantu orang tersebut menikmati hidup yang sehat, baik secara lahir maupun batin.
Namun demikian, memaafkan haruslah dengan tujuan bahwa hal tersebut dilakukannya untuk mendapatkan ridha Allah SWT. (*)

 

Oleh Ustad Jefri Al Bukhori

sumber: Tribun News