Penghalang antara Manusia dan Allah Menurut Imam al-Ghazali

Artikel ini akan menjelaskan tentang penghalang antara manusia dan Allah menurut Imam Al Ghazali.  Dalam menjalani laku spiritual seseorang harus menyadari dan mengetahui beberapa hal yang bisa menjadi bumerang untuk mencapai tujuannya, yaitu sampai pada Allah swt sebagai tujuan tertinggi dalam kehidupan.

Imam al-Ghazali menjelaskan syarat yang harus dilewati oleh orang yang ingin menjalani laku spiritual yaitu menghilangkan tabir-tabir yang menutupinya.

Ada empat hal, menurut Imam al-Ghazali, yang berpotensi menghalangi manusia dari Allah swt sebagaimana disebutkan dalam kitabnya Ihya’ Ulumiddin [3/73]. Beliau mengatakan;

وَالسَّدُّ بَيْنَ الْمُرِيدِ وَبَيْنَ الْحَقِّ أَرْبَعَةُ : : الْمَالُ وَالْجَاهُ وَالتَّقْلِيدُ وَالْمَعْصِيَةُ

“Adapun penghalang antara murid (orang yang hendak menjalani laku spiritual) dan Allah swt yaitu ada empat. Harta, kekuasaan, taqlid dan maksiat”

Sesuai tafsiran Imam al-Ghazali, empat hal di atas yang dimaksud dengan ayat al-Quran dalam surah Yasin.

وَجَعَلْنَا مِنْ بَيْنِ أَيْدِيهِمْ سَدًّا وَمِنْ خَلْفِهِمْ سَدًّا فَأَغْشَيْنَاهُمْ فَهُمْ لا يُبْصِرُونَ

“Dan kami jadikan di hadapan mereka dinding dan di belakang mereka dinding, dan kami tutup (mata) mereka sehingga mereka tidak dapat melihat” [QS: Yasin: 9]

Dengan demikian, seseorang harus membebaskan diri dari keempatnya untuk bisa mencapai tujuannya. Selama terikat dengan empat hal di atas, orang yang hendak menjalani laku spiritual, rasanya sulit (jika enggan mengatakan mustahil) untuk berhasil dalam tujuannya.

Harta

Namun demikian, melepaskan diri dari harta tersebut bukan berarti tidak memiliki apa-apa. Menurut Imam al-Ghazali caranya adalah melepas semua harta yang dimiliki kecuali untuk memenuhi kebutuhan primer.

Sebab seseorang yang masih memiliki harta melebihi kebutuhannya maka perhatiannya akan terfokuskan kepada hartanya. Inilah yang diduga kuat mengahalanginya dari Allah. Oleh sebab itu, jika dia bisa menjamin untuk tidak terfokus dengan harta yang dimiliki maka tidak ada persoalan memiliki harta yang banyak.

وَإِنَّمَا يُرْفَعُ حِجَابُ الْمَالِ بِخُرُوجِهِ عَنْ مُلْكِهِ حَتَّى لَا يُبْقَى لَهُ إِلَّا قَدْرُ الضَّرُورَةِ فَمَا دَامَ يَبْقَى لَهُ دِرْهَمٌ يَلْتَفِتُ إِلَيْهِ فَهُوَ مُقَيَّدٌ بِهِ مَحْجُوبٌ عَنِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ.

Kekuasaan

Dalam meninggalkan kekuasaan bukan berarti enggan diberikan tugas dan jabatan sama sekali. Akan tetapi harus menjalani amanahnya dengan benar dan jujur serta penuh dengan rendah hati, tidak suka diviralkan.

، وَإِنَّمَا يَرْتَفِعُ حِجَابُ الْجَاهِ بِالْبُعْدِ عَنْ مَوْضِعِ الْجَاهِ بِالتَّوَاضُعِ ، وَإِيثَارِ الْخُمُولِ وَالْهَرَبُ مِنْ أَسْبَابِ الذِّكْرِ وَتَعَاطِي أَعْمَالٍ تُنَفِّرُ قُلُوبَ الْخَلْقِ عَنْهُ

“Hijab kekuasaan bisa hilang dengan cara rendah hati, tidak suka menonjolak diri di permukaan dan tidak suka jika viral serta melakukan aktifitas yang membuat hati tidak fokus pada manusia”.

Taklid

Dalam tradisi NU, seseorang harus bermazhab dengan salah satu Imam Mazhab yang empat dalam bidang fikih. Akan tetapi, yang dimaksud oleh Imam al-Ghazali dalam soal taklid bukan tidak boleh bertaklid sama sekali namun menghilangkan rasa fanatismenya pada satu mazhab saja. Beliau menandaskan dalam kitabnya

وَإِنَّمَا يَرْتَفِعُ حِجَابُ التَّقْلِيدِ بِأَنْ يَتْرُكَ التَّعَصُّبَ

“Tabir hijab taklid bisa hilang dengan cara tidak fanatik”

Hal ini sangat logis, sebab orang yang didominasi dengan fanatik terhadap mazhab tertentu dan tidak menerima kemungkinan kebenaran mazhab lain akan menjadi panghalang dirinya untuk mencapai kebenarang hakiki.

Padahal, sorang murid tidak harus berpegangan pada mazhab tertentu. Sebagaimana disampaikan oleh Imam al-Ghazali;

فَإِنْ غَلَبَ عَلَيْهِ التَّعَصُّبُ لِمُعْتَقَدِهِ وَلَمْ يَبْقَ فِي نَفْسِهِ مُتَّسَعٌ لِغَيْرِهِ صَارَ ذَلِكَ قَيْدًا لَهُ وَحِجَابًا إِذْ لَيْسَ مِنْ شَرْطِ الْمُرِيدِ الِانْتِمَاءُ إِلَى مَذْهَبٍ مُعَيَّنٍ أَصْلًا

“orang yang didominasi fanatik pada imam yang diikuti dan tidak menerima kebenaran imam lainnya maka akan menjadi penghalang. Sebab seorang murid tidak harus bermazhab dengan satu mazhab tertentu”

Maksiat

Adapun cara untuk lepas dari maksiat tidak lain yaitu harus bertaubat, tidak melakukan kezaliman, dan menguatkan tekad tidak akan mengulangi Kembali dan menyesali atas perbuatan yang telah lampau, minta maaf dan lainnya.

Sebab orang yang mengklaim ingin menjalani laku spiritual tapi tidak meninggalkan maksiat layiknya orang yang ingin mengetahui tafsir al-Qur’an namun tidak tahu bahasa arab.

BINCANG SYARIAH