7 Kiat Praktis Menghafal al-Qur’an

PAllah Ta’ala memilih di antara hamba-hamba-Nya untuk menjaga al-Qur’an al-Karim dari orang-orang jahil dan setan yang berniat menyesatkan manusia dari jalan yang lurus. Ialah para huffazh yang diberi karunia oleh-Nya untuk menghafal al-Qur’an secara utuh, sebanyak 30 juz dan 114 surat.

Menjadi penghafal al-Qur’an adalah idaman. Ialah kemuliaan. Tak semua manusia mampu menggapai derajat ini. Bahkan, para penghafal al-Qur’an memiliki derajat masing-masing sesuai dengan tingkat pemahaman dan pengamalannya terhadap ayat-ayat Allah Ta’ala tersebut.

Guna menggapai derajat penghafal al-Qur’an, para ulama merumuskan banyak kiat agar kaum Muslimin mampu menghafal al-Qur’an dengan baik. Dari sekian banyak kiat, berikut ini 7 kiat praktis yang bisa ditempuh oleh kaum Muslimin yang berniat menjadi penghafal a-Qur’an.

7 kiat praktis menghafal al-Qur’an ini kami dapati dari Dr ‘Aidh al-Qarni dalam bukuMenjadi Pelajar Berprestasi Pengalaman Para Ulama Besar.

Niat

Berniatlah dengan ikhlas hanya karena dan untuk Allah Ta’ala dan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Niat ini penentu. Jika benar, seorang Muslim akan senantiasa diberi kemudahan hingga benar-benar menjadi seorang penghafal al-Qur’an. Sebaliknya, jika niatnya untuk dunia, maka ia akan mendapatkan apa yang diniatkannya itu.

Sedikit Demi Sedikit

Sosok penulis buku best seller La Tahzan ini mengatakan, “Hafalkanlah sedikit demi sedikit.” Salah satu hikmah diturunkannya al-Qur’an secara berangsur-angsur adalah agar mudah dihafalkan. Menghafal al-Qur’an tak ubahnya memakan buah jeruk yang harus dinikmati sedikit demi sedikit, bagian per bagian, hingga habis tanpa sisa.

Ulangi

Dr ‘Aidh al-Qarni menyarankan agar para penghafal al-Qur’an melakukan pengulangan setiap hari. Semakin sering diulang akan semakin baik karena lekatnya ingatan. Akan lebih baik lagi jika bisa mengulang berkali-kali dalam sehari sepanjang waktu, sehingga tidak mudah hilang dari ingatan, bahkan menjadi bagian dari kehidupan itu sendiri.

Boleh dikatakan, pada tahap pengulangan inilah kesuksesan seorang penghafal al-Qur’an dipertaruhkan. Mengulang hafalan lebih berat dari menghafal al-Qur’an, karena harus dikerjakan sepanjang usia penghafal. Jika malas mengulang hafalan, bisa dipastikan bahwa hafalan tersebut akan pergi darinya. Dan begitu banyak kasus terjadi, betapa para penghafal al-Qur’an kehilangan hafalan karena enggan mengulanginya.

Wallahu a’lam.

 

sumber:BersamaDakwah

Para Penghafal Al Qur’an Pengemban Panji Islam Terdepan di Medan Jihad !

Alangkah mulianya para penghafal Al Qur’an, jika kita menelisik ke belakang dari rangkaian sosok para ‘Ulama salaf dan khalaf, kita akan dapati sebagian mereka hafal Al Qur’an, bahkan Ibnu Abdil Barrpun mengatakan bahwa, ‘Fa Awwalul ‘Ilm Hifdzhu Kitaabillahi ‘Azza wajalla wa Tafahhumuhu’ yang  artinya ‘’Dan ilmu yang paling pertama adalah menghafal kitabullah ‘azza wa jalla (Al Qur’an) dan memahaminya”(dinukil dari Limaadza Nahfadzul Qur’an, Syaikh Shalih Al Munajjid)

Abu Ali Al Fudhail bin ‘Iyadh bin Mas’ud bin Bisyr At Tamimi Al Yarbu’i atau yang lebih dikenal dengan Fudhail bin ‘Iyadh beliau kelahiran Samarqand dan tumbuh besar di kota Abyurd yang terletak di antara daerah Sarkhas dan Nasa, beliau menghafal dan belajar hadits di Kuffah dan kemudian pindah ke Mekkah, beliau menyampaikan nasihat pada para penghafal Al Qur’an diantaranya sebagai berikut :

قال الفضيل بن عياض رحمه الله : “حامل القرآن حامل راية الإسلام لا ينبغي أن يلهو مع من يلهو ولا يسهو مع من يسهو ولا يلغو مع من يلغو تعظيما لحق القرآن

“Pengemban al Qur’an (para penghafal Al Qur’an) adalah pembawa panji Islam, tidak sepantasnya ia berbuat sia-sia bersama orang yang berbuat sia-sia, tidak lalai bersama orang-orang yang lalai, tidak berkat/ berbuat yang tidak bermanfaat seperti orang-orang yang berkata dan berbuat yang tidak bermanfaat. Sikap ini sebagai bentuk mengagungkan al Qur’an”.

Ahli Al Qur’an (para penghafal Al Qur’an) Para pembawa misi Islam

 

Para penghafal Al Qur’an mendapatkan tasyrif nabawi/penghargaan khusus dari Nabi shollallohu ‘alaihi wasallam.
Di antara penghargaan yang pernah diberikan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam kepada para sahabat penghafal Al Qur’an adalah perhatian kepada para syuhada Uhud Huffadzul (penghafal) Al Qur’an. Rosululloh Shollallohu ‘alaihi wasallam mendahulukan pemakaman mereka.

كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يجمع بين الرجلين من قتلى أحد في ثوب واحد ثم يقول: أيهم أكثر أخذاً للقرآن ؟ فإذا أشير إلى أحدهما قدمه في اللحد

“Nabi Shollallohu ‘alaihi wa sallam mengumpulkan di antara dua orang syuhada Uhud kemudian beliau bersabda, manakah di antara keduanya yang lebih banyak hafal Al Qur’an, ketika ditunjuk kepada salah satunya, maka beliau mendahulukan pemakamannya di liang lahat.” (HR. Bukhari).

Pada kesempatan lain, Nabi shollallohu ‘alaihi wasallam memberikan amanat kepada para Huffazhul Qur’an dengan mengangkat mereka sebagai pemimpin delegasi.

Dari Abu Hurairah Rodhiyallohu ‘anhu (semoga Alloh meridhainya) ia berkata, Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam mengutus utusan sebuah delegasi yang banyak jumlahnya, kemudian Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam mengetes hafalan mereka, satu per satu disuruh membaca apa yang sudah dihafal, maka sampailah pada Shahabi yang paling muda usianya, beliau bertanya, “Surat apa yang kau hafal? Ia menjawab,”Aku hafal surat ini..surat ini.. dan surat Al Baqarah.” Benarkah kamu hafal surat Al Baqarah?” Tanya Nabi lagi. Shahabi menjawab, “Benar.”. Nabi bersabda, “Berangkatlah kamu dan kamulah pemimpin delegasi.” (HR. At Tirmidzi dan An Nasaa’i).

Para penghafal Al-Qur’an mereka yang terdepan di medan jihad

Tidak aneh jika para penghapal Al Quran dari kalangan sahabat adalah mereka yang berada di barisan pertama saat shalat di Masjid, yang berada di garis terdepan saat jihad, dan orang yang pertama melakukan kebaikan di tengah masyarakat, dalam sebagian peperangan perluasan wilayah Islam, ada seseorang yang berteriak: wahai para penghafal surah Al Baqarah, hari ini sihir telah lenyap! Seperti terjadi pada perang Yamamah yang terkenal dan dalam perang melawan kelompok murtad. Huzaifah berkata pada hari yang menegangkan itu: wahai para penghapal Al Quran, hiasilah Al Quran dengan amal perbuatan kalian.

Pada hari Yamamah (peperangan melawan gerakan riddah) Salim maula Abi Huzaifah, saat ia membawa bendera pasukan Islam, ditanya oleh kaum Muhajirin: “Apakah engkau tidak takut jika kami berjalan di belakangmu?” Ia menjawab: “Sepaling jelek penghafal adalah aku, jika aku sampai berjalan di belakang kalian dalam perang ini!”.
Dalam peperangan Yamamah, saat memerangi Musailimah al Kazzab, sejumlah besar penghapal Al Quran mendapatkan mati syahid, karena mereka selalu berada di barisan terdepan. Hingga ada yang mengatakan: mereka berjumlah tujuh ratus orang. Inilah yang mendorong dilakukannya pembukuan Al Quran, karena ditakutkan para penghafal Al Quran tiada (gugur syahid) dalam medan jihad! [Nzal]

 

sumber:Panji Mas

Tips dari Rasulullah Bagi Penghafal Al Qur’an

Ternyata Rasulullah telah memberikan tips dalam menghafalkan Al Qur’an agar cepat hafal dan tidak mudah hilang dari ingatan. Simak hadits berikut ini

 

Pembaca yang budiman, ternyata Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam telah memberikan tips dalam menghafalkan Al Qur’an agar cepat hafal dan tidak mudah hilang dari ingatan. Simak hadits berikut ini..

Dicatat oleh Ibnu Nashr dalam Qiyamul Lail (73),

حَدَّثَنَا يُونُسُ بْنُ عَبْدِ الأَعْلَى ، أَخْبَرَنِي أَنَسُ بْنُ عِيَاضٍ ، عَنْ مُوسَى بْنِ عُقْبَةَ ، عَنْ نَافِعٍ ، عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، قَالَ : ” إِذَا قَامَ صَاحِبُ الْقُرْآنِ فَقَرَأَهُ بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ ذَكَرَهُ وَإِنْ لَمْ يَقُمْ بِهِ نَسِيَهُ “

“Yunus bin Abdil A’la menuturkan kepadaku, Anas bin ‘Iyadh mengabarkan kepadaku, dari Musa bin ‘Uqbah, dari Nafi’ dari Ibnu Umar radhiallahu’anhu, dari Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam, beliau bersabda:

Jika seseorang shahibul Qur’an membaca Al Qur’an di malam hari dan di siang hari ia akan mengingatnya. Jika ia tidak melakukan demikian, ia pasti akan melupakannya‘”

hadits ini dicatat juga imam Muslim dalam Shahih-nya (789), oleh Abu ‘Awwanah dalamMustakhraj-nya (3052) dan Ibnu Mandah dalam Fawaid-nya (54)

Derajat hadits

Hadits ini shahih tanpa keraguan, semua perawinya tsiqah. Semuanya perawi Bukhari-Muslim kecuali Yunus bin bin Abdil A’la, namun ia adalah perawi Muslim.

Faidah hadits

  1. Hafalan Al Qur’an perlu untuk dijaga secara konsisten setiap harinya. Karena jika tidak demikian akan, hilang dan terlupa. Sebagaimana sabda Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam,

    إنما مَثَلُ صاحبِ القرآنِ كمثلِ الإبلِ المعَقَّلَةِ . إن عاهد عليها أمسكَها . وإن أطلقها ذهبَت

    Permisalan Shahibul Qur’an itu seperti unta yang diikat. Jika ia diikat, maka ia akan menetap. Namun jika ikatannya dilepaskan, maka ia akan pergi” (HR. Muslim 789)

    Imam Al ‘Iraqi menjelaskan: “Nabi mengibaratkan bahwa mempelajari Al Qur’an itu secara terus-menerus dan membacanya terus-menerus dengan ikatan yang mencegah unta kabur. Maka selama Al Qur’an masih diterus dilakukan, maka hafalannya akan terus ada”.

    Beliau juga mengatakan: “dalam hadits ini ada dorongan untuk mengikat Al Qur’an dengan terus membacanya dan mempelajarinya serta ancaman dari melalaikannya hingga lupa serta dari lalai dengan tidak membacanya” (Tharhu At Tatsrib, 3/101-102)

  2. Kalimat فَقَرَأَهُ بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ ذَكَرَهُ (membaca Al Qur’an di malam hari dan mengingatnya di siang hari) menunjukkan bahwa membaca Qur’an dan muraja’ah (mengulang) hafalan Al Qur’an hendaknya dilakukan setiap hari
  3. Anjuran untuk terus mempelajari, membaca dan muraja’ah (mengulang) hafalan Al Qur’an secara konsisten, setiap hari, di seluruh waktu. Al Qurthubi menyatakan: “hal pertama yang mesti dilakukan oleh shahibul qur’an adalah mengikhlaskan niatnya dalam mempelajari Al Qur’an, yaitu hanya karena Allah ‘Azza wa Jalla semata, sebagaimana telah kami sebutkan. Dan hendaknya ia mencurahkan jiwanya untuk mempelajari Al Qur’an baik malam maupun siang hari, dalam shalat maupun di luar shalat, agar ia tidak lupa” (Tafsir Al Qurthubi, 1/20).
  4. Anjuran untuk lebih bersemangat membaca Al Qur’an di malam hari. Sebagaimana firman Allah Ta’ala:

    إِنَّ نَاشِئَةَ اللَّيْلِ هِيَ أَشَدُّ وَطْئًا وَأَقْوَمُ قِيلًا

    Sesungguhnya bangun di waktu malam adalah lebih tepat (untuk khusyu’) dan bacaan (Qur’an) di waktu itu lebih kuat masuk hati” (QS. Al Muzammil)

  5. Anjuran untuk muraja’ah (mengulang) hafalan Al Qur’an di siang hari dan malam hari
  6. Hadits di atas tidak membatasi membaca Qur’an dan muraja’ah (mengulang) hafalan Al Qur’an hanya malam dan siang saja, namun sekedar irsyad (bimbingan) dari RasulullahShallallahu’alaihi Wasallam agar senantiasa melakukannya. Hadits riwayat Muslim di atas menunjukkan bahwa semakin sering membaca dan muraja’ah itu semakin baik dan semakin mengikat hafalan Al Qur’an. Dan pemilihan waktunya disesuaikan apa yang mudah bagi masing-masing orang. Syaikh Shalih Al Maghamisi, seorang pakar ilmu Al Qur’an, ketika ditanya tentang hal ini beliau menjawab: “waktu menghafal yang utama itu tergantung keadaan masing-masing orang yang hendak menghafal. Adapun berdasarkantajribat (pengalaman), waktu yang paling baik adalah setelah shalat shubuh” (Sumber:youtube)
  7. Hadits ini dalil bahwa shahibul qur’an, dengan segala keutamaannya, yang dimaksud adalah orang yang menghafalkan Al Qur’an, bukan sekedar membacanya. Al Imam Al Iraqi mengatakan: “yang zhahir, yang dimaksud shahibul qur’an adalah orang yang menghafalkannya” (Tharhu At Tatsrib, 3/101). Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani menyatakan, “ketahuilah, makna dari shahibul Qur’an adalah orang yang menghafalkannya di hati. berdasarkan sabda nabi Shallallahu’alaihi Wasallam:

    يؤم القوم أقرؤهم لكتاب الله

    “hendaknya yang mengimami sebuah kaum adalah yang paling aqra’ terhadap kitabullah”

    maksudnya yang paling hafal. Maka derajat surga yang didapatkan seseorang itu tergantung pada banyak hafalan Al Qur’annya di dunia, bukan pada banyak bacaannya, sebagaimana disangka oleh sebagian orang. Maka di sini kita ketahui keutamaan yang besar bagi pada penghafal Al Qur’an. Namun dengan syarat ia menghafalkan Al Qur’an untuk mengharap wajah Allah tabaaraka wa ta’ala, bukan untuk tujuan dunia atau harta” (Silsilah Ash Shahihah, 5/281).

Penulis: Yulian Purnama

Artikel Muslimah.Or.Id