Islam adalah agama yang sempurna. Di mana selain mengatur perkara-perkara besar, juga mengatur perkara kecil yang sering dianggap sepele dalam pandangan sebagian manusia. Salah satu perkara tersebut adalah terkait membuang ludah. Air ludah sangat bermanfaat bagi metabolisme tubuh kita, karena membantu mulut untuk tetap lembab, membantu perncernaan, membersihkan sisa makanan di mulut, dan membantu menumbuhkan lapisan di gigi yang rusak.
Meskipun demikian, air ludah yang dikeluarkan secara sembarangan tentu sangat menganggu orang lain. Terlebih jika ludah tersebut dikeluarkan oleh orang yang mempunyai penyakit tertentu (menular lewat air ludah), maka sangat membahayakan bagi orang lain. Banyak bakteri dan virus yang hidup dalam air ludah. Maka dari itu, Islam sangat memperhatikan masalah kesehatan bagi umat manusia. Salah satunya dengan adanya tuntunan membuang ludah. Berikut adab meludah dalam Islam.
Pertama, dilarang meludah menghadap kiblat
Ketika dalam kondisi salat maupun di luar salat, seseorang yang hendak membuang air ludahnya, maka dilarang untuk menghadap ke arah kiblat. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
إِذَا قَامَ أَحَدُكُمْ يُصَلِّي فَلَا يَبْصُقْ فِي قِبْلَتِهِ فَإِنَّمَا يُنَاجِي رَبَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى
“Jika salah satu dari kalian salat, hendaknya tidak meludah ke arah kiblat. Sebab orang yang salat adalah orang yang sedang bermunajat kepada Allah Tabaraka Wata’ala.” (HR. Ahmad no. 4645)
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda,
مَنْ تَفَلَ تُجَاهَ الْقِبْلَةِ جَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَتَفْلَتَهُ بَيْنَ عَيْنَيْهِ
“Barangsiapa meludah ke arah kiblat, maka ia akan datang pada hari kiamat dengan diludahi di antara kedua matanya.” (HR. Abu Dawud, 3: 425)
Dalam sabda beliau yang lain,
إذَا تَنَخَّمَ أحَدُكُمْ فلا يَتَنَخَّمَنَّ قِبَلَ وجْهِهِ، ولَا عن يَمِينِهِ ولْيَبْصُقْ عن يَسَارِهِ، أوْ تَحْتَ قَدَمِهِ اليُسْرَى
“Jika salah seorang dari kalian ingin meludah, maka janganlah sekali-kali ia meludah ke arah depan atau ke arah kanan. Hendaklah ia meludah ke arah kiri atau di bawah telapak kaki sebelah kiri.“ (HR. Bukhari dan Muslim)
Kedua, dilarang meludah di dalam masjid
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
الْبُزَاقُ فِي الْمَسْجِدِ خَطِيْئَةٌ وَكَفَّارَتُهَا دَفْنُهَا
“Meludah di masjid adalah suatu dosa (kesalahan), dan kafarat (untuk diampuninya) adalah dengan menimbun ludah tersebut.” (HR. Bukhari)
Maksud dari menimbun ludah pada hadis di atas adalah apabila lantai masjid itu dari tanah, pasir, atau semisalnya. Adapun jika lantai masjid itu berupa semen atau kapur, maka ia meludah di kainnya, tangannya, tisu atau yang lainnya.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَنْ دَخَلَ هَذَا الْمَسْجِدَ فَبَزَقَ فِيهِ أَوْ تَنَخَّمَ فَلْيَحْفِرْ فَلْيَدْفِنْهُ فَإِنْ لَمْ يَفْعَلْ فَلْيَبْزُقْ فِي ثَوْبِهِ ثُمَّ لِيَخْرُجْ بِهِ
“Barangsiapa yang masuk masjid ini dan meludah padanya atau berdahak, maka hendaklah dia menggali lubang, kemudian pendamlah ludah atau dahak itu. Apabila dia tidak melakukan demikian, maka meludahlah di pakaiannya kemudian keluarlah dengannya.” (HR. Abu Dawud no. 403)
Ketiga, dianjurkan berobat dengan air ludah
Diriwayatkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melakukan pengobatan dengan tanah dan air ludah, kemudian beliau membaca doa,
بِسْمِ اللهِ تُرْبَةُ أَرْضِنَا، بِرِيْقَةِ بَعْضِنَا، يُشْفَى سَقِيْمُنَا بِإِذْنِ رَبِّنَا
“Dengan menyebut nama Allah, (debu) tanah bumi ini dengan air ludah sebagian di antara kami dapat menyembuhkan penyakit di antara kami dengan seizin Rabb kami.” (HR. Bukhari)
An-Nawawi rahimahullah berkata, “Makna hadis bahwa beliau mengambil air ludah dengan jari telunjuknya kemudian meletakkan (menempelkannya) ke tanah, maka akan ada tanah yang menempel kemudian mengusap tempat yang sakit atau luka sambil mengucapkan doa ketika mengucapkannya.” (Lihat Fathul Bari, 10: 208)
Perlu diketahui bahwa contoh-contoh pengobatan dalam hadis masih bersifat umum dan perlu dirinci lagi, juga butuh dijelaskan oleh thabib (dokter) pada zamannya atau orang yang memiliki ilmu terkait pengobatan tersebut.
Keempat, sunah men-tahnik anak yang baru lahir
Ketika anak kita lahir, maka dianjurkan untuk men-tahnik-nya. Yaitu, memakan dan mengunyah kurma (agar bercampur dengan air ludah), dari air liur yang sudah bercampur dengan kurma diambil dengan jari telunjuk, kemudian dimasukan ke mulut bayi di bagian langit-langit mulut, maka si anak tersebut akan reflek untuk mengecapnya. Dari sisi medis, ada penjelasan bahwa tahnik sesuai dengan medis karena anak bayi yang baru lahir membutuhkan glukosa. Akan tetapi, tentu saja hal ini membutuhkan penelitian lebih lanjut.
Jika tidak mendapatkan kurma, bisa diganti dengan sesuatu yang manis. Tentunya madu lebih utama daripada yang lainnya. (Lihat Fathul Bari, 9: 588)
Dari Abu Musa radhiyallahu ‘anhu, dia berkata,
وُلِدَ لِى غُلاَمٌ فَأَتَيْتُ بِهِ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- فَسَمَّاهُ إِبْرَاهِيمَ وَحَنَّكَهُ بِتَمْرَةٍ
“Aku pernah dikaruniai anak laki-laki, lalu aku membawanya ke hadapan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam memberinya nama Ibrahim dan men-tahnik-nya dengan sebiji kurma (tamr).” (HR. Bukhari dan Muslim)
Kelima, meludah ringan ketika lupa bacaan salat dan ketika mimpi buruk
Diriwayatkan dari Utsman bin Abil ‘Ash radhiyallahu ‘anhu bahwa beliau datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam untuk mengadukan gangguan yang ia alami ketika salat. Kemudian, beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
ذاك شيطان يقال له خنزب فإذا أحسسته فتعوذ بالله منه واتفل على يسارك ثلاثاً
“Itu adalah setan. Namanya Khinzib. Jika kamu merasa diganggu, mintalah perlindungan kepada Allah dari gangguannya dan meludahlah ke kiri tiga kali.”
Kata Utsman, “Aku pun melakukannya, kemudian Allah menghilangkan gangguan itu dariku.” (HR. Muslim)
Dalam riwayat lain Utsman bin Affan bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, “Wahai Rasulullah, setan telah mengganggu salat dan bacaanku.” Beliau bersabda, “Itulah setan yang disebut dengan khanzab. Jika engkau merasakan kehadirannya, maka bacalah ta’awudz kepada Allah dan meludah kecillah ke arah kiri tiga kali.” (HR. Ahmad)
Cara meludahnya yaitu dengan cara meniupkan udara yang mengandung sedikit air ludah ke arah kiri. Hal ini diperbolehkan selama tidak mengganggu orang yang berada di sebelah kirinya dan tidak mengotori masjid.
Begitu pula, ketika bangun dari mimpi buruk, maka dianjurkan meludah, ber-ta’awudz, dan dilarang untuk menceritakan kepada orang lain tentang mimpi buruk yang dialami karena mimpi buruk datang dari setan.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
الرؤيا الصالحة من الله، والحلم من الشيطان، فإذا رأى أحدكم ما يكره فلينفث عن يساره ثلاثا، وليتعوذ بالله من الشيطان ومن شر ما رأى ثلاثاً، ثم ينقلب على جنبه الآخر، فإنها لا تضره ولا يخبر بها أحداً
“Mimpi yang baik itu dari Allah. Sedangkan mimpi yang buruk itu dari setan. Jika salah seorang dari kalian bermimpi yang tidak ia sukai, maka hendaknya ia meniup ke sebelah kirinya tiga kali dan membaca ta’awudz sebanyak tiga kali. Kemudian setelah itu hendaknya ia membalik tubuhnya ke sisi yang lain, dengan demikian tidak ada lagi yang membahayakan. Dan jangan ceritakan kepada seorang pun mimpi tersebut.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Keenam, disyariatkan menjilat jari setelah makan
Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
إِذَا أَكَلَ أَحَدُكُمْ طَعَامًا, فَلَا يَمْسَحْ يَدَهُ, حَتَّى يَلْعَقَهَا, أَوْ يُلْعِقَهَا
“Jika salah seorang di antara kalian makan, maka janganlah ia mengusap tangannya sebelum ia menjilatnya atau yang lain yang menjilatnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Demikianlah pembahasan singkat ini, semoga bermanfaat.
***
Penulis: Arif Muhammad Nurwijaya, S.Pd.
© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/89703-pembahasan-seputar-ludah-dalam-syariat-islam.html